DAFTAR INVENTARISASI MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

NO.

RUU PENDIDIKAN KEDOKTERAN USUL DPR

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

KETERANGAN/ALASAN PEMERINTAH

A

B

C

D

Sistematika DPR

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Bagian Kesatu Pembukaan Dan Penutupan

Bagian Kedua Sumber Daya Manusia

Paragraf 1 calon mahasiswa kedokteran

Paragraf 2 mahasiswa kedokteran

Paragraf 3 hak dan kewajiban mhs

Paragraf 4 pendidikan

Paragraf 5 tenaga pendidikan

Bagian Ketiga Kurikulum

Bagian Keempat Jenjang Pendidikan Kedokteran

Bagian Kelima RS Pendidikan

Bagian Keenam Kerjasama

Bagian Ketujuh Lulusan

Bagian Kedelapan Beasiswa Dan Bantuan Biaya Pendidikan

BAB III PENDANAAN

BAB IV PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Usulan sistematika baru:

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II PENYELENGGARA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Bagian Kesatu Tiga Pilar Penyelenggara Pendidikan Kedokteran

Bagian Kedua Persyaratan Pembukaan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ketiga Perizinan

Bagian Keempat Misi Publik Penyelenggara Pendidikan Kedokteran (Fungsi Sosial Penyelenggara Pendidikan Kedokteran)

Bagian Kelima Penutupan Program Studi

Bagian Keenam Rumah Sakit Pendidikan Dan Wahana Pendidikan Lainnya

Paragraf 1 Umum

Paragraf 2 Kerjasama Penyelenggara Pendidikan Kedokteran Dengan Rumah Sakit Pendidikan

Paragraf 3 Hak Dan Kewajiban Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan

Paragraf 4 Hak Dan Kewajiban Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dan Wahana Pendidikan Lainnya

Bagian Ketujuh Sumber Daya Manusia

Paragraf 1 Pendidik

Paragraf 2 Tenaga Kependidikan

BAB III PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, Standar Kompetensi Dokter/Dokter Gigi dan Kurikulum

Bagian Kedua Jenjang Pendidikan Kedokteran

Bagian Ketiga Penjaminan Mutu

Bagian Keempat Seleksi Penerimaan Calon Mahasiswa Kedokteran Dan Residen

Bagian Kelima Mahasiswa Kedokteran dan Residen

Paragraf 1 Hak Dan Kewajiban Mahasiswa

Paragraf 2 Hak Dan Kewajiban Residen

Bagian Keenam Kepaniteraan Klinik

Bagian Ketujuh Uji kompetensi

Bagian Kedelapan Internsip

Bagian Kesembilan Residensi Pada PPDS

Bagian Kesepuluh Penelitian dan Pengembangan di Bidang Kesehatan

BAB IV PENDANAAN

Bagian Kesatu Umum

Bagian Kedua Beasiswa dan Bantuan Biaya Hidup

Bagian Ketiga Peranan pemerintah dan pemda

BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB VI PEMBINAAN

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

BAB VIII KETENTUAN ADMINISTRATIF

BAB IX KETENTUAN PIDANA

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Sistematika dalam draft RUU inisiatif DPR, dalam bab penyelenggaraan masih tercampur materi tentang siapa penyelenggara dan bagaimana penyelenggaraannya.

Pemerintah mengusulkan untuk dipisahkan antara penyelenggara dengan penyelenggaraan, jika hal ini dapat disetujui, maka pemerintah mengusulkan sistematika baru.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG
PENDIDIKAN KEDOKTERAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tetap

Tetap

Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa bagi seluruh rakyat Indonesia;

Perbaikan rumusan

b. bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya bidang kesehatan, pemerintah wajib mengupayakan penyelenggaraan sistem pendidikan yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan di bidang kesehatan dan sekaligus pemerataan pelayanan kesehatan.

Perbaikan rumusan

c. bahwa pendidikan kedokteran sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, penelitian, serta pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menghasilkan dokter yang bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, beretika, bermoral, humanistis, dan berjiwa sosial tinggi yang dilandasi dengan wawasan kesehatan untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang;

c. bahwa pendidikan kedokteran sebagai bagian dari pelayanan kesehatan merupakan salah satu jenis pendidikan di bidang kesehatan yang wajib diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk menumbuhkembangkan penguasaan, pemanfaatan, penelitian, serta pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menghasilkan dokter dan dokter gigi yang bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, beretika, bermoral, humanis, dan berjiwa sosial tinggi yang dilandasi dengan wawasan kesehatan nasional untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang.

