Ahli Pemerintah : Dokter Layanan Primer Dapat Tingkatkan Layanan Kesehatan Masyarakat

Sidang Perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) Pendidikan Kedokteran yang dimohonkan Pengurus Pusat Himpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) kembali digelar dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari Pemerintah, Selasa (3/2) di Ruang Sidang Pleno MK. Kali ini Pemerintah menghadirkan Budi Sampurna selaku Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan Gandes Retno Rahayu selaku Dosen FK UGM. Keduanya menjelaskan pentingnya kehadiran DLP untuk meningkatkan layanan kesehatan bagi rakyat Indonesia.

Sebagai pihak yang pernah terlibat dalam penyusunan UU Pendidikan Kedokteran, Sampurna menjelaskan UU a quo tidak menghilangkan profesi dokter maupun menghilangkan kewenangan profesi dokter. Terkait dengan dokter layanan primer (DLP), Sampurna memastikan UU Pendidikan Kedokteran tidak mewajibkan semua dokter menjadi DLP. “Tidak ada kewajiban-kewajiban tadi dan jelas DLP itu ditujukan untuk meningkatkan martabat dokter yang bekerja di FKTP ( Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dengan meningkatkan kompetensinya sehingga disetarakan dengan dokter spesialis. Ini adalah merupakan penghargaan pada dokter-dokter yang memberikan layanan primer,” jelas Sampurna.

Selain itu, lanjut Sampurna, DLP juga digunakan sebagai alternatif jenjang karier bagi profesi dokter. Dengan adanya norma yang mengatur tentang DLP, Sampurna mengatakan profesi dokter bisa berkarier menjadi pendidik, menjadi DLP, spesialis di rumah sakit, atau menjadi peneliti/pengembang ilmu