Bagian Kesatu Pembukaan dan Penutupan

RUU PENDIDIKAN KEDOKTERAN USUL DPR

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

KETERANGAN/ ALASAN PEMERINTAH

BAB II

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEDOKTERAN

BAB III

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Diubah menjadi BAB III sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

Bagian Kesatu

Pembukaan dan Penutupan

Bagian Kedua

Persyaratan Pembukaan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi

Diubah menjadi bagian kedua dari BAB II tentang Penyelenggara Pendidikan Kedokteran sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

Pasal 5

(1) Perguruan Tinggi yang memenuhi persyaratan dapat membuka fakultas kedokteran.

Pasal 5

(1) Perguruan tinggi yang membuka program studi kedokteran dan/atau kedokteran gigi harus membentuk fakultas kedokteran dan/atau kedokteran gigi.

(2) Selain membentuk fakultas kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi juga dapat membentuk fakultas kedokteran yang menyelenggarakan ilmu-ilmu kesehatan lainnya.

Dipindahkan tempatnya menjadi pasal tersendiri pada Pasal 5A DIM Pemerintah dengan perbaikan rumusan.

(3) Persyaratan pembukaan fakultas kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit menyediakan:

(2) Fakultas kedokteran dan/atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit sebagai berikut:

Ayat (3) usulan DPR diubah menjadi ayat (2) DIM Pemerintah

a. tenaga pendidik yang tersertifikasi;

a. tenaga pendidik yang tersertifikasi dan tenaga kependidikan;

Penjelasan

Setiap Fakultas kedokteran harus memiliki tenaga pendidik yang memiliki kompetensi di bidang pendidikan kedokteran (medical education).

Penambahan substansi “tenaga kependidikan”

b. gedung untuk penyelenggaraan pendidikan;

Tetap

Tetap

c. laboratorium biomedik, keterampilan Klinis, dan kesehatan masyarakat; dan

c. laboratorium biomedik, laboratorium keterampilan klinis, dan laboratorium kesehatan masyarakat; dan

Perbaikan redaksional

d. rumah Sakit Pendidikan

d. memiliki atau bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan.

Penyelenggara pendidikan kedokteran tidak harus memiliki rumah sakit pendidikan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pembukaan fakultas kedokteran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Menteri.

Perbaikan rumusan

Pasal 5A

Selain membentuk program studi kedokteran dan/atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), fakultas dapat membentuk program studi lain yang serumpun.

Pindahan dari DIM 39

Bagian Ketiga

Perizinan

Penambahan substansi baru

Pasal 5B

(1) Pembukaan fakultas kedokteran dan/atau fakultas kedokteran gigi hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri.

Penambahan substansi baru

(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggara pendidikan kedokteran mengajukan permohonan pembukaan fakultas kedokteran dan/atau fakultas kedokteran gigi ke Menteri disertai dengan surat rekomendasi dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Penambahan substansi baru

Bagian Keempat

Misi Publik Penyelenggara Pendidikan Kedokteran (Fungsi Sosial Penyelenggara Pendidikan Kedokteran)

Diubah menjadi bagian keempat dari BAB II tentang Penyelenggara Pendidikan Kedokteran sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

Pasal 5C

Penyelenggara pendidikan kedokteran wajib bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setempat.

Penjelasan

Yang dimaksud dalam ketentuan ini penyelenggara pendidikan kedokteran wajib memiliki misi dan visi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di lingkungannya berada.

Tambahan rumusan baru untuk memberikan penekanan bagi setiap penyelenggara pendidikan kedokteran agar memiliki komitmen untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat melakukan pembangunan kesehatan di wilayahnya.

Pasal 5D

Setiap penyelenggara pendidikan kedokteran wajib memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan kedokteran bagi calon peserta didik yang akan mengabdikan diri di daerah sesuai dengan program pemerintah tentang prioritas penempatan dokter dan dokter gigi.

Penjelasan

Pemberian kesempatan bertujuan untuk memberikan peluang lebih besar (kuota) bagi putra daerah yang akan mengabdikan diri dalam pembangunan kesehatan di daerah asal (afirmatif), dengan tetap mengikuti proses seleksi.

Komitmen penyelenggara pendidikan kedokteran juga untuk berkontribusi dalam pembangunan kesehatan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar.

Bagian Kelima

Penutupan Program Studi

Penambahan bagian baru sesuai dengan usul sistematika DIM Pemerintah

Pasal 6

(1) Fakultas Kedokteran yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus ditutup.

