Bagian Keenam Kerja Sama

1.

Bagian Keenam

Kerja Sama

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

2.

Pasal 37

(1) Fakultas kedokteran dapat melakukan kerja sama dengan lembaga lain dan rumah sakit, baik di dalam maupun di luar negeri.

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

3.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan ke dalam bentuk perjanjian kerja sama.

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

4.

(3) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

5.

a. maksud dan tujuan;

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

6.

b. ruang lingkup;

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

7.

c. hak dan kewajiban; dan

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

8.

d. kewenangan dan tanggung jawab.

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

9.

(4) Perjanjian kerja sama yang dilakukan dengan lembaga pendidikan tinggi luar negeri harus memperhatikan prinsip-prinsip lokal.

Dihapus karena sudah diatur dalam RUU Pendidikan Tinggi

Paragraf 3

Hak Dan Kewajiban Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan

Penambahan substansi baru

Pasal 35B

Dalam penyelenggaraan kerjasama, penyelenggara pendidikan kedokteran berhak:

Penambahan substansi baru

a. mengizinkan dosen klinis penyelenggara pendidikan kedokteran yang bersangkutan untuk bekerja di rumah sakit pendidikan lain; dan

Penambahan substansi baru

b. mendapatkan fasilitas pendidikan di rumah sakit pendidikan yang bersangkutan.

Penambahan substansi baru

10.

Pasal 38

Fakultas kedokteran dalam perjanjian kerja sama wajib:

Pasal 38

Dalam penyelenggaraan kerjasama, penyelenggara pendidikan kedokteran berkewajiban:

Perbaikan rumusan

11.

a. mengirimkan Mahasiswa Kedokteran untuk melakukan pembelajaran, penelitian dan/atau bekerja di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung rumah sakit tersebut;

Tetap

Tetap

12.

b. membayar biaya operasional yang diperlukan dalam praktik di Rumah Sakit Pendidikan; dan

Tetap

Tetap

13.

c. mengatur pelaksanaan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tetap

Tetap

14.

Pasal 39

Rumah Sakit Pendidikan dalam perjanjian kerja sama berhak:

Pasal 39

Dalam penyelenggaraan kerjasama, rumah sakit pendidikan berhak:

Perbaikan rumusan

15.

a. menentukan jumlah Mahasiswa Kedokteran yang dapat melakukan pembelajaran, penelitian dan/atau bekerja di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung; dan

Tetap

Tetap

16.

b. mengatur pelaksanaan Pendidikan Kedokteran yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tetap

Tetap

17.

Pasal 40

Rumah Sakit Pendidikan wajib:

Pasal 40

Dalam penyelenggaraan kerjasama, rumah sakit pendidikan berkewajiban:

Perbaikan rumusan

18.

a. meningkatkan daya saing Pendidikan Kedokteran dan mutu pelayanan;

a. meningkatkan daya saing Pendidikan Kedokteran dan mutu pelayanan bersama dengan penyelenggara pendidikan kedokteran; dan

Perbaikan rumusan

19.

b. meningkatkan mutu kompetensi Mahasiswa Kedokteran sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter;

b. meningkatkan kompetensi Mahasiswa Kedokteran dan/atau Mahasiswa Kedokteran Gigi secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran;

Perbaikan rumusan

20.

c. menjalankan tata kelola yang efisien;

Tetap

Tetap

21.

d. meningkatkan manajemen Rumah Sakit Pendidikan dengan peningkatan pendayagunaan dan pembinaan sumber daya manusia;

Tetap

Tetap

22.

e. menyiapkan kondisi dan tata guna bangunan yang memadai sebagai Rumah Sakit Pendidikan;

Tetap

Tetap

23.

f. menyediakan fasilitas peralatan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan perkembangan teknologi kedokteran dan kebutuhan masyarakat berdasarkan fungsi dan kualifikasinya;

Tetap

Tetap

24.

g. meningkatkan dan mengembangkan fasilitas Rumah Sakit Pendidikan;

Tetap

Tetap

25.

h. memenuhi pedoman standarisasi Rumah Sakit Pendidikan; dan

Tetap

Tetap

26.

i. meningkatkan penelitian profesi dokter di Rumah Sakit Pendidikan.

Tetap

Tetap

Paragraf 4

Kerjasama Penyelenggara Pendidikan Kedokteran Dengan Wahana Pendidikan Lainnya

Penambahan substansi baru

Pasal 40A

Penyelenggara pendidikan kedokteran dalam perjanjian kerja sama berkewajiban:

Penambahan substansi baru

a. mengirimkan Mahasiswa Kedokteran untuk melakukan pembelajaran, penelitian dan/atau bekerja di wahana pendidikan lainnya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung rumah sakit tersebut;

Penambahan substansi baru

b. membayar biaya operasional yang diperlukan dalam praktik di wahana pendidikan lainnya; dan

Penambahan substansi baru

c. mengatur pelaksanaan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penambahan substansi baru

Pasal 40B

Penyelenggara pendidikan kedokteran berhak:

Penambahan substansi baru

b. mengizinkan dosen klinis penyelenggara pendidikan kedokteran yang bersangkutan untuk bekerja di wahana pendidikan lain; dan

Penambahan substansi baru

b. mendapatkan fasilitas pendidikan di wahana pendidikan lain yang bersangkutan.

Penambahan substansi baru

Pasal 40C

Dalam perjanjian kerja sama wahana pendidikan lainnya berhak menentukan jumlah Mahasiswa Kedokteran yang dapat melakukan pembelajaran, penelitian dan/atau bekerja di wahana pendidikan lainnya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung.

