Di Balik Sistem Kesehatan Publik & Ekspor Dokter Ala Kuba

Auto Draft

Beberapa dokter dan profesional medis Kuba yang akan berangkat ke Italia untuk membantu mengatasi pandemi di negara itu berpose di depan media dengan foto Fidel Castro dan bendera Italia dan Kuba, di Havana, Kuba, Sabtu, 21 Maret 2020. AP / Ismael Francisco

Sejak 1959, Rezim Castro menerapkan sistem kesehatan masyarakat yang efektif dan berdimensi global. Tidak lepas dari masalah kesejahteraan dokter.

Pada 1959, Fidel Castro dan kawan-kawan revolusionernya berhasil menggulingkan rezim diktatorial Presiden Fulgencio Batista. Setelah itu, Castro membawa Kuba menjadi Marxis. Hal itu tampak dari beberapa kebijakan awal Pemerintahan Castro, seperti Reformasi Agraria.

Rezim Castro membatasi kepemilikan lahan maksimal 402 hektar per pemilik. Dia juga meredistribusi kepemilikan lahan itu. Hasilnya, sekitar dua ratus ribu petani mendapatkan surat kepemilikan lahan.

Contoh lain adalah kebijakannya di bidang kesehatan publik Kuba. Castro memasukkan fasilitas kesehatan—juga pendidikan—ke dalam daftar hak-hak asasi yang bersifat universal. Pemerintah Kuba juga memberi prioritas investasi yang diperlukan untuk menjamin rakyatnya dapat mengakses kedua hal itu.

Meski begitu, kebijakan itu sempat terganjal masalah pembelotan ribuan dokter usai kejatuhan Batista. Untuk menggantikan posisi para dokter yang membelot itu, Castro pun bikin program pendidikan dan pelatihan dokter baru. Program itu juga didukung dengan pembuatan kurikulum pendidikan kesehatan pada 1963. Kurikulum ini menegaskan bahwa negara memprioritaskan penyediaan akses kesehatan gratis bagi warganya.

Kebijakan kesehatan Kuba juga berdimensi global. Pada 1960, Kuba mencetuskan program Medical Internationalism (MI). Pemerintah Kuba menyiapkan kelompok-kelompok tenaga kesehatan spesialis keadaan darurat yang dikirim untuk membantu negara lain.

Misalnya, Kuba mengirim kelompok ini ketika Chile diguncang gempa bumi besar. Pada awal 1960-an, ketika rakyat Algeria berjuang melawan kolonialisme Perancis, Castro juga mengirim kelompok dokter Kuba ke negeri itu. Pengiriman tenaga kesehatan itu adalah bentuk diplomasi kesehatan yang kemudian membuahkan hubungan baik di antara kedua negara.

Tidak hanya itu, Kuba juga membuka pintu bagi para mahasiswa kedokteran dari negara-negara Afrika dan kawasan Karibia yang baru merdeka.

Sistem Kesehatan Masyarakat Kuba

Pada era Castro, Pemerintah Kuba membangun sistem pendidikan medis yang terintegrasi dengan sistem kesehatan masyarakat. Salah satu wujud integrasi itu adalah penerjunan para dokter ke pusat-pusat komunitas dan poliklinik untuk memberi pendidikan kesehatan kepada masyarakat umum.

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat dari pola program kesehatan berbasis komunitas ini. Pertama, pendidikan kesehatan jadi lebih personal dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masyarakat di suatu kawasan.

Kedua, sistem ini terbuka bagi semua penduduk muda yang ingin menjadi tenaga kesehatan atau sekedar tertarik pada dunia kesehatan. Mereka sama-sama mendapatkan pendidikan lapangan dari klinik komunitas.

Pelayanan kesehatan berbasis komunitas itu juga sangat efektif sebagai langkah pencegahan. Pemerintah Kuba sadar, biaya pencegahan penyakit nisbi jauh lebih murah ketimbang biaya pengobatan. Salah satu bentuk kebijakan preventif itu adalah penyediaan fasilitas kesehatan berbasis komunitas bagi ibu hamil.

Terkait program itu, Linda M. Whiteford dan Laurence G, Branch dalam Primary Health Care in Cuba: The Other Revolution (2009, hlm. 9) menulis, “Kuba menyediakan akses universal yang gratis terhadap perawatan medis. Ini berhasil menurunkan tingkat kelahiran bayi dengan gizi buruk. Pemerintah Kuba memberi perhatian dan perawatan pada ibu-ibu hamil sehingga secara langsung juga menurunkan tingkat kematian dalam proses kehamilan.”

Sejalan dengan itu Pemerintah Kuba juga memperhatikan kesehatan anak dan balita dengan menggalakkan kampanye imunisasi besar-besaran. Hingga akhir 1990-an, Kuba dikenal sebagai salah satu negara dengan jenis vaksin terbanyak. Setidaknya, ada yaitu 12 jenis vaksin yang disediakan Pemerintah Kuba untuk warganya. Seluruhnya pun bisa didapat secara gratis.

Jika dibedah, terdapat sembilan “resep” yang membuat sistem kesehatan Kuba kuat. Pertama, memberantas korupsi di semua lini bidang kesehatan. Kedua, mengutamakan pengembangan modal sosial dalam masyarakat. Ketiga, konsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan.

Keempat, berkomitmen pada pengembangan sistem epidemiologi dan analisis data. Kelima, menciptakan sistem kesehatan yang integral dan multidisiplin. Lalu, membangun sistem pelayanan kesehatan yang setara, berkualitas, partisipatoris, dan berkelanjutan.

Untuk menunjang sistem kesehatannya, Pemerintah Kuba membangun pula Escuela Latinoamericana de Medicina yang digadang-gadang sebagai universitas kedokteran terbesar di dunia. Universitas ini menawarkan beasiswa bagi calon dokter dari seluruh dunia, terutama yang berasal dari negara-negara dunia ketiga.

Sementara itu, langkah preventif untuk pencegahan penyakit dilakukan dengan riset masif di bidang industri biologis. Dari riset-riset itulah dokter-dokter Kuba berhasil mengembangkan vaksin demam berdarah dan meningitis. Inovasi lain yang dihasilkan adalah pengembangan obat-obatan penunjang untuk merawat penderita AIDS dan hepatitis.


sumber: https://tirto.id/di-balik-sistem-kesehatan-publik-ekspor-dokter-ala-kuba-gabM

COMMENTS