MKEK IDI Buat Fatwa Etik Dokter di Media Sosial

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia membuat fatwa etik dokter dalam beraktivitas media sosial. (LoboStudioHamburg/Pixabay)

Jakarta, — Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia membuat fatwa etik dokter dalam beraktivitas media sosial. Terdapat 13 poin aturan yang harus dipenuhi dokter dalam bermedia sosial.

Ketua MKEK IDI Pukovisa Prawiroharjo mengatakan, fatwa etik kedokteran ini bersifat mengikat seluruh sejawat dokter di Indonesia.

“Fatwa etik kedokteran ini mengikat seluruh dokter di Indonesia. MKEK berwenang melakukan klarifikasi terhadap suatu informasi dugaan pelanggaran etik, pembinaan, dan atau proses kemahkamahan pada dokter Indonesia yang tidak sesuai dengan isi fatwa,” kata Pukovisa dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/4).

Dalam fatwa etik tersebut, dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif dalam bersosial media. Kemudian dokter harus mengedepankan integritas, profesionalisme, kesantunan, dan etika profesi dalam aktivitasnya di media sosial. Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi juga akan diapresiasi.

Penggunaan media sosial oleh dokter untuk memberantas hoax terkait kesehatan atau kedokteran akan dianggap tindakan mulia. Namun dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat.

“Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi dokter atau kesehatan, apabila terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, dokter harus melaporkannya pada otoritas media sosial atau sesuai perundangan yang berlaku,” jelasnya.

Dalam poin lima, dokter diminta menghindari promosi diri berlebihan dan prakteknya, serta promosi produk dan jasa berlebihan. Aturan mengenai promosi sebelumnya telah dijelaskan SK MKEK Pusat IDI nomor 22 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing.

Selanjutnya, dokter juga harus memastikan keamanan sosial medianya ketika berkonsultasi dengan sesama dokter. Sebaiknya dokter memakai jalur pribadi atau personal chat saat berkonsultasi dengan sejawat dokter lainnya.

Pada penggunaan media sosial yang memuat gambar pasien, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku serta etika profesi kedokteran. Hal itu termasuk menutupi identitas pasien, rekam medis, privasi pasien dan keluarganya, serta privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan.

“Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas wajah dan nama dikaburkan,” kata Pukovisa.

Dokter juga diminta membuat akun media sosial terpisah antara akun edukasi dan akun pertemanan. Hal itu ditujukan supaya dokter bisa fokus pada tujuan edukasi. Bila akun yang digunakan yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran.

“Pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan terbatas pada dokter dan atau tenaga kesehatan, hendaknya menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter atau tenaga kesehatan,” ujarnya.

Pukovisa mengatakan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum dan perundangan yang berlaku hanya dalam media sosial pribadi dengan tujuan pertemanan. Maka dari itu, dokter perlu selektif memasukkan pasiennya dalam daftar pertemanan di media sosial.

Kemudian pada poin 12, dokter diperkenankan membalas dengan baik dan wajar pujian pasien atau masyarakat atas pelayanan medisnya di akun media sosial. Namun dokter sebaiknya tidak menyebarkan pujian yang ditujukan pada dirinya tersebut karena berpotensi dinilai sebagai tindakan memuji diri berlebihan.

Terakhir, dokter diminta selalu mengingatkan sejawat dalam beraktivitas sosial agar sesuai fatwa etik. Dokter juga mengingatkan sesama sejawat tidak di forum terbuka atau lewat sosial media, tapi langsung melalui jalur pribadi.

“Apabila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK,” pungkasnya.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210501120348-255-637301/mkek-idi-buat-fatwa-etik-dokter-di-media-sosial

COMMENTS