Penambahan substansi baru

Pasal 40D

Dalam perjanjian kerja sama wahana pendidikan lainnya berwajiban:

Penambahan substansi baru

a. menjalankan tata kelola yang efisien;

Penambahan substansi baru

b. meningkatkan manajemen wahana pendidikan lainnya dengan peningkatan pendayagunaan dan pembinaan sumber daya manusia;

Penambahan substansi baru

c. menyiapkan kondisi dan tata guna bangunan yang memadai sebagai wahana pendidikan lainnya;

Penambahan substansi baru

d. menyediakan fasilitas peralatan Pendidikan Kedokteran sesuai dengan perkembangan teknologi kedokteran dan kebutuhan masyarakat berdasarkan fungsi dan kualifikasinya;

Penambahan substansi baru

e. meningkatkan dan mengembangkan fasilitas wahana pendidikan lainnya; dan

Penambahan substansi baru

f. menggunakan standar prosedur operasional pelayanan yang disepakati bersama dengan penyelenggara pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

Bagian Kelima Rumah Sakit Pendidikan

1.

Bagian Kelima

Rumah Sakit Pendidikan

Bagian Keenam

Rumah Sakit Pendidikan Dan Wahana Pendidikan Lainnya

Diubah menjadi bagian keenam bab II tentang penyelenggara pendidikan kedokteran sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah

Paragraf 1

Umum

2.

Pasal 28

(1) Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tetap

Tetap

3.

(2) Penetapan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penetapan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakaaan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perbaikan rumusan

4.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perbaikan rumusan

5.

Pasal 29

Persyaratan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) paling sedikit :

Tetap

Tetap

6.

a. memiliki teknologi kedokteran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

Tetap

Tetap

7.

b. mempunyai Pendidik dengan kualifikasi dokter spesialis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Tetap

Tetap

8.

c. mempunyai program penelitian secara rutin; dan

Tetap

Tetap

9.

d. memenuhi standar nasional Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tetap

Tetap

e. memiliki izin operasional rumah sakit yang masih berlaku;

Penambahan substansi baru

f. terakreditasi secara nasional dan/atau internasional; dan

Penambahan substansi baru

g. memiliki perjanjian kerja sama dengan penyelenggara pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

Pasal 30

(1) Rumah sakit pendidikan harus dievaluasi secara berkala setelah memenuhi persyaratan dan standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kesehatan.

Penambahan substansi baru

10.

Pasal 30

Standar Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) paling sedikit:

(2) Standar rumah sakit pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) paling sedikit:

Diubah menjadi ayat (2)

11.

a. memiliki standar peralatan medis;

a. standar visi, misi, komitmen, dan persyaratan;

Perbaikan rumusan

12.

b. memiliki standar pelayanan rumah sakit; dan

b. standar manajemen dan administrasi;

Perbaikan rumusan

13.

c. memiliki dokter dan dokter klinis.

c. standar sumber daya manusia untuk program pendidikan klinik;

Perbaikan rumusan

d. standar penunjang pendidikan; dan

Penambahan substansi baru

e. standar perancangan dan pelaksanaan program pendidikan klinis yang berkualitas.

Penambahan substansi baru

Pasal 30A

Rumah sakit pendidikan harus mengutamakan mutu pelayanan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

14.

Pasal 31

Rumah Sakit Pendidikan mempunyai fungsi di bidang:

Tetap

Tetap

15.

a. pelayanan kesehatan;

Tetap

Tetap

16.

b. pendidikan; dan

Tetap

Tetap

17.

c. penelitian.

Tetap

Tetap

18.

Pasal 32

(1) Rumah Sakit Pendidikan dibidang pelayanan kesehatan bertugas:

Tetap

Tetap

19.

a. menyelenggarakan layanan medis, penunjang medis, administrasi dan manajemen; dan

Tetap

Tetap

20.

b. memberikan pelayananan kesehatan sekunder dan tersier.

Tetap

Tetap

21.

(2) Tugas di bidang pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

(2) Tugas di bidang pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Perbaikan rumusan

22.

Pasal 33

(1) Rumah Sakit Pendidikan dibidang pendidikan bertugas:

Tetap

Tetap

23.

a. menyelenggarakan pendidikan klinis kedokteran;

a. menyelenggarakan pendidikan klinis kedokteran dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien;

Perbaikan rumusan

24.

b. mengaplikasi, menerapkan dan mempromosikan keterampilan dan keahlian klinik dari dokter;

Tetap

Tetap

25.

c. mendukung perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan dan melakukan koreksi dalam proses pendidikan profesi kedokteran; dan

Tetap

Tetap

26.

d. sebagai pusat etika kedokteran.

Tetap

Tetap

27.

(2) Tugas di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Menteri.

Tetap

Tetap

28.

Pasal 34

(1) Rumah Sakit Pendidikan di bidang penelitian bertugas:

Tetap

Tetap

29.

a. menapis dan mengadopsi teknologi kedokteran;

Tetap

Tetap

30.

b. melakukan penelitian dan/atau pengembangan ilmu kesehatan;

Tetap

Tetap

31.

c. mengembangkan pusat unggulan; dan

Tetap

Tetap

32.

d. mengembangkan penelitian dalam satu kesatuan tujuan kemajuan Pendidikan Kedokteran dan ilmu biomedis.

Tetap

Tetap

33.

(2) Tugas di bidang penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama antara Menteri dan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan serta berkoordinasi dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang riset dan teknologi.

(2) Tugas di bidang penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama antara Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan serta berkoordinasi dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang riset dan teknologi.

Perbaikan rumusan

Pasal 34A

(1) Rumah sakit pendidikan dapat dimiliki oleh penyelenggara pendidikan dan/atau pihak lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penambahan substansi baru

(2) Dalam hal rumah sakit pendidikan milik penyelenggara pendidikan, bentuk kerjasama di atur dengan peraturan internal.

