Sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia menempuh jalan berbeda menyikapi ‘lampu hijau’ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang membolehkan kuliah tatap muka dengan syarat tertentu.
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, misalnya, sudah menggelar kuliah tatap muka mulai Rabu (07/04), tetapi perguruan tinggi negeri (PTN) seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), serta Institut Teknologi Bandung (ITB) “belum melakukannya” dengan berbagai alasan.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendibud mengumumkan institusi pendidikan dan sekolah bisa melakukan pembelajaran tatap muka “secara terbatas” pada tahun ajaran baru mendatang yang dimulai Juli 2021.
Perguruan tinggi dibolehkan menggelar kuliah tatap muka dengan syarat, antara lain, tenaga pendidiknya (dosen) sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19.
Syarat penting lainnya, metode pembelajaran tatap muka (PTM) harus dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Kebijakan pemerintah membuka kembali PTM lantaran berbagai kekurangan yang dirasakan dunia pendidikan dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Walaupun ada yang menyambut positif langkah pemerintah ini, sejumlah epidemiolog mengingatkan PTM beresiko meningkatkan penularan Covid-19 lantaran tingkat positif di Indonesia masih berada di angka sekitar 13%.
Sampai Selasa (06/04), kasus virus corona di Indonesia tercatat mengalami peningkatan, baik dari jumlah kasus, sembuh, maupun yang meninggal dunia.
Dilaporkan jumlah kasus positif bertambah sebanyak 4.549 orang sehingga jumlahnya menjadi 1.542.516 orang.
Pasien yang meninggal dunia karena infeksi Covid-19 bertambah sebanyak 162 orang, maka jumlah pasien yang meninggal dunia jumlahnya menjadi 41.977 orang, Selasa (06/04).
Bagaimana UNS ‘menjamin’ kuliah tatap muka tidak menaikkan penularan?
Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jamal Wiwoho, mengatakan agar kegiatan kuliah tatap muka tidak menjadi klaster penularan covid-19, pihaknya menyertainya dengan sejumlah persyaratan.
Salah-satu kriteria adalah mahasiswa yang ikut kuliah tatap muka “harus mendapat izin dari orangtua” dan “mahasiswa juga harus menyertakan hasil swab antigen”.
“Mahasiswa harus mendapatkan izin dari orang tua bahwa mahasiswa menginginkan untuk itu [kuliah tatap muka].
“Semua mahasiswa yang masuk sini harus menunjukan bahwa dia sehat dengan menunjukkan hasil swab,” kata Jamal Wiwoho, seperti dilaporkan wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Uji coba tiga fakultas, apa dasar pertimbangannya?
Syarat lainnya, kegiatan kuliah tatap muka dilaksanakan secara bertahap, yakni hanya tiga fakultas, yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Keolahragaan.
Tiga fakultas ini dipilih lantaran letak gedung perkuliahannya “saling berjauhan sehingga bisa meminimalisir terjadinya kerumunan”.
“Hari ini kita coba untuk tiga fakultas dulu. Kita atur jarak dengan pertimbangan jarak antara fakultas hukum dengan fakultas kedokteran jauh, apalagi dengan FKOR (fakultas keolahragaan) cukup jauh karena di Manahan,” ujarnya.
Mahasiswa yang mengikuti kuliah tatap muka “juga masih terbatas, hanya mahasiswa angkatan 2020,” kata Jamal Widodo. Tidak menutup kemungkinan nantinya akan ditambah.
Jika uji coba ini berjalan baik, menurutnya, nantinya ditambah lagi dengan semester empat dan semester enam dan seterusnya.
Silakan mahasiswa memilih: kuliah tatap muka atau jarak jauh
Namun demikian, Jamal menekankan, kuliah tatap muka di UNS bukan “merupakan kewajiban bagi mahasiswa untuk mengikutinya”. Pihaknya juga akan tetap memfasilitasi mahasiswa yang memilih kuliah daring.
Dalam uji coba kuliah tatap muka ini, pihaknya mensyaratkan ruang kelas maksimal sebanyak 25 mahasiswa.
Berapa jumlah dosen UNS yang sudah vaksin?
Dosen yang mengajar untuk kegiatan kuliah tatap muka diutamakan dosen yang sudah mendapatkan vaksin covid-19.
Jumlah dosen di UNS yang sudah divaksin sekitar 600 orang dari jumlah total 1.700 dosen.
“Kita sudah mengajukan 1.700 plus 18.00 {dosen], tapi karena keterbatasan vaksin yang ada, maka baru sekitar 600 orang yang sudah divaksin.
“Itu pun kita utamakan yang pimpinan, baik rektor, wakil rektor, dekan maupun kaprodi. Kemudian semua (dosen) yang diatas 60 tahun itu sudah ,” ujarnya.