Pasal 6

(1) Penyelenggara pendidikan kedokteran yang tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau proses penyelenggaraan pendidikan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan harus ditutup.

Perbaikan rumusan

(2) Ketentuan mengenai penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dihapus karena sudah terakomodir dalam Pasal 6A usulan Pemerintah

Pasal 6A

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan dan penutupan program studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5B dan Pasal 6 diatur oleh Menteri.

Penambahan substansi baru

Bab II PENYELENGGARA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

RUU PENDIDIKAN KEDOKTERAN USUL DPR

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

KETERANGAN/ALASAN PEMERINTAH

BAB II

PENYELENGGARA PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Jika sistematika disetujui dengan memisahkan antara penyelenggara dengan penyelenggaraan, Pemerintah merasa perlu menambah beberapa substansi baru

Bagian Kesatu

Tiga Pilar Penyelenggara Pendidikan Kedokteran

Penambahan substansi baru ini diperlukan mengingat bahwa pendidikan kedokteran harus dilakukan dengan tiga pilar penyelenggaraan pendidikan kedokteran yang membedakan dengan pendidikan lain.

Pasal 4A

(1) Pendidikan kedokteran diselenggarakan melalui program studi oleh fakultas di suatu universitas atau institut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan ayat (1)

Yang dimaksud dengan “fakultas” dalam ketentuan ini adalah fakultas kedokteran atau fakultas kedokteran gigi.

Program studi pendidikan kedokteran tidak mungkin dapat melaksanakan keseluruhan pendidikan kedokteran tanpa adanya fakultas yang memiliki manajemen, fasilitas, dan SDM yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran.

(2)

(3) Dalam hal program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi didirikan untuk pertama kali, program studi tersebut dapat diampu di bawah fakultas lain yang serumpun paling lama 2 (dua) tahun hingga terbentuknya fakultas kedokteran atau fakultas kedokteran gigi.

Penambahan substansi baru dengan tujuan untuk mempermudah pendirian program studi pertama kalinya.

Pasal 4B

(1) Dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A penyelenggara pendidikan kedokteran bekerja sama dengan kolegium dan rumah sakit pendidikan.

Penjelasan

Dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran, kolegium memiliki peranan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang mengenai Praktik Kedokteran (penyusunan standar pendidikan, standar kompetensi, dan penerbitan setifikat kompetensi).

Penambahan substansi baru

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan rumah sakit pendidikan milik penyelenggara pendidikan yang bersangkutan atau afiliasi dengan rumah sakit milik pihak lain.

Penambahan substansi baru

Pasal 4C

Pendidikan kedokteran spesialis diselenggarakan melalui program studi masing-masing bekerjasama dengan kolegium terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Penambahan substansi baru

Pasal 4D

(1) Pendidikan kedokteran subspesialis merupakan pelatihan pendalaman ilmu kedokteran (fellowship) yang diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

Penambahan substansi baru

(2)

(3) Penyelenggaraan pendidikan kedokteran subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pendidikan kedokteran subspesialis dan standar kompetensi dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis.

Penambahan substansi baru

BAB I KETENTUAN UMUM

RUU PENDIDIKAN KEDOKTERAN USUL DPR

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

KETERANGAN/ALASAN PEMERINTAH

1.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Tetap

Tetap

2.

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan Kedokteran adalah pendidikan formal yang terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran dan terakreditasi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi akademik dan/atau profesi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi.

1. Pendidikan Kedokteran atau pendidikan kedokteran gigi yang selanjutnya disebut pendidikan kedokteran adalah pendidikan akademik dan profesi sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi.

Perbaikan rumusan

Pendidikan kedokteran bersifat spesifik karena tidak dapat dipisahkan antara pendidikan akademik dan profesi karena keduanya merupakan satu kesatuan. Pendidikan kedokteran tidak perlu dinyatakan secara tegas sebagai pendidikan formal karena pendidikan kedokteran merupakan bagian dari jenjang pendidikan tinggi yang memang sudah merupakan pendidikan formal.

3.

2. Peserta didik Pendidikan Kedokteran, selanjutnya disebut Mahasiswa Kedokteran, adalah peserta didik yang mengikuti proses pendidikan akademik, profesi, residensi, magang, untuk mencapai kompetensi dokter atau dokter spesialis yang disyaratkan.

2. Peserta didik Pendidikan Kedokteran, selanjutnya disebut Mahasiswa Kedokteran adalah peserta didik yang mengikuti proses pendidikan akademik dan profesi untuk mencapai kompetensi dokter atau dokter gigi.