Perbaikan rumusan

d. bahwa upaya melakukan penataan pendidikan kedokteran untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada huruf c belum diatur secara komprehensif dalam peraturan perundang-undangan;

d. bahwa upaya penataan pendidikan kedokteran untuk mencapai tujuan pemerataan hak warga Negara dalam memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan belum diatur secara komperehensif dalam peraturan perundang-undangan;

Perbaikan rumusan

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran.

Tetap;

Tetap

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Tetap

Tetap

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN.

Tetap

Tetap

BAB X KETENTUAN PENUTUP

1.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Diubah menjadi Bab X sesuai dengan sistematika usulan DIM Pemerintah

2.

Pasal 58

Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya yang diperintahkan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.

Tetap

Tetap

3.

Pasal 59

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Tetap

Tetap

4.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Tetap

Tetap

5.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Tetap

Tetap

6.

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

Tetap

Tetap

7.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Tetap

Tetap

8.

PENJELASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

PENDIDIKAN KEDOKTERAN

9.

I. UMUM

Pendidikan kedokteran merupakan salah satu unsur perwujudan tujuan negara yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui Sistem Pendidikan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Gerakan reformasi di Indonesia telah mendorong prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Kedokteran, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada materi, proses, dan manajemen sistem Pendidikan Kedokteran.

Dalam rangka menghadapi tantangan dan tuntutan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi serta globalisasi perlu dilakukan pembaharuan Pendidikan Kedokteran secara terencana, terarah, dan berkesinambungan agar mampu menghasilkan dokter dan dokter gigi yang baik dan bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, memiliki etika dan moral dengan memadukan pendekatan humanistik terhadap pasien dan berjiwa sosial tinggi sebagai komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pembaruan Pendidikan Kedokteran dilakukan melalui penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang terarah, terukur, dan terkoordinasi. Untuk itu diperlukan rencana strategi dan penyelenggaraan pendidikan kedokteran yang meliputi seleksi peserta didik, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum, jenjang pendidikan, rumah sakit pendidikan, kerja sama, dan beasiswa yang diselenggarakan secara komprehensif.

Dalam praktiknya berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem pendidikan nasional belum mengatur secara spesifik dan komprehensif mengenai penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran. Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan suatu Undang-Undang yang secara khusus dan komprehensif mengatur tentang Pendidikan Kedokteran.

Dalam Undang-Undang ini diatur prinsip-prinsip penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang mengedepankan nilai manfaat, kemanusiaan, keseimbangan, tanggung jawab, kesetaraan, kesesuaian kurikulum, dan afirmasi dengan tujuan untuk menghasilkan dokter dan dokter gigi yang berkualitas dan beretika, berdedikasi tinggi dan profesional, serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Untuk itu, kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan kedokteran adalah kurikulum berbasis kompetensi dan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan muatan lokal, potensi daerah dan mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis.

Jenjang Pendidikan Kedokteran yang meliputi pendidikan akademis dan pendidikan profesi membutuhkan sarana rumah sakit dengan standar persyaratan tertentu yang dapat digunakan sebagai sarana praktik bagi Pendidikan Kedokteran yakni Rumah Sakit Pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit Pendidikan tersebut, diperlukan kerja sama fakultas kedokteran dengan Rumah Sakit Pendidikan yang memuat secara jelas dan tegas serta berkepastian hukum hak dan kewajiban masing-masing pihak, sehingga para pihak dapat memperoleh manfaat positif dari kerja sama tersebut. Hubungan kerja sama antara fakultas kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan harus harmonis dan terintegrasi secara manajerial dan finansial.

Untuk menjamin pemerataan lulusan terdistribusi ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka perlu adanya suatu kebijakan ikatan dinas, atau wajib kerja sarjana, atau pegawai tidak tetap. Ini membutuhkan pendanaan dalam bentuk beasiswa atau bantuan biaya pendidikan. Pendanaan yang dimaksud dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau lembaga lain dengan mengedepankan kepentingan nasional.

10.

II. PASAL DEMI PASAL

11.

Pasal 1

Cukup jelas.