Bagaimana respons mahasiswa UNS yang ikut kuliah tatap muka?
Satu per satu mahasiswa yang akan masuk ke gedung Fakultas Hukum UNS mencuci tangan dan mengfikuti pengecekan suhu badan.
Jika tidak mengikuti prosedur protokol kesehatan itu, petugas kampus akan langsung menegurnya, seperti dilaporkan wartawan di Solo, Fajar Sodiq, untuk BBC News Indonesia, Rabu (07/04).
Ketika masuk ruang kelas, mereka kemudian menempati kursi masing-masing dengan ada jarak tertentu. Mereka juga mengenakan masker – hal serupa juga dilakukan para dosen yang mengajar.
“Saya merasa selama kuliah daring tidak efektif,” kata mahasiswa FH, Nur Afifah Siti Aisyah.
Mahasiswa angkatan 2020 ini mengaku baru pertama kali kuliah tatap muka. “Tadi saja nyasar, nyari [ruang kuliah], karena ini pertama kalinya ke fakultas hukum,” ujarnya.
“Harapannya pandemi ini segerai usai dan saya ingin merasakan kuliah secara langsung,” kata Afifah. “… Gimana sih kuliah ketika keadaan biasa.”
Pengalaman serupa juga dirasakan Dihya Khalifa, mahasiswa jurusan psikologi UNS.
“Acara luring ini menarik sekali, karena sebelumnya benar-benar daring dan enggak pernah ketemu sama teman-teman dan dosen,” katanya.
Dia mengaku sudah memenuhi persyaratan yang digariskan pihak kampus, sehingga hal itu membuatnya merasa aman dan nyaman kuliah tatap muka.
Dosen UNS: ‘Sebenarnya, kalau dibilang khawatir, tetap ada…’
Secara terpisah salah satu dosen Fakultas Keolahragaan UNS, Dhedy Winata mengaku masih sedikit khawatir dengan pelaksanaan kuliah tatap muka itu.
Hanya saja rasa kekhawatiran itu sedikit teratasi lantaran mahasiswa yang mengikuti kuliah tatap muka wajib menyertakan hasil swab untuk menandakan tidak sedang terpapar cpositif covid-19 saat mengikuti kuliah tersebut.
“Sebenarnnya kalau dibilang khawatir tetap ada, namun secara administrasi kan sudah diminta menunjukkan surat keterangan hasil swab antigen ataupun PCR sehingga mereka sudah siap untuk kuliah tatap muka,” ujarnya.
Meskipun sudah mendapatkan suntikan vaksin, namun Dhedy tetap berhati-hati dan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat ketika bertemu dengan mahasiwa di ruang kelas.
“Dosen-dosen yang ada di UNS kan sudah divaksin. Artinya dengan vaksin itu bisa untuk mencegah dan mengurangi (tertular),” kata Dhedy kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, untuk BBC News Indonesia.
Mengapa UGM dan UI ‘belum menggelar kuliah luring’?
Universitas Gadjah Mada (UGM) dilaporkan berencana membuka kegiatan pembelajaran tatap muka pada Agustus nanti, namun itu pun “terbatas” pada mahasiswa di sekitar DIY dan Jateng.
Syarat lainnya, para mahasiswa itu harus mendapat izin dari orang tuanya dan secara periodik mereka diperiksa kesehatannnya apakah bebas Covid-19 atau tidak.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UGM, Djagal Wiseso mengatakan, pihaknya tetap mempertimbangkan “jumlah kasus COVID-19, terutama paska lebaran Idul Fitri”.
Jika sebaran kasus COVID-19 di Indonesia kondusif atau bisa tertangani dengan baik akan dilaksanakan di bulan Agustus, kata Djagal Wiseso.
“Namun bila kasus positif meningkat, pelaksanaan kegiatan kuliah tatap muka akan diundur Oktober atau November,” kata Djagal, Kamis (25/03).
Sementara, Universitas Indonesia menyatakan akan mengikuti arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk menyelenggarakan kembali perkuliahan secara tatap muka.
“Tentunya dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang ada di kampus kami,” kata Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI Abdul Haris, seperti dikutip Kompas.com, Rabu (31/03).
“Seperti penyusunan jadwal perkuliahan, pengaturan kapasitas ruang kelas, laboratorium, dan asrama, serta memonitor berbagai aktivitas dosen dan mahasiswa,” tambahnya.
Menurutnya, pihaknya masih memiliki banyak waktu seandainya mulai semester depan perkuliahan kembali digelar secara tatap muka.
“Yang pasti kami ingin menjaga kesehatan dan keselamatan seluruh civitas akademika selama berkegiatan di kampus,” kata dia.
COMMENTS