Reportase Forum Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Posisi Organisasi dan Asosiasi dalam Pendidikan Kedokteran

Jumat, 12 November 2021 – Telah dilaksanakan webinar Forum Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan dengan tema “Posisi Organisasi Dan Asosiasi Dalam Pendidikan Kedokteran”.

Pembicara pada acara ini adalah Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc, Dr. Harryadin Mahardika, SE, MM, PhD, Prof. Dr. Med. dr. Akmal Taher, SpU(K), PhD, Prof. Dr. dr. Herkutanto, SpF(K), SH, LLM, FACLM dengan penanggap Putra Nababa, Dr. dr. Judilherry Justam, MM, ME, dr. Erfen Gustiawan Suwangto, SpKKLP, SH, MHKes dan yang tidak hadir sebagai penanggap dr. Daeng M Faqih, SH, MH (Ketua Umum PB IDI). Moderator diskusi ini adalah: Dr.dr. Darwito, SH, SpB(K)Onk dan Prof. dr. Mora Claramita, MHPE, PhD, SpKKLP.

Acara dibuka oleh Prof. Dr. M. Ahmad Djojosugito, dr. Sp.OT(K), MHA, MBA (Ketua Forum Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan, yang juga Dekan Universitas Pendidikan Ganesha Bali). Pendidikan kedokteran didasari oleh Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Ada 3 pilar dalam pendidikan kedokteran yaitu kolegium, RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran; dimana ketiganya diatur kebijakan dan regulasinya oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan. Kolegium mempunyai peran dalam penentuan standarisasi, Fakultas Kedokteran berperan sebagai pelaksana penyelenggara pendidikan dan penelitian yang berbasis pada pelayanan, RS Pendidikan berperan menyiapkan dan melaksanakan man material money method semua jenis pelayanan yang diterapkan Fakultas Kedokteran. Ada 3 organisasi IDI (kumpulan para dokter), ARSPI (perkumpulan asosiasi institusi pelayanan) dan AIPKI (perkumpulan asosiasi institusi Pendidikan dan Penelitian) yang bersanding dalam pendidikan kedokteran tersebut.

Prof. Herkutanto menyampaikan sejarah dan perbandingan organisasi profesi dan asosiasi kedokteran di berbagai negara (termasuk di Indonesia) dan dampaknya. Definisi dan perbedaan antara kolegium dan asosiasi, serta perlunya proteksi kualitas dan kompetensi profesi pada pelaku keprofesian disampaikannya secara garis besar. Pendidikan akademik di Indonesia membutuhkan waktu selama 5 tahun, internship 1 tahun, pendidikan spesialis 3-5 tahun; sehingga total untuk menjadi praktisi kedokteran dibutuhkan waktu 9 – 11 tahun. Praktik kedokteran bukan hak tetapi privilege (clinical privilege) yang diberikan oleh KKI dan fasyankes. Kolegium adalah kelompok mitra bestari, yang mempunyai peran memberikan pengakuan (recognition) pada orang yang memenuhi syarat sebagai anggota kelompok profesi. Kolegium menempati posisi sentral dalam profesi kedokteran. Induk seorang spesialis adalah kolegium. Kolegium haruslah akuntabel pada masyarakat dan bertanggung jawab pada negara. Sedang asosiasi profesi bertugas memperjuankan kesejahteraan anggota.

Di awal sesi, Prof Akmal menyampaikan ciri-ciri profesi di kedokteran adalah suatu pekerjaan yang mengatur dirinya sendiri melalui sistematika yang dibutuhkan, dan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat. Kolegium dengan otonomi yang cukup besar (seharusnya) masih berada di bawah otoritas yang lain. Apakah hal ini diketahui dengan baik dan dikehendaki oleh pemerintah Indonesia? Perlu menjadi bahan pertimbangan akan akibat yang ditimbulkan mengingat inovasi pendidikan akan terkendala dengan otoritas yang berada di atasnya. Prof Akmal mengajak untuk menemukan kembali jati diri kolegium, dengan menyampaikan: siapapun yang menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran harus menjunjung tinggi nilai altruism dan trust.

Prof Yusril menyampaikan dengan tegas bahwa belum ada regulasi berkait UU Profesi Kedokteran. Penyelenggara Pendidikan Kedokteran adalah Fakultas Kedokteran. Organisasi Profesi sebatas memberikan masukan (sumbangsih dan saran).

Dr Harryadin menyampaikan definisi dan kondisi yang ideal sebagai good corporate governance dalam organsasi dan asosiasi pendidikan kedokteran, yaitu dengan dihilangkannya conflict of interest dan ditingkatkannya akuntabilitas. Contoh potensi pelanggaran berdasar UU No. 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan adalah Dewan Pertimbangan IDI mempunyai fungsi sebagai Pengawas Internal Organisasi padahal Dewan Pertimbangan tersebut dibentuk oleh Ketua PB IDI. Conflict of Interestnya adalah Dewan Pertimbangan menjadi tidak independent terhadap Ketua PB IDI (tidak mengawasi PB IDI secara efektif). Perbedaan pandangan berkait posisi organisasi dalam pendidikan kedokteran perlu mengajukan deregulasi ke pemerintah selaku pemberi mandat.

Anggota DPR RI Komisi X, Putra Nababan, menegaskan bahwa peran kolegium dan organisasi profesi kedokteran harus benar-benar dibatasi supaya tidak menjadi organisasi yang superbody. Negara harus hadir dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, melalui Kemendikbudristek dan Kemenkes. Sangat disayangkan peran pemerintah dihilangkan dalam urusan pembinaan dan penyelenggaran pendidikan kedokteran dalam RUU Pendidikan Kedokteran. Jika benar peran pemerintah dihilangkan atau diperkecil dalam pendidikan kedokteran, kemungkinan akan diusulkan Pansus Dikdok dibentuk untuk pembahasan yang lebih komprehensif.

MKKI, Ketua MKEK dan Ketua MPPK; dimana secara bersama-sama melaksanakan kepemimpinan kolektif komprehensif dan terdapat check and balances. Namun pada tahun 2015 MKEK MKKI dan MPPK direduksi menjadi subordinate IDI, dimana kewenangannya turun menjadi sekedar pengusul. Dr Judil mengkritisi UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang disinyalir memberi peluang abuse of power dari organisasi profesi. Hal ini bisa dilihat dari penetapan pasal (pasal 1, 14, 28, 38, 59, 60) dan keetisan berita yang termuat dalam majalah tempo berkait RUU Pendidikan Kedokteran (masih dalam fase penyusunan DIM oleh pemerintah).

dr. Erfen menyampaikan sebaiknya antara kolegium dan atau asosiasi duduk bersama dan berbagi peran dan tugas agar tidak terjadi overlapping. Agar Pendidikan Kedokteran menjadi lebih baik kolegium tidak dibawah (underbow) dari asosiasi / organisasi profesi.

Diskusi ditutup dengan harapan kebijakan regulasi yang menyelaraskan antara Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan adalah sebagai peluang sebagai suatu hal yang saling melengkapi. Hal ini akan terus dipantau, dan akan dibahas pada diskusi selanjutnya

Video rekaman selengkapnya dapat dilihat di laman http://ugm.id/WebinarSeriesPemerhati2


Pembawa Acara Webinar dan Reporter:
dr. Valentina NFK MHKes 0858-76-6666-76
doktervalentina@gmai

COMMENTS