12.

Pasal 2

Asas penyelenggaraan pendidikan tinggi juga berlaku untuk penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, meliputi: asas kebenaran ilmiah, otonomi keilmuan, kebebasan akademik, kejujuran, dan keadilan.

13.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

14.

Huruf b

Yang dimaksud dengan asas “kemanusiaan” adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap memperhatikan keselamatan manusia.

15.

Huruf c

Yang dimaksud dengan asas “keseimbangan” adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap menjaga keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat.

16.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas ”tanggung jawab” adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran dilandasi oleh upaya untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, berkompetensi, profesional, beretika, bermoral, humanistik, dan berjiwa sosial dalam menghadapi tantangan perubahan lokal, nasional, dan global.

17.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas “kesetaraaan” adalah kesetaraan mutu lulusan antarfakultas.

18.

Huruf f

Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian kurikulum” adalah bahwa kurikulum harus disusun dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan berbagai daerah.

19.

Huruf g

Yang dimaksud “afirmasi” adalah diantaranya adanya kuota bagi daerah sulit, kesempatan yang sama untuk gender, dan masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu.

20.

Pasal 4

Cukup jelas.

21.

Pasal 5

Cukup jelas.

22.

Pasal 6

Cukup jelas.

23.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

24.

Ayat (2)

Cukup jelas.

25.

Ayat (3)

Jalur khusus antara lain dilakukan melalui sistem kuota.

26.

Ayat (4)

Cukup jelas.

27.

Pasal 8

Cukup jelas.

28.

Pasal 9

Cukup jelas.

29.

Pasal 10

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan akademis” adalah mahasiswa yang setelah lulus menyandang gelar sarjana kedokteran.

30.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan profesi” adalah mahasiswa yang setelah lulus menyandang gelar dokter.

31.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan profesi lanjutan atau spesialis” adalah mahasiswa yang setelah lulus menyandang gelar dokter spesialis.

32.

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

33.

Huruf b

Insentif diberikan dalam bentuk honor atau gaji.

34.

Ayat (2)

Cukup jelas.

35.

Pasal 12

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dosen” adalah pendidik pendidikan kedokteran yang tugas utamanya mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dosen dalam hal ini mencakup dosen dalam bidang ilmu kedokteran/kesehatan dan dosen dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kedokteran, misalnya sosiologi, antropologi, dan psikologi.

36.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dokter pendidik klinis” adalah dokter yang mempunyai kompetensi dan memiliki kewenangan untuk mengajar dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan.

37.

Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk pendidik pendidikan kedokteran antara lain Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

38.

Ayat (3)

Cukup jelas.

39.

Pasal 13

Ayat (1)

salah satu cara yang dilakukan dalam proses penyetaraan yaitu dengan cara menambahkan mata kuliah pedagogi sebagai kualifikasi untuk menjadi dosen.

40.

Ayat (2)

Cukup jelas.

41.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

42.

Pasal 14

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

43.

Pasal 15

Cukup jelas.

44.

Pasal 16

Cukup jelas.

45.

Pasal 17

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

46.

Pasal 18

Ayat (1)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

47.

Ayat (2)

Cukup jelas.

48.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur ketenagakerjaan.

49.

Pasal 19

Cukup jelas.

50.

Pasal 20

Cukup jelas.

51.

Pasal 21

Yang dimaksud dengan “metode ilmiah” meliputi metodologi penelitian, filsafat ilmu, berpikir kritis, biostatistik, dan evidence-based medicine.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran dasar” meliputi fisika medik, biologi medik, kimia medik, anatomi, histologi, biokimia, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi, parasitologi, patologi, dan farmakologi.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran klinik” meliputi ilmu penyakit dalam beserta cabang-cabangnya, ilmu bedah, ilmu penyakit anak, ilmu kebidanan dan kandungan, ilmu penyakit saraf, ilmu kesehatan jiwa, ilmu kesehatan kulit dan kelamin, ilmu kesehatan mata, ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan, radiologi, anestesi, ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Yang dimaksud dengan “ilmu humaniora kedokteran” meliputi ilmu perilaku, psikologi kedokteran, sosiologi kedokteran, antropologi kedokteran, agama, etika dan hukum kedokteran, bahasa, Pancasila serta kewarganegaraan.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran komunitas” adalah ilmu yang terdiri atas ilmu kesehatan masyarakat, ilmu kedokteran pencegahan, epidemiologi, ilmu kesehatan kerja, ilmu kedokteran keluarga, dan pendidikan kesehatan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “ilmu kesehatan masyarakat” adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan melakukan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisasi untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perseorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, diagnosis dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang dapat mendukung setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang adekuat di dalam menjaga kesehatannya.