Perbaikan rumusan

2A. Peserta didik pendidikan kedokteran profesi lanjutan, yang selanjutnya disebut residen adalah peserta didik pendidikan kedokteran spesialis yang mengikuti proses pendidikan akademik dan profesi untuk mencapai kompetensi dokter spesialis atau dokter gigi spesialis.

Penambahan substansi baru

Dalam pendidikan kedokteran terdapat jenjang pendidikan yaitu pendidikan kedokteran dan kedokteran spesialis. pendidikan kedokteran spesialis juga perlu diatur sebagai bagian dari pendidikan kedokteran sehingga perlu menambahkan rumusan baru mengenai residen.

4.

3. Sarjana Kedokteran adalah Mahasiswa Kedokteran yang telah menyelesaikan program pendidikan akademik di bidang kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Dihapus

Di dalam batang tubuh tidak pernah disebut kata “sarjana kedokteran” dan di usulan pemerintah pun hanya sekali disebut sehingga tidak memerlukan pengertian di dalam ketentuan umum.

5.

4. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan Pendidikan Kedokteran baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.

4. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penyesuaian rumusan dengan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran

4A. Program internsip adalah pemandirian profesi dokter untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga, dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan.

Penambahan rumusan baru

6.

5. Pendidik Pendidikan Kedokteran, selanjutnya disebut Pendidik, adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya pada bidang ilmu kedokteran dan/atau bidang ilmu tertentu yang bertugas untuk mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarkan teknologi di bidang kedokteran melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat termasuk pelayanan kesehatan.

Tetap

Tetap

7.

6. Tenaga Kependidikan Pendidikan Kedokteran, selanjutnya disebut Tenaga Kependidikan, adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya mengabdikan diri untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

6. Tenaga Kependidikan Pendidikan Kedokteran, yang selanjutnya disebut Tenaga Kependidikan adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya mengabdikan diri untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, baik di fakultas kedokteran atau kedokteran gigi maupun di rumah sakit pendidikan.

Perbaikan rumusan

Memperjelas bahwa tenaga kependidikan tidak hanya ada di penyelenggara pendidikan kedokteran tapi juga di RSP

8.

7. Standar Nasional Pendidikan Kedokteran adalah bagian dari standar nasional pendidikan tinggi yang merupakan kriteria minimal dan harus dipenuhi dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

7. Standar Nasional Pendidikan Kedokteran adalah Standar Pendidikan Dokter dan Standar Pendidikan Dokter Gigi yang merupakan kriteria minimal yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

Perbaikan rumusan

Secara prinsip standar pendidikan kedokteran sejalan dengan standar pendidikan tinggi namun demikian standar pendidikan kedokteran mempunyai kekhususan tersendiri sehingga mengusulkan agar kata ‘standar nasional pendidikan tinggi” dihapus.

9.

8. Standar Kompetensi Dokter adalah kompetensi minimal yang harus dicapai dalam Pendidikan Kedokteran.

8. Standar Kompetensi Dokter dan Dokter Gigi adalah kompetensi minimal yang harus dicapai dalam Pendidikan Kedokteran.

Perbaikan rumusan dengan menambah kata “dokter gigi” karena dokter tidak sama dengan dokter gigi, keduanya memiliki standar kompetensi tersendiri

10.

9. Kurikulum Pendidikan Kedokteran, selanjutnya disebut Kurikulum, adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran.

Tetap

Tetap

11.

10. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan lainnya secara multiprofesi.

10. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya.

Perbaikan rumusan dengan menyesuaikan pada undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

10A. Wahana pendidikan kedokteran adalah fasilitas pelayanan kesehatan selain rumah sakit pendidikan atau fasilitas lain yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

10B. Kolegium kedokteran dan Kolegium Kedokteran Gigi yang selanjutnya disebut kolegium adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

Penambahan substansi baru, secara prinsip kedua rumusan baru ini berdasar pada UU Praktik Kedokteran.

12.

11. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tetap

Tetap

13.

12. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan walikota, serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.

Tetap

Tetap

14.

13. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan nasional.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

Penyesuaian rumusan dengan UU Kementerian Negara

15.

Pasal 2

Pendidikan Kedokteran sebagai bagian dari Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2

PendidikanKedokteran merupakan bagian dari Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perbaikan rumusan

16.