Penambahan substansi baru

(3) Dalam hal rumah sakit pendidikan merupakan milik pihak lain, bentuk kerjasamanya harus tertuang dalam perjanjian kerjasama.

Penambahan substansi baru

Pasal 34B

Jenis-jenis rumah sakit pendidikan terdiri atas:

Penambahan substansi baru

a. Rumah sakit pendidikan utama;

Penjelasan:

Yang dimaksud dengan “rumah sakit pendidikan utama” dalam ketentuan ini adalah rumah sakit yang memiliki kerjasama dengan penyelenggara pendidikan yang menyelenggarakan pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi atau sebagian besar modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan standar pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

b. Rumah sakit pendidikan afiliasi; dan

penjelasan

Yang dimaksud dengan “rumah sakit pendidikan afiliasi” dalam ketentuan ini adalah rumah sakit khusus atau umum dengan unggulan tertentu yang menjadi pusat rujukan pelayanan medik tertentu yang memiliki kerjasama dengan penyelenggara pendidikan dan rumah sakit pendidikan utamanya dalam menyelenggarakan pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi modul pendidikan tertentu secara utuh dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan standar pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

c. Rumah sakit pendidikan satelit

penjelasan

Yang dimaksud dengan “rumah sakit pendidikan satelit” dalam ketentuan ini adalah rumah sakit yang memiliki kerjasama dengan penyelenggara pendidikan kedokteran dan rumah sakit pendidikan utama sebagai rumah sakit jejaring pendidikan yang menyelenggarakan pembelajaran klinik peserta didik untuk memenuhi atau sebagian modul pendidikan dalam rangka mencapai kompetensi berdasarkan standar pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

Pasal 34C

(1) Wahana pendidikan lainnya meliputi:

Penambahan substansi baru

a. puskesmas;

Penambahan substansi baru

b. laboratorium; dan

Penambahan substansi baru

c. fasilitas kesehatan lain.

Penambahan substansi baru

(2) Wahana pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kerjasama dengan penyelenggara pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

Paragraf 2

Kerja Sama Penyelenggara Pendidikan Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan

Penambahan paragraf baru sesuai dengan usulan sistematika DIM Pemerintah

34.

Pasal 35

(1) Setiap Rumah Sakit Pendidikan hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) fakultas kedokteran.

Pasal 35

(1) Setiap Rumah Sakit Pendidikan utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) penyelenggara pendidikan kedokteran sebagai rumah sakit pendidikan utamanya.

Penambahan substansi baru

(2) Selain kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rumah sakit pendidikan utama dapat menjadi rumah sakit afiliasi bagi penyelenggara pendidikan kedokteran lainnya.

Penambahan substansi baru

(3) Dalam hal rumah sakit pendidikan tidak menjadi rumah sakit pendidikan utama, dapat menjadi rumah sakit satelit bagi paling banyak 3 (tiga) penyelenggara pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi baru

35.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terintegrasi secara manajerial dan finansial.

Pasal 35A

(1) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 harus dilaksanakan secara terintegrasi.

Perbaikan rumusan.

Integrasi finansial akan sulit dilakukan mengingat antara penyelenggara pendidikan kedokteran dan rumah sakit memiliki satuan kerja yang berbeda (kementerian pendidikan nasional dan kementerian kesehatan).

(2) Integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan integrasi fungsional di bidang manajerial.

Penjelasan

Integrasi yang dilakukan merupakan integrasi fungsional yang meliputi integrasi strategis atau operasional. Integrasi strategis dilakukan dalam bentuk perencanaan strategis, monitoring, dan evaluasi bersama antara penyelenggara pendidikan kedokteran dan rumah sakit pendidikan.

Penambahan substansi baru

(3) Selain integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pendidikan kedokteran dan rumah sakit pendidikan beserta jejaringnya dapat melakukan integrasi struktural.

Penambahan substansi baru

36.

Pasal 36

(1) Fakultas kedokteran dapat bekerja sama dengan lebih dari 1 (satu) Rumah Sakit Pendidikan.

Dihapus karena suah terakomodir dalam DIM No. 161

37.

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa afiliasi dengan rumah sakit milik swasta, rumah sakit umum daerah, rumah sakit milik kementerian lain dan rumah sakit milik lembaga pemerintah nonkementerian.

Dihapus karena sudah tertampung dalam Pasal 4A usul Pemerintah

Bagian Keempat Jenjang Pendidikan Kedokteran

1

Bagian Keempat

Jenjang Pendidikan Kedokteran

 

Bagian Kedua

Jenjang Pendidikan Kedokteran

Diubah menjadi bagian kedua dari BAB III sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah.

2

Pasal 26

(1) Jenjang Pendidikan Kedokteran terdiri atas:

 

 

Tetap

Tetap

 

a. program pendidikan akademik; dan

 

a. pendidikan akademik profesi tahap I;

 

penjelasan:

Yang dimaksud dengan “pendidikan akademik profesi tahap I” dalam ketentuan ini adalah pendidikan kedokteran tahap I yang akan menghasilkan lulusan dengan gelar Sarjana Kedokteran (SKed) atau Sarjana Kedokteran Gigi (SKG).

 

Perbaikan rumusan

 

3

b. program pendidikan profesi.

 

b. pendidikan akademik profesi tahap II;

 

penjelasan:

Yang dimaksud dengan “pendidikan akademik profesi tahap II” dalam ketentuan ini adalah pendidikan kedokteran setelah pendidikan tahap I yang diikuti oleh para sarjana kedokteran atau sarjana kedokteran gigi dalam rangka pemahiran profesi yang akan menghasilkan lulusan dengan gelar dokter Magister Kedokteran (dr.MKed) atau dokter gigi Magister Kedokteran Gigi (drg.MKG).

 

Perbaikan rumusan

 

 

 

c. pemandirian/internsip bagi dr.MKed;

 

penjelasan:

Yang dimaksud dengan “Pemandirian/internsip” adalah program pra registrasi berupa penempatan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan di bawah pembinaan dan supervisi organisasi profesi.

Penambahan substansi baru

 

 

 

d. pendidikan akademik profesi lanjutan; dan

 

penjelasan:

Yang dimaksud dengan “pendidikan akademik profesi lanjutan” dalam ketentuan ini adalah pendidikan spesialisasi bidang kedokteran.

Dokter spesialis berhak mengajukan disertasi dan memperoleh gelar doktor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Penambahan substansi baru

 

 

 

e. pendidikan akademik lanjutan

 

penjelasan:

Yang dimaksud dengan “pendidikan akademik lanjutan” dalam ketentuan ini meliputi pendidikan strata magister dan doktor bidang biomedik kesehatan masyarakat, manajemen kesehatan, humaniora, dan bidang lain yang serumpun.

 

Penambahan substansi baru

 

 

 

(2) Setiap dokter spesialis dapat memperdalam ilmunya melalui pelatihan subspesialis.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemandirian/internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

 

Penambahan substansi baru

 

(2) Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

 

Dihapus karena sudah terakomodir dalam DIM No. 121-123

 

 

a. dokter dan dokter gigi; dan

Dihapus karena sudah terakomodir dalam DIM No. 121-123

 

 

9

b. dokter spesialis dan dokter gigi spesialis.

Dihapus karena sudah terakomodir dalam DIM No. 121-123

 

 

 

Pasal 27

Program pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b dapat diselenggarakan oleh fakultas kedokteran yang dikelola swasta.

 

Pasal 27

Program pendidikan akademik profesi lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diselenggarakan oleh penyelenggara pendidikan kedokteran yang terakreditasi. dengan nilai tertinggi untuk program studi pendidikan kedokteran bekerja sama dengan kolegium kedokteran dan rumah sakit pendidikan

 

 

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “Penyelenggara pendidikan kedokteran” dalam ketentuan ini meliputi penyelenggara pendidikan kedokteran milik pemerintah maupun swasta

 

Perbaikan rumusan

 

 

Bagian Ketiga

Penjaminan Mutu

 

Penambahan substansi baru menjadi bagian ketiga dari BAB III penyelenggaraan sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah.

 

 

 

Pasal 27A

(1) Setiap penyelenggaraan pendidikan kedokteran wajib mengembangkan Sistem Penjaminan Mutu.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(2) Sistem Penjaminan Mutu dilakukan secara internal dan eksternal.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(3) Penjaminan mutu internal dilakukan melalui evaluasi diri, audit akademik yang dilakukan unit penjaminan mutu institusi bekerja sama dengan kolegium kedokteran atau kedokteran gigi.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(4) Penjaminan mutu eksternal dilakukan melalui akreditasi atau monitoring dan evaluasi.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(5) Akreditasi dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri yang diakui oleh pemerintah.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(6) Monitoring dan evaluasi pendidikan kedokteran dilakukan oleh badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan kedokteran.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem penjaminan mutu, diatur dengan peraturan Menteri.

 

Penambahan substansi baru

 

 

Bagian Kesepuluh

Penelitian dan Pengembangan di Bidang Kesehatan

 

Penambahan substansi baru menjadi bagian kesepuluh BAB III Penyelenggaraan sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah.

 

 

 

Pasal 27B

(1) Penyelenggara pendidikan kedokteran wajib melaksanakan penelitian kedokteran meliputi antara lain penelitian biomedik, klinis, epidemiologi, humaniora, dan kependidikan kedokteran.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(2) Penelitian kedokteran yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian harus mendapatkan persetujuan etik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(3) Penyelenggaraan penelitian kedokteran mengacu kepada Peraturan Perundangan yang berlaku.

 

Penambahan substansi baru

 

 

(4) Pemerintah memberikan bantuan untuk penyediaan sumber daya manusia dan sarana prasarana penelitian.

 

Penambahan substansi baru

Bagian Ketiga Kurikulum

1.

Bagian Ketiga

Kurikulum

Bagian Kesatu

Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, Standar Kompetensi Dokter/Dokter Gigi dan Kurikulum

Diubah menjadi bagian kesatu dari BAB III tentang penyelenggaraan pendidikan kedokteran sesuai dengan usulan sistematika DIM Pemerintah.

2.

Pasal 20

(1) Kurikulum disusun, dikembangkan, dan disahkan oleh suatu badan standarisasi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan Standar Kompetensi Dokter.

(1) Kurikulum pendidikan kedokteran/kedokteran gigi dikembangkan oleh penyelenggara pendidikan kedokteran/kedokteran gigi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

Perbaikan rumusan dengan menyesuaikan dengan undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yang mengatur bahwa standar pendidikan profesi dokter dan standar kompetensi dokter disusun oleh Kolegium dan disahkan oleh Konsil kedokteran.

(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diarahkan untuk menghasilkan dokter dalam rangka:

Penambahan substansi baru

a. pemenuhan pelayanan kesehatan secara umum;

Penambahan substansi baru

b. pemenuhan kebutuhan dokter di daerah tertentu; dan

Penambahan substansi baru

c. pemenuhan kebutuhan dokter peneliti dan pengembang ilmu.

Penjelasan:

Dalam mengembangkan kurikulum, penyelenggara pendidikan kedokteran dapat memilih salah satu “kriteria dokter” di atas sebagai kompetensi pokok (core competency) lulusannya, atau menyediakan ketiganya untuk dipilih oleh peserta didik.

Penambahan substansi baru

3.

(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Dihapus, karena disesuaikan dengan UU Sisdiknas

UU Sisidiknas pasal 29 (4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada Standar Pendidikan Profesi Dokter.

4.

Pasal 21

Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) paling sedikit meliputi prinsip metode ilmiah, ilmu kedokteran dasar, ilmu kedokteran klinik, ilmu humaniora kedokteran, ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran serta sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan Standar Kompetensi Dokter.

Pasal 21

Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 paling sedikit meliputi prinsip metode ilmiah, ilmu kedokteran dasar, ilmu kedokteran klinik, ilmu humaniora kedokteran, ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran serta sesuai dengan Standar Pendidikan kedokteran dan Standar kompetensi dokter dan dokter gigi.

Perbaikan rumusan

5.

Pasal 22

Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan muatan lokal, potensi daerah dan mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis.

Pasal 22

Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran, muatan lokal, potensi daerah dan mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan dokter, dokter spesialis dan dokter sub-spesialis

Perbaikan rumusan

6.

Pasal 23

(1) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) terdiri atas:

Tetap

Tetap

7.

a. pendidikan kedokteran; dan

Tetap

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “standar nasional pendidikan kedokteran” dalam ketentuan ini sama dengan standar pendidikan profesi dokter yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Tetap

8.

b. pendidikan dokter spesialis.

b. pendidikan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis

Perbaikan rumusan dengan menambah kata “dokter gigi spesialis”

9.

(2) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:

(2) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter dan dokter gigi, Rumah Sakit Pendidikan, wahana pendidikan lain, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

Perbaikan rumusan dengan menyatukan dengan DIM No. 97

10.

a. standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter, Rumah Sakit Pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;

Dihapus karena sudah dipindah ke DIM No 96.

11.

b. pengembangan kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan; dan

(3) standar nasional pendidikan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

Perbaikan rumusan dan diubah menjadi ayat (3)

12.

c. pengembangan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, pemantauan dan pelaporan pencapaiannya Pendidikan Kedokteran dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.

(4) pemantauan, pelaporan pencapaian, dan pengembangan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dilakukan dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.

Perbaikan rumusan dan diubah jadi ayat (4)

13.

(3) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

(5) Standar pendidikan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

Perbaikan rumusan dan diubah jadi ayat (5)

14.

a. standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter spesialis, Rumah Sakit Pendidikan, Pendidik, Tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan;

a. standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter spesialis dan sub-spesialis, Rumah Sakit Pendidikan, wahana pendidikan lainnya, Pendidik, Tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan spesialis dan sub spesialis;

Perbaikan rumusan dengan penyesuaian untuk residensi

15.

b. penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;

Dihapus

16.

c. standar kontrak kerja sama antara Rumah Sakit Pendidikan dengan mahasiswa pendidikan spesialis;

b. standar kontrak kerja antara Rumah Sakit Pendidikan dengan residen pendidikan spesialis dan fellow sub-spesialis.

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “Fellow” dalam ketentuan ini adalah peserta didik untuk program pendidikan kedokteran subspesialis

Standarisasi kontrak antara penyelenggara pendidikan kedokteran dengan rumah sakit pendidikan ditujukan untuk dapat memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran dapat berjalan dengan baik

17.

d. standar pola pemberian insentif untuk mahasiswa pendidikan spesialis atas kinerjanya sebagai pemberi pelayanan kesehatan;

c. standar pola pemberian insentif untuk residen pendidikan spesialis dan fellow sub-spesialis atas kinerjanya sebagai pemberi pelayanan kesehatan.

Standarisasi pola pemberian insentif bagi residen dan fellow ditujukan untuk memastikan adanya remunerasi yang tepat bagi pemberi pelayanan kesehatan.

18.

e. pengembangan kurikulum, Pendidik, Tenaga Kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan;

Tetap

Tetap

19.

f. pengembangan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, pemantauan dan pelaporan pencapaiannya Pendidikan Kedokteran dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.

Tetap

Tetap

Pasal 23A

Standar pendidikan dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Penjelasan:

Yang dimaksud dengan “Konsil Kedokteran Indonesia” dalam ketentuan ini adalah Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai praktik kedokteran.

Penambahan substansi baru dengan penyesuaian terhadap undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran

20.

Pasal 24

Standar Kompetensi Dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) paling sedikit memuat:

Tetap

Tetap

21.

a. etika, moral, medikolegal, profesionalisme, dan keselamatan pasien;

Tetap

Tetap

22.

b. komunikasi efektif;

Tetap

Tetap

23.

c. keterampilan klinis;

Tetap

Tetap

24.

d. landasan ilmiah ilmu kedokteran;

Tetap

Tetap

25.

e. pengelolaan masalah kesehatan;

Tetap

Tetap

26.

f. pengelolaan informasi; dan

Tetap

Tetap

27.

g. pengembangan wawasan dan pengembangan diri.

Tetap

Penjelasan Pasal 24

Pencapaian tingkat kedalaman standar kompetensi dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenjang pendidikan magister kedokteran.

Tetap

Pasal 24A

Standar kompetensi dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) paling sedikit memuat:

Penambahan substansi baru

a. profesionalisme;

Penambahan substansi baru

b. penguasaan ilmu pengetahuan kedokteran dan kedokteran gigi;

Penambahan substansi baru

c. pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik;

Penambahan substansi baru

d. pemulihan fungsi stomatognatik;

Penambahan substansi baru

e. kesehatan gigi dan mulut masyarakat; dan

Penambahan substansi baru

f. manajemen praktik kedokteran gigi.

Penambahan substansi baru

Pasal 24B

Penetapan dan perubahan standar kompetensi dokter atau dokter gigi disusun disusun oleh kolegium kedokteran atau kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan disahkan oleh KKI.

Penambahan substansi baru

28.

Pasal 25

Fakultas kedokteran wajib menerapkan kurikulum berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan Standar Kompetensi Dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).

Pasal 25

(1) Penyelenggara pendidikan kedokteran wajib menerapkan kurikulum berdasarkan Standar nasional pendidikan kedokteran dan standar kompetensi dokter/dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

Perbaikan rumusan

29.

(1) Fakultas kedokteran yang tidak menerapkan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:

(2) Program Studi Kedokteran dan Kedokteran Gigi yang tidak menerapkan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa:

Perbaikan rumusan

30.

a. peringatan tertulis;

Tetap

Tetap

31.

b. penutupan sementara; dan

Tetap

Tetap

32.

c. pencabutan izin.

Tetap

Tetap

Pasal 25A

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan dan evaluasi penerapan standar nasional pendidikan, kurikulum, dan standar kompetensi dokter/dokter gigi serta penindakan pelanggaran diatur oleh Menteri.

Perbaikan rumusan

Bagian Kedua Sumber Daya Manusia

table border="1" cellspacing="0" cellpadding="0" width="565" class="MsoNormalTable" style="margin-left: 0.25pt; border-collapse: collapse; border: medium none">

RUU PENDIDIKAN KEDOKTERAN USUL DPR

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH

KETERANGAN/ ALASAN PEMERINTAH

Bagian Kedua

Sumber Daya Manusia

Bagian Ketujuh

Sumber Daya Manusia

Diubah menjadi bagian ketujuh dari BAB II tentang Penyelenggara Pendidikan Kedokteran sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah.

Paragraf 1

Calon Mahasiswa Kedokteran

Bagian Keempat

Seleksi Penerimaan Calon Mahasiswa Kedokteran dan Residen

Diubah menjadi bagian keempat dari BAB III tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah.

Pasal 7

(1) Calon Mahasiswa Kedokteran harus lulus seleksi penerimaan dan tes psikometri.

Pasal 7

(1) Calon Mahasiswa Kedokteran harus lulus seleksi penerimaan.

Penjelasan ayat (1)

Yang dimaksud dengan seleksi penerimaan dalam ketentuan ini meliputi uji kognitif, tes bakat, dan kepribadian.

Perbaikan rumusan

(2) Seleksi penerimaan calon mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa kedokteran dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

(2) Seleksi penerimaan calon mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa kedokteran dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Perbaikan rumusan

(3) Seleksi penerimaan mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui jalur khusus.

(3) Seleksi penerimaan mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui jalur khusus.

Perbaikan rumusan

(4) Seleksi penerimaan calon mahasiswa kedokteran melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk menjamin penyebaran lulusan yang merata diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(4) Seleksi penerimaan calon mahasiswa kedokteran melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan beasiswa dan ikatan dinas yang ditujukan untuk menjamin penyebaran lulusan yang merata diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perbaikan rumusan karena penerimaan jalur khusus tidak menjamin penyebaran kecuali melalui program beasiswa atau ikatan dinas.

(5) ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) diatur oleh Menteri.

Penambahan substansi baru

Pasal 7A

Jumlah mahasiswa yang diterima harus sesuai dengan kapasitas yang dihitung berdasarkan jumlah dosen dan dosen klinik, jumlah dan variasi pasien, dan sarana dan prasarana pendidikan, dan pelayanan kesehatan komunitas.

Penambahan substansi baru

Ketentuan ini untuk mencegah penerimaan mahasiswa melebihi kapasitas yang ditujukan hanya untuk kepentingan finansial penyelenggara pendidikan kedokteran

Pasal 7B

Ketentuan lebih lanjut mengenai kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A diatur oleh Menteri.

Penambahan substansi baru

Pasal 7C

(1) Peserta PPDS atau PPDGS yang selanjutnya disebut residen merupakan dokter atau dokter gigi peserta pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi lanjutan atau spesialisasi yang telah:

Penambahan substansi baru

Ketentuan dalam pasal ini diperlukan oleh karena perbedaan persyaratan dan tata cara dibandingkan dengan penerimaan mahasiswa

a. memiliki surat tanda registrasi; dan

Penambahan substansi baru

b. lulus seleksi

Penambahan substansi baru

(2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip afirmatif dan kuota bagi peserta PPDS atau PPDGS asal daerah.

Penambahan substansi baru

Sesuai dengan komitmen untuk pemerataan kesempatan belajar dan pemerataan pelayanan kesehatan

Pasal 7D

(1) Setiap calon residen harus lulus seleksi calon penerimaan residen.

Penambahan substansi baru

(2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan adanya syarat pengalaman pelayanan klinis paling sedikit 1 (satu) tahun.

Penjelasan:

Jangka waktu 1 (satu) tahun hanya digunakan untuk memberi pelayanan kesehatan diluar proses administrasi.

Penambahan substansi baru

Syarat pengalaman klinis diperlukan untuk memasuki dunia pendidikan spesialisasi

(3) Calon residen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diutamakan yang pengalaman klinisnya dilaksanakan di puskesmas daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan terluar.

Penambahan substansi baru

Ketentuan ini mendukung komitmen pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar.

Pasal 8

(1) Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa kedokteran.

Pasal 8

(1) Warga negara asing dapat menjadi Mahasiswa Kedokteran dengan memperhatikan kuota yang ditetapkan oleh Menteri.

Penjelasan ayat (1)

Penetapan kuota bagi warga negara asing bertujuan untuk memperbesar peluang bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengikuti pendidikan kedokteran serta dalam rangka percepatan pemenuhan kebutuhan dokter.

Perbaikan rumusan

Mengingat kepentingan kebutuhan nasional, maka WNA harus diberi kuota maksimum, dan tidak menerima fasilitas subsidi dari pemerintah

(2) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar penuh dan tidak dapat menerima subsidi pendidikan kedokteran dari pemerintah Indonesia.

Penambahan substansi baru

(2) Warga negara asing yang menjadi mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan khusus yang ditetapkan oleh fakultas kedokteran.

(3) Warga negara asing yang menjadi mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan khusus yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan kedokteran.

Perbaikan rumusan

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai calon mahasiswa kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai warga negara asing sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Perbaikan rumusan dengan mengubah menjadi ayat (4)

Paragraf 2

Mahasiswa Kedokteran

Bagian Kelima

Mahasiswa Kedokteran Dan Residen

Diubah menjadi bagian kelima dari BAB III tentang penyelenggaraan pendidikan sesuai usulan sistematika DIM Pemerintah.

Pasal 10

Mahasiswa Kedokteran terdiri atas:

Dihapus karena penjenjangan pendidikan sudah terakomodir dalam usulan pemerintah mengenai pendidikan kedokteran pada DIM No. 119-122

a. mahasiswa kedokteran jenjang pendidikan akademis;

Konkordan dengan DIM No. 57

b. mahasiswa kedokteran jenjang pendidikan profesi; dan

Konkordan dengan DIM No. 57

c. mahasiswa kedokteran jenjang pendidikan profesi lanjutan atau spesialis.

Konkordan dengan DIM No. 57

Paragraf 3

Hak dan Kewajiban Mahasiswa

Paragraf 1

Hak dan Kewajiban Mahasiswa

Diubah menjadi paragraf 1 bagian kelima tentang Mahasiswa Kedokteran Dan Residen sesuai usul sistematika DIM Pemerintah

Pasal 11

(1) Setiap mahasiswa kedokteran berhak:

Tetap

Tetap

a. memperoleh pelindungan hukum dalam mengikuti proses belajar mengajar baik di fakultas kedokteran maupun di Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

a. memperoleh pelindungan hukum pada saat mengikuti kegiatan akademik profesional kedokteran baik penyelenggara pendidikan, rumah sakit pendidikan maupun di jejaring fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Perbaikan rumusan

b. memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan bagi Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan profesi lanjutan atau spesialis.

Dihapus karena pengaturan hanya ditujukan untuk mahasiswa kedokteran. Sejalan dengan ketentuan umum, mahasiswa kedokteran merupakan peserta didik pada pendidikan kedokteran tahap I dan tahap II bukan lanjutan (spesialisasi).

b. memperoleh hak cuti akademik dan jam pendidikan klinis yang tidak melebihi 48 jam dalam seminggu

Penambahan substansi

c. memperoleh asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, dan asuransi tanggung gugat dari penyelenggara pendidikan kedokteran; dan

Penambahan substansi

d. tidak mendapatkan kekerasan fisik dan psikologis selama mengikuti pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi

(2) Setiap Mahasiswa Kedokteran berkewajiban:

Tetap

Tetap

a. aktif mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan metode pembelajaran; dan

Tetap

Tetap

b. mengikuti seluruh rangkaian Pendidikan Kedokteran.

Tetap

Tetap

c. menjaga etika profesi dan etika rumah sakit serta disiplin praktik kedokteran;

Penambahan substansi

d. mengikuti tata tertib yang berlaku di lingkungan penyelenggara pendidikan kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan wahana pendidikan lainnya; dan

Penambahan substansi

e. menghormati hak pasien dan menjaga keselamatan pasien.

Penambahan substansi

Paragraf 2

Hak dan Kewajiban Residen

Penambahan substansi

Pasal 11A

(1) Setiap peserta PPDS atau PPDGS berhak:

Penambahan substansi

a. memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan;

Penambahan substansi

b. memperoleh hak cuti akademik dan jam pendidikan klinis yang tidak melebihi 48 jam dalam seminggu;

Penambahan substansi

c. peserta PPDS atau PPDGS jenjang pendidikan profesi lanjutan berhak memperoleh dana bantuan pendidikan dari pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;

Penambahan substansi

d. memperoleh asuransi kesehatan, kecelakaan kerja, dan asuransi tanggung gugat dari penyelenggara pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi; dan

Penambahan substansi

e. tidak mendapatkan kekerasan fisik dan psikologis selama mengikuti pendidikan kedokteran.

Penambahan substansi

(2) Setiap peserta PPDS atau PPDGS berkewajiban:

Penambahan substansi

a. aktif mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan metode pembelajaran.

Penambahan substansi

b. mengikuti seluruh rangkaian Pendidikan Kedokteran;

Penambahan substansi

c. menjaga etika profesi dan etika rumah sakit serta disiplin praktik kedokteran;

Penambahan substansi

d. mengikuti tata tertib yang berlaku di lingkungan penyelenggara pendidikan kedokteran rumah sakit pendidikan, dan wahana pendidikan lainnya; dan

Penambahan substansi

e. menghormati hak pasien dan menjaga keselamatan pasien.

Penambahan substansi

Paragraf 4

Pendidik

Paragraf 1

Pendidik

Diubah menjadi paragraf 1 dari bagian ketujuh tentang sumber daya manusia Bab II tentang Penyelenggara sesuai dengan usul sistematika DIM Pemerintah

Pasal 12

(1) Pendidik terdiri atas:

Tetap

Tetap

a. dosen; dan

Tetap

Penjelasan ayat (1) huruf a

Yang dimaksud dengan “dosen” dalam ketentuan ini adalah dosen sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai guru dan dosen.

Tetap

b. dokter pendidik klinis.

b. dosen klinis.

Penjelasan huruf b

Yang dimaksud dengan “dosen klinik” dalam ketentuan ini adalah dosen yang melakukan pendidikan klinik dan pelayanan klinik yang dapat berasal dari fakultas kedokteran/kedokteran gigi, rumah sakit pendidikan atau wahana pendidikan lainnya.

Perbaikan rumusan

(2) Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tetap

Penjelasan:

Bagi dosen yang bekerja di penyelenggara pendidikan kedokteran milik swasta, pengangkatan dan pemberhentian dilakukan oleh pejabat penyelenggara pendidikan kedokteran yang bersangkutan sesuai ketentuan.

Tetap

(3) Dosen klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang setelah memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:

Penambahan substansi baru

a. memiliki ijazah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;

Penambahan substansi baru

b. memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik klinik yang diperoleh dari penyelenggara pendidikan kedokteran/kedokteran gigi yang terakreditasi; dan

Penambahan substansi baru

c. memiliki surat tugas sebagai dokter di rumah sakit pendidikan.

Penambahan substansi baru

(3) Dokter pendidik klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berasal dari kementerian yang tugas dan tanggung jawabnya selain di bidang pendidikan nasional.

Dihapus

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dosen klinis diatur oleh Menteri.

Penambahan substansi baru

Pasal 13

(1) Dokter pendidik klinis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dapat diangkat menjadi dosen setelah memenuhi persyaratan dan melalui proses penyetaraan.

Dihapus karena istilah dokter pendidik klinis sudah menjadi dosen klinis dan statusnya sama antara dosen klinis yang berasal dari fakultas maupun rumah sakit pendidikan adalah sama.

(2) Dokter pendidik klinis yang sudah menjadi dosen, mempunyai hak dan kewajiban yang setara dengan dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a.

Dihapus, Konkordan dengan DIM No. 74

Pasal 13

(1) Dosen Klinis baik yang berasal dari penyelenggara pendidikan kedokteran maupun rumah sakit pendidikan mempunyai hak, kewajiban, dan jenjang karir profesi yang sama.

Penambahan rumusan menjadi ayat (1) Pasal 13

(3) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(2) Hak dosen klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sebagai berikut:

Perbaikan rumusan

a. memperoleh gaji dan tunjangan sebagai dosen klinis yang dibayarkan oleh institusi asal;

Perbaikan rumusan

b. memperoleh insentif kinerja atas pelayanan klinis dan pendidikan yang dilakukan; dan

Perbaikan rumusan

c. memiliki jenjang karir profesi dosen klinis yang terdiri atas lektor, profesor muda, profesor madya, dan profesor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perbaikan rumusan

Pasal 14

Dokter pendidik klinis yang sudah menjadi dosen wajib mengikuti sertifikasi sebagai dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Kewajiban dosen klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sebagai berikut:

Perbaikan rumusan

a. mengikuti sertifikasi dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Penambahan rumusan

b. mengembangkan kemampuan akademik dan profesi untuk meningkatkan kompetensi;

Penambahan rumusan

c. melaksanakan tugas pelayanan, pendidikan, dan penelitian; dan

Penambahan rumusan

d. melakukan kegiatan pengabdian masyarakat.

Penambahan rumusan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak, kewajiban, dan jenjang karir profesi diatur oleh Menteri.

Penambahan rumusan

Pasal 15

(1) Dokter pendidik klinis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan akademik untuk memenuhi kualifikasi doktor.

Dihapus karena sudah tertampung dalam DIM No. 76

(2) Dokter pendidik klinis yang telah memenuhi kualifikasi doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi guru besar.

Dihapus karena sudah tertampung dalam DIM No. 76

Pasal 16

(1) Pendidik harus mengembangkan kemampuan akademik dan profesi untuk meningkatkan kompetensi.

Dihapus karena sudah tertampung dalam kewajiban dosen klinis huruf b.

(2) Pengembangan kemampuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama antara fakultas kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan.

Pasal 16

Pengembangan kemampuan akademik dan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b menjadi tanggung jawab bersama antara penyelenggara pendidikan kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan.

Perbaikan rumusan dan diubah menjadi Pasal sendiri.

Pasal 17

Warga negara asing yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi akademis ilmu kedokteran dapat menjadi pendidik tamu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

Warga negara asing yang mempunyai kompetensi dan kualifikasi akademis dan profesi ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang masih langka dan/atau diperlukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kedokteran gigi dapat menjadi pendidik tamu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perbaikan rumusan

Disesuaikan dengan alasan kebutuhan dan mengacu kepada ketentuan peraturan yg telah ada

Paragraf 5

Tenaga Kependidikan

Paragraf 2

Tenaga Kependidikan

Diubah menjadi paragraf 2 dari bagian ketujuh tentang sumber daya manusia Bab II tentang Penyelenggara sesuai dengan usul sistematika DIM Pemerintah

Pasal 18

(1) Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibantu oleh Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di fakultas kedokteran atau kedokteran gigi dan rumah sakit pendidikan dibantu oleh Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perbaikan rumusan dengan mengacu kepada UU Sisdiknas

(2) Tenaga Kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri sipil dan/atau nonpegawai negeri sipil.

Dihapus karena tanpa disebutkan secara tegas pun tidak akan mengubah arti.

(3) Tenaga Kependidikan nonpegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan fakultas kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dihapus sudah terakomodir dalam DIM No. 84

Pasal 19

Tenaga Kependidikan bertugas membantu penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di fakultas kedokteran dan/atau Rumah Sakit Pendidikan.

Pasal 19

Tenaga Kependidikan bertugas membantu penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran di fakultas pendidikan kedokteran/kedokteran gigi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan dan fasiitas pelayanan kesehatan jejaringnya.

Perbaikan rumusan