Dokter puskesmas dituntut mampu deteksi dini berbagai penyakit

Category: Berita Nasional Written by Super User Hits: 4056

Dokter puskesmas dituntut mampu deteksi dini berbagai penyakit

Jakarta  - Para dokter yang mengabdi di pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas dan klinik dituntut mampu mendeteksi dini berbagai penyakit yang dikeluhkan masyarakat, bahkan untuk level asma ataupun penyakit saluran pernafasan lainnya sekalipun.
 
Dengan begitu,  angka rujukan pasien di pelayanan kesehatan sekunder tak akan membludak seperti saat ini, menurut dr. Dhanasari Vidiawati Trisna S, Msc., dari divisi kedokteran keluarga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

"Pasien layanan kesehatan primer yang dirujuk ke pelayanan sekunder angkanya besar. Ini karena dokter-dokter di pelayanan kesehatan primer tidak melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan di layanan primer. Mereka tidak percaya diri dengan kemampuannya," ujar dia di Jakarta, Jumat.

Dia mengungkapkan, saat ini rujukan dari layanan kesehatan primer ke layanan sekunder mencapai lebih dari 45 persen. Padahal, 90 persen penyakit di masyarakat seharusnya bisa ditangani dokter di layanan primer.

Menurut Dhana, rasa tidak percaya diri para dokter biasanya disebabkan kurangnya pengalaman mereka menangani berbagai kasus, atau tak cukup mendapatkan keterampilan selama duduk di bangku pendidikan kedokteran.

Hal senada disampaikan, Ketua divisi kedokteran keluarga FKUI, dr. Herqutanto, MPH. Dia mengatakan, selain karena kurangnya pengalaman, terbatasnya alat-alat kedokteran di tempat praktek turut menjadi penyebab masih banyaknya pasien yang tak tertangani di layanan primer.

"Kalau alat-alat (kedokteran) lengkap, dia (dokter puskesmas) akan bisa menangani kasus lebih jauh. Masalah lainnya ialah ketersediaan obat dan saranan transportasi yang kadang terbatas," kata dia dalam kesempatan yang sama.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam hal ini ialah mengupayakan dokter pendidikan dasar menempuh jenjang karier sebagai Dokter Layanan Primer (DLP). Jenjang karier ini setara dengan spesialis.

Perbedaan mendasar antara pola pendidikan dokter spesialis dan DLP terletak pada basis pendidikannya. Jika pendidikan spesialis berbasis universitas, DLP berbasis di tempat kerja.

"DLP diharapkan mampu menurunkan angka rujukan ke layanan sekunder bisa turun hingga 80 persen," kata Dhana.

sumber: antaranews