Pasal 3

Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran berasaskan:

Tetap

Tetap

17.

a. manfaat;

Tetap

Tetap

18.

b. kemanusiaan;

Tetap

Tetap

19.

c. keseimbangan;

Tetap

Tetap

20.

d. tanggung jawab;

Tetap

Tetap

21.

e. kesetaraan;

Tetap

Tetap

22.

f. kesesuaian kurikulum; dan

f. relevansi / kesesuaian dengan kebutuhan

Penjelasannya:

Yang dimaksud dengan asas relevansi adalah lulusan pendidikan kedokteran harus relevan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu serta teknologi.

Diganti dengan relevansi/kesesuaian dengan kebutuhan, karena semua proses pendidikan “by nature” selalu mengacu pada kurikulum dan setiap lulusan pendidikan kedokteran harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu serta teknologi.

23.

g. afirmasi.

Tetap

Tetap

h. kebenaran ilmiah

Penjelasannya:

Yang dimaksud dengan asas kebenaran ilmiah adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran harus berbasis pada metode ilmiah (evidence based).

Penambahan substansi baru mengenai asas kebenaran ilmiah, karena dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran harus berbasis pada metode ilmiah.

24.

Pasal 4

Pendidikan Kedokteran bertujuan:

Tetap

Tetap

25.

a. menghasilkan lulusan yang bermutu dan beretika, berdedikasi tinggi dan profesional, serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat; dan

a. menghasilkan lulusan yang bermutu, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, serta berorientasi pada keselamatan pasien dan kebutuhan masyarakat; dan

penjelasan:

Yang dimaksud dengan “berbudaya menolong” dalam ketentuan ini adalah setiap lulusan pendidikan kedokteran diharapkan memiliki kepedulian terhadap sesama yang diwujudkan dalam sikap tolong menolong dalam rangka penyelamatan jiwa dan/atau pencegahan kecacatan.

Perbaikan rumusan dengan menambah kata “berbudaya menolong”.

26.

b. memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis serta dokter gigi dan dokter gigi spesialis di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perbaikan rumusan dengan menambah kata “dokter gigi dan dokter gigi spesialis”

Bagian kedelapan - Lususan

Bagian Kedelapan
Lulusan
Pasal 41

  1. Mahasiswa Kedokteran yang telah menyelesaikan pendidikan akademik dan pendidik profesi wajib mengikuti uji kompetensi dokter yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter.
  2. Pelaksanaan uji kompetensi dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kolegium kedokteran/kedokteran gigi bekerja sama dengan penyelenggara pendidikan kedokteran.

Pasal 41A

Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Sepakat aston 26 mei 2011

Pasal 41B

  1. Setiap dokter yang telah mengangkat sumpah dokter wajib mengikuti program internsip dalam rangka pemahiran kemandirian.
  2. Dokter yang telah mengikuti program internsip atas biaya pemerintah wajib memenuhi ikatan dinas untuk melakukan pelayanan kesehatan di daerah.
  3. Usul aston, 26 mei 2011

  4. Pelaksanaan program internsip dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Usul perbaikan rumusan kelompok 1

  6. Mahasiswa Kedokteran dan/atau Mahasiswa Kedokteran Gigi yang telah disumpah sebagai dokter dan/atau Dokter Gigi wajib melaksanakan ikatan dinas, atau mengikuti wajib kerja sarjana, atau mengikuti pegawai tidak tetap.
  7. Usul perbaikan rumusan kelompok 1

  8. Lulusan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis wajib melaksanakan ikatan dinas, atau mengikuti wajib kerja pasca-sarjana, atau mengikuti pegawai tidak tetap.


Usul perbaikan rumusan kelompok 2 dan ibu Meliana

  1. Dokter/Dokter Gigi dan Dokter/Dokter Gigi Spesialis yang telah menyelesaikan Wajib Kerja Sarjana dapat didayagunakan untuk pemenuhan kebutuhan di dalam dan di luar negeri
  2. Pendayagunaan Dokter/Dokter Gigi dan Dokter Spesialis/Dokter Gigi Spesialis di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterapkan apabila kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi


Tetap
Sepakat aston, 26 mei 2011
Paragraf 2
Residen


Pasal 41B

  1. Setiap calon residen harus lulus seleksi calon penerimaan residen.
  2. Sepakat aston, 26 mei 2011

  3. Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan adanya syarat pengalaman pelayanan klinis paling sedikit 1 (satu) tahun.


Penjelasan:
Jangka waktu 1 (satu) tahun hanya digunakan untuk memberi pelayanan kesehatan diluar proses administrasi.


Sepakat aston, 26 mei 2011
(3) Calon residen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diutamakan yang pengalaman klinisnya dilaksanakan di puskesmas daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan terluar.

Silahkan Diskusi :