Pada Rabu, 30 Desember 2020, telah dilaksanakan zoom meeting yang diselenggarakan oleh Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan yang berjudul “Analisis Kemampuan Pelaksanaan FK Dalam Mengimplementasikan SNPPDI 2019”. Sesi ini dipandu oleh moderator Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD dengan pembicara dr. Ardi Findyartini, PhD, dr. Mora Claramita, MHPE, PhD, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, dan Prof. dr. Ratna Sitompul, SpM(K). Sebagai pembahas adalah Dr. dr. Dhanasari Vidiawati, MSc,CM-FM dan Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed, SpOG(K),PhD.
Sesi pertama disampaikan oleh Ardi tentang Dasar Pemikiran Awal Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia (SNPPDI) 2019. Melihat masalah kesehatan terjadi dari hulu ke hilir, diharapkan lulusan dokter bisa berkolaborasi, memimpin, dan menjadi anggota tim. Di dalam SNPPDI 2019 sudah ada rangkuman terhadap cita – cita dokter ini dengan literasi data, teknologi, dan manusia, serta memuat 9 area kompetensi. Ardi menyampaikan bahwa perlu dipertimbangkan kemampuan masing – masing institusi pendidikan dokter dalam melakukan transformasi pendidikan, dan pendidikan dokter (akademik-profesi) merupakan basic medical education yang terkait dengan pendidikan tahap lanjut. Ardi memberikan rekomendasi untuk perlu melakukan evaluasi menyeluruh tentang implementasi dan luaran kurikulum berdasarkan SKDI 2012. Unduh Materi
Paparan dr. Mora tentang Potret Pendidikan Dokter Indonesia diantara pendidikan dokter dunia. Di dalam SKDI 2012, tingkat kemampuan dokter yang harus dicapai adalah kompetensi 1 (mengenali dan menjelaskan) sampai kompetensi 4 (mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas). Hasil penelitian yang dilakukan Mora, bila dibandingkan dengan negara lain, hasil Pendidikan kedokteran di Indonesia sekarang masih kurang optimal, karena kemampuan 4 SKDI belum tercapai, kurikulum pembelajaran masih teacher-centered learning, dan masih didominasi summative assessment dengan kurangnya umpan balik konstruktif, ditambah lagi dengan waktu belajar yang sedikit. Unduh materi
Prof. Laksono melanjutkan dengan memaparkan faktor pencetus UU Pendidikan Kedokteran, antara lain Pendidikan dokter dan PPDS tidak jelas mekanisme pendanaannya, dan SPP dirasakan mahal. Laksono menjelaskan tentang peta pendidikan kedokteran, dari pendidikan akademik, profesi, sampai pensiun. Terjadi pro dan kontra untuk memasukkan lulusan dokter (profesi) dalam level 8. Tidak ada FK yang sanggup meluluskan dokter dalam KKNI 8, dan membutuhkan dosen yang sangat banyak dan sumber daya lain, sehingga diputuskan tidak memasukkan KKNI dalam UU Pendidikan Kedokteran. Timbul pertanyaan apakah jenjang KKNI 8 ini meningkatkan jumlah retaker.Unduh materi
Prof. Ratna memaparkan tentang kemampulaksanaan FK untuk implementasi SNPPDI 2019. Terdapat perubahan konsep pendidikan kedokteran yang sangat mendasar dari UU Nomor 20 Tahun 2013, antara lain program pendidikan profesi dalam bentuk internship, peningkatan kompetensi yang bermakna, menghilangkan uji Kompetensi dan belum memasukkan COVID-19 sebagai kompetensi. Konsekuensi perubahan ini adalah perubahan kurikulum, termasuk rekruitmen mahasiswa, proses pendidikan, evaluasi pendidikan, evaluasi dan akreditasi program Pendidikan. Hal ini merupakan beban berat bagi mahasiswa, staf pengajar, tenaga Pendidikan, dan pimpinan fakultas. Unduh materi
Dr. Dhanasari membahas tentang persebaran dokter yang belum merata di Indonesia. Walaupun sudah banyak fakultas kedokteran, namun banyak yang belum mencapai akreditasi baik. Penambahan kasus tingkat kompetensi 3 dan 4 tidak mudah untuk dicapai dan membutuhkan waktu. Prof. Ova menambahkan, merujuk pada WFME, disebutkan bahwa Pendidikan berbasis universitas adalah level basic, maka penambahan kompetensi diluar basic perlu diperhitungkan, dan institusi Pendidikan bervariasi kemampuannya. Perlu dipikirkan dampak tingkat retaker bila kompetensinya ditambah.
Prof. Ari Fahrial Syam menambahkan kita harus tahu kebutuhan Kemenkes sebagai stakeholder dan karena fakultas kedokteran yang bervariasi dengan tuntutan masyarakat yang bervariasi sehingga harus duduk Bersama untuk membahas dokter seperti apa yang dibutuhkan, yang mungkin tiap daerah akan berbeda kebutuhannya.
Dalam diskusi dibahas pertanyaan Prof Ahmad tentang pencetus SNPPDI 2019, Ardi menjawab bahwa awalnya sudah ada proses diskusi dengan forum dekan, dan Mora menambahkan bahwa tidak pernah ada disposisi membahas tentang SNPPDI untuk institusi UGM. Prof. Budu menambahkan bahwa KKI selalu mengadakan pertemuan yang melibatkan stakeholder untuk finalisasi SNPPDI 2019, terakhir di Kemenhumham untuk harmonisasi. Hal yang belum selesai adalah siapa yang akan mengesahkan, apakah KKI atau Kemenristekdikti.
Reporter: Srimurni Rarasati
COMMENTS