Oleh : Abd. Halim,dr.,SpPD.,FINASIM.,S.H.,M.H.,M.M. Dr.(C)
BERDASAR Undangan Rapat Terbatas PB IDI dan Para Ketua Perhimpunan/Keseminatan yang diadakan tanggal 13 Oktober 2021 jam 19.30 WIB via zoom meeting, terungkap bahwa ada beberapa PDSp yang disurati kantor pajak karena ada tunggakan pajak yang belum dibayarkan oleh PDSp. Tulisan ini mencoba untuk mencari benang merah tentang masalah tersebut berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
DI dan PDSp Sebagai Orginisasi Profesi
Berdasarkan UU no 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran bahwa Organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Merupakan satu satu wadah berhimpun para dokter seindonesia.(pasal 1 Ayat 12). Dalam AD ART IDI tahun 2018 hasil muktamar IDI XXX di Samarinda Kaltim disebutkan pada Pasal 6 bahwa Sifat IDI adalah organisasi profesi dokter yang bersifat nasional, independen dan nirlaba.
Sedangkan pada Pasal 9 bahwa Status Ikatan Dokter Indonesia merupakan satu-satunya organisasi profesi kedokteran di Indonesia (ayat 1). Ikatan Dokter Indonesia berbadan hukum Perkumpulan (ayat 2).
Pasal 23 Keuangan Organisasi (1) Keuangan organisasi adalah dana yang dimiliki organisasi dan dimanfaatkan serta dipergunakan untuk kepentingan kegiatan organisasi. (2) Keuangan organisasi diperoleh dari : a. Iuran Anggota. b. Sumbangan yang sah dan tidak mengikat. c. Usaha-usaha lain yang sah. (3) Kepemilikan keuangan organisasi sebagaimana tersebut di atas, atas nama badan hukum Ikatan Dokter Indonesia.
Tentang Perhimpunan Dokter Spesialis (PDSp) dan Perhimpunan Keseminatan (PDSm) merupakan organisisasi sayap dari IDI dan harus selaras dan sesuai dengan AD ART IDI bukan merupakan OP tersendiri. Dan kenyataannya ada beberapa PDSp yang berbadan hukum sendiri dan terdaftar di Kemenkumham sebagai organisasi berbadan hukum dan punya NPWP badan hukum tersebut sehingga oleh pihak pajak dianggap sebgai Subjek Pajak dan wajib membayar pajak atas usaha orgnisasi tersebut.
Padahal kalua kita mencermati UU nomor 29 tahun 2004 dan AD ART IDI di pasal 9 dan pasal 28 ayat (4) Anggaran Dasar Perhimpunan dan Keseminatan harus menyesuaikan dengan Anggaran Dasar Ikatan Dokter Indonesia. (5) Perhimpunan dan Keseminatan yang belum menyesuaikan Anggaran Dasar Ikatan Dokter Indonesia diberikan waktu penyesuaian paling lambat sampai Kongres Perhimpunan dan Keseminatan yang bersangkutan berikutnya. Maka seyogyanya bahwa PDSp dan PDSm tidak perlu berbadan hukum sendiri tapi merupakan bagian dari IDI.
Perbedaan Ormas dan Perkumpulan
Ormas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Undang-Undang nomer Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Di sisi lain, perkumpulan, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan dan perubahannya, adalah badan yang merupakan kumpulan orang yang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.
Menurut buku “Badan Hukum” karangan Chidir Ali (hal. 119), kata perkumpulan atau perhimpunan ini berasal dari kata ‘vereniging’ yang merupakan bahasa Belanda. Dalam perkumpulan atau perhimpunan ini beberapa orang yang hendak mencapai suatu tujuan dalam bidang non-ekonomis (tidak mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerja sama yang bentuk dan caranya diletakkan dalam apa yang dinamakan “anggaran dasar” atau “reglemen” atau ”statuten”. Dalam Bahasa Indonesia kata perkumpulan sering juga disebut dengan banyak nama, diantaranya: perkumpulan, perhimpunan, perikatan, ikatan, persatuan, kesatuan, serikat dan lain-lain.
Ormas atau Organisasi Kemasyarakatan adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh masyarakat dengan sukarela atas dasar kesamaan kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan guna berpartisipasi dalam pembangunan negara.
Ragam ketentuan terkait ormas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 (UU 17/2013) tentang Organisasi Kemasyarakatan kemudian diperbarui oleh Perppu Nomor 2 Tahun 2017 dan menjadi UU NOMOR 16 TAHUN 2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
Pada UU 17/2013 pasal 4 ditegaskan bahwa ormas bersifat mandiri dan nirlaba. Pasal 10 (1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b. tidak berbadan hukum. Pasal 11 (1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. yayasan. (2) Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis anggota.
Dalam UU 17 tahun 2013 bahwa ormas berbadan hukum perkumpulan bisa membentuk wadah tempat berhimpun seperti PDSp dan PDSm di IDI seperti dijelaskan pada Pasal 14 (1) Dalam upaya mengoptimalkan peran dan fungsinya, Ormas dapat membentuk suatu wadah berhimpun. (2) Wadah berhimpun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus tunggal, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
Pasal 16 (1) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar. (2) Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi persyaratan: a. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART; b. program kerja; c. susunan pengurus; d. surat keterangan domisili; e. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas; f. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan g. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan
Namun, ormas tentunya membutuhkan dana dalam menjalankan kegiatan operasional dan menggapai tujuan. Pada pendanaan ormas, umumnya bersumber dari iuran anggota hibah dan bantuan dari masyarakat atau lembaga dalam negeri maupun asing, atau bersumber dari hasil usaha ormas itu sendiri seperti membangun badan usaha ormas, atau ormas yang terdaftar secara hukum dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Kementerian Dalam Negeri berhak mendapatkan dana bantuan dari APBN atau APBD.
Keuangan Ormas Menurut UU Ormas
Pasal 37 (1) Keuangan Ormas dapat bersumber dari: a. iuran anggota; b. bantuan/sumbangan masyarakat; c. hasil usaha Ormas; d. bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing; e. kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau f. anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah. (2) Keuangan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara transparan dan akuntabel. (3) Dalam hal melaksanakan pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ormas menggunakan rekening pada bank nasional.
Pasal 38 (1) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola dana dari iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, Ormas wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau ART.
(2) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Ormas wajib mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara berkala. (3) Sumber keuangan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lantas Apakah Penghasilan Ormas Dapat Dikenakan Pajak?
Ormas yang menjadi badan hukum diwajibkan mengelola keuangan secara transparan dan akuntabel, dan ikut dalam pencapaian tujuan negara. Lalu, bagi ormas non profit dapat dibebaskan dari pajak penghasilan namun tetap diwajibkan untuk membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama organisasi tersebut.
Ormas dapat menjadi wajib pajak apabila menerima penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan demikian, apabila penghasilan yang diterima bukanlah merupakan objek pajak, ormas tersebut dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh). Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak antara lain sumbangan, harta hibah, warisan, sisa lebih yang diterima nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan lain-lain.
Adapun jenis pajak yang dipungut dari penghasilan ormas. Sekedar informasi, organisasi non profit tetap diwajibkan untuk menaati withholding taxes atau pemotongan dan pemungutan pajak. Dengan demikian, setiap perhimpunan, paguyuban, persatuan, hingga ikatan atau asosiasi diwajibkan untuk memiliki NPWP atas nama organisasi tersebut.
Pada jenis pajak yang dimaksud yaitu PPh 21 dan PPh 23. Suatu penghasilan ormas dapat dikenakan atau dipungut PPh 21 apabila suatu ormas tersebut mendapatkan, menerima atau memperoleh penghasilan melalui sponsor yang kemudian pada penghasilan tersebut dibagi hasil kepada para anggota ormas. Pada bagi hasil tersebutlah yang akan dipotong PPh 21.
Sedangkan pada PPh 23, apabila suatu ormas menyewa suatu tempat atau lokasi guna menyelenggarakan kegiatan ormas tersebut, maka adanya kegiatan tersebut diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Pada peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2009, diterangkan bahwa sisa lebih yang diterima atau diperoleh nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan akan dikecualikan dari objek PPh.
Namun, badan atau lembaga nirlaba tersebut wajib memberitahu rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan kepada KPP tempat wajib pajak terdaftar. Sekiranya badan atau lembaga nirlaba dapat dikenakan pajak penghasilan apabila tidak menyampaikan pemberitahuan rencana fisik sederhana dan rencana biaya.
Penulis adalah Dokter Ahli Utama/Pembina Utama Madya
Wakil ketua komisi Etik dan Hukum RSDI Banjarbaru
Ceo dan owner KLINIK UTAMA HALIM MEDIKA
Candidat Doktor Ilmu Hukum UNISSULA
Mediator Non Hakim Bersertifikat MA dan CLA
Anggota Kongres Advokat Indonesia KAI dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia IPHI
Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI Cabang Kalsel. Anggata Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) dan Asosiasi Profesor Doktor Hukum Indonesia (APDHI)
Anggota Perhimpunan Profesi Mediator Indonesia (PPHI)
Ketua Harian Perkumpulan Profesional Hypnotherapy Indonesia (PPHI) Pusat
Ceo dan owner PT RADJAGO APLIKASI INDONESIA
COMMENTS