52.

Pasal 22

Cukup jelas.

53.

Pasal 23

Cukup jelas.

54.

Pasal 24

Cukup jelas.

55.

Pasal 25

Cukup jelas.

56.

Pasal 26

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

57.

Huruf b

Penyelenggaraan program pendidikan profesi dilakukan setelah menempuh jenjang pendidikan akademik.

58.

Ayat (2)

Cukup jelas.

59.

Pasal 27

Cukup jelas.

60.

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan rumah sakit meliputi Rumah sakit umum, rumah sakit daerah, rumah sakit internasional, rumah sakit khusus, rumah sakit milik lembaga tertentu, dan rumah sakit swasta, serta pusat kesehatan masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan lain (misalnya: klinik dan balai pengobatan) dan laboratorium.

61.

Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah undang-undang yang mengatur rumah sakit.

62.

Ayat (3)

Cukup jelas.

63.

Pasal 29

Cukup jelas.

64.

Pasal 30

Cukup jelas.

65.

Pasal 31

Cukup jelas.

66.

Pasal 32

Cukup jelas.

67.

Pasal 33

Cukup jelas.

68.

Pasal 34

Cukup jelas.

69.

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas.

70.

Ayat (2)

Yang dimaksud manajerial dan finansial harus terintegrasi adalah tata kelola manajerial dan finansial di bawah satu kendali.

71.

Pasal 36

Cukup jelas.

72.

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas.

73.

Ayat (2)

Cukup jelas.

74.

Ayat (3)

Cukup jelas.

75.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “prinsip-prinsip lokal” antara lain dengan mengutamakan kepentingan nasional.

76.

Pasal 38

Cukup jelas.

77.

Pasal 39

Huruf a

Cukup jelas.

78.

Huruf b

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah undang-undang yang mengatur sistem pendidikan nasional dan undang-Undang yang mengatur praktik kedokteran.

79.

Pasal 40

Cukup jelas.

80.

Pasal 41

Cukup jelas.

81.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas.

82.

Ayat (2)

Yang dimaksud “beasiswa ikatan dinas” adalah setiap lulusan mahasiswa kedokteran wajib dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud “beasiswa bersyarat” adalah setiap lulusan mahasiswa kedokteran ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan daerah tertentu.

83.

Ayat (3)

Yang dimaksud “bantuan bersyarat” adalah setiap lulusan mahasiswa kedokteran diperbantukan di daerah sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.

84.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

85.

Huruf b

Cukup jelas.

86.

Huruf c

Pihak lain meliputi orang-perseorangan atau kelompok masyarakat ataupun yang berasal dari dunia usaha dan dunia industri baik negeri maupun swasta.

87.

Pasal 43

Cukup jelas

88.

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas.

89.

Ayat (2)

Yang dimaksud “beasiswa ikatan dinas” adalah setiap Pendidik wajib dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud “beasiswa bersyarat” adalah setiap Pendidik ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan daerah tertentu.

90.

Ayat (3)

Yang dimaksud “bantuan bersyarat” adalah setiap Pendidik diperbantukan di daerah sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.

91.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

92.

Huruf b

Cukup jelas.

93.

Huruf c

Pihak lain meliputi orang-perseorangan atau kelompok masyarakat ataupun yang berasal dari dunia usaha dan dunia industri baik negeri maupun swasta.

94.

Pasal 45

Ayat (1)

Cukup jelas.

95.

Ayat (2)

Yang dimaksud “beasiswa ikatan dinas” adalah setiap Tenaga Kependidikan wajib dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud “beasiswa bersyarat” adalah setiap Tenaga Kependidikan ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan daerah tertentu.

96.

Ayat (3)

Yang dimaksud “bantuan bersyarat” adalah setiap Tenaga Kependidikan diperbantukan di daerah sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.

97.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

98.

Huruf b

Cukup jelas.

99.

Huruf c

Pihak lain meliputi orang-perseorangan atau kelompok masyarakat ataupun yang berasal dari dunia usaha dan dunia industri baik negeri maupun swasta.

100.

Pasal 46

Cukup jelas.

101.

Pasal 47

Cukup jelas.

102.

Pasal 48

Cukup jelas.

103.

Pasal 49

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan biaya investasi adalah biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.

104.

Ayat (2)

Cukup jelas.

105.

Ayat (3)

Cukup jelas.

106.

Pasal 50

Cukup jelas.

107.

Pasal 51

Cukup jelas.

108.

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “beasiswa khusus” adalah beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa kedokteran yang lahir di daerah tertentu, menyelesaikan pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di daerah kelahirannya, dan setelah lulus dari pendidikan kedokteran kembali ke tempat kelahirannya.

109.

Ayat (2)

Cukup jelas.

110.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas.

111.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

112.

Huruf b

Cukup jelas.

113.

Huruf c

Cukup jelas.

114.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “bantuan lainnya” adalah masyarakat dapat memberikan bantuan penyelenggaraan pendidikan kedokteran berupa penyediaan sarana dan prasarana seperti peyediaan lahan, peralatan yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kedokteran.

115.

Pasal 55

Cukup jelas.

116.

Pasal 56

Cukup jelas.

117.

Pasal 57

Cukup jelas.

118.

Pasal 58

Cukup jelas.

119.

Pasal 59

Cukup jelas.

120.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

BAB IX KETENTUAN PIDANA

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Penambahan substansi baru sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

Pasal 57C

(1) Setiap orang yang menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran tanpa memperoleh izin pendirian dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5B ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Penambahan substansi baru

(2) Penyelenggara Pendidikan Kedokteran yang tidak menutup program studinya setelah izin pendiriannya dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Penambahan substansi baru

(3) Setiap penyelenggara pendidikan kedokteran yang tidak menyampaikan satuan biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk setiap mahasiswa kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Penambahan substansi baru

(4) Setiap rumah sakit dan wahana pendidikan lainnya yang tidak menyampaikan satuan biaya pendidikan yang dikeluarkan untuk setiap mahasiswa kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Penambahan substansi baru

(5) Setiap orang yang menarik biaya pendidikan kedokteran di luar biaya pendidikan kedokteran yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Penambahan substansi baru

Pasal 57D

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5B ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), Pasal 48 ayat (2), dan Pasal 48 ayat (3) dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam 57C ayat (1), Pasal 57C ayat (2), Pasal 57C ayat (3), Pasal 57C ayat (4), dan Pasal 57C ayat (5).

Penambahan substansi baru

(1) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum

Penambahan substansi baru

BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF

BAB VIII

SANKSI ADMINISTRATIF

Penambahan substansi baru sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

PASAL 57B

(1) Setiap penyelenggara pendidikan kedokteran yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran tanpa memiliki atau bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4B ayat (2) dikenakan sanksi adminitratif berupa pencabutan izin penyelenggaraan.

Penambahan substansi baru

(2) Setiap penyelenggara pendidikan kedokteran yang tidak memberikan kesempatan mengikuti pendidikan kedokteran bagi calon peserta didik yang akan mengabdikan diri di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5D dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sementara izin penyelenggaraan.

Penambahan substansi baru

(3) Setiap penerima beasiswa dan/atau bantuan hidup pendidikan kedokteran yang tidak melaksanakan kewajiban dalam rangka penempatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41C ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau pencabutan surat tanda registrasi paling lama 5 (lima) tahun dan mengembalikan biaya beasiswa dan/atau bantuan hidup berikut dendanya sebagaimana tertulis dalam kontraknya.

Penambahan substansi baru

BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

1.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Diubah menjadi bab VII sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

2.

Pasal 55

Rumah Sakit Pendidikan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan harus menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Tetap

Tetap

3.

Pasal 56

(1) Fakultas kedokteran yang sudah ada sebelum Undang-undang ini diundangkan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat 7 (tujuh) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 56

(1) Penyelenggara pendidikan kedokteran yang sudah ada sebelum Undang-undang ini diundangkan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang ini, paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Perbaikan rumusan

4.

(2) Fakultas Kedokteran harus menyediakan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf d paling lambat 10 (sepuluh) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Dihapus

5.

Pasal 57

Semua peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Tetap

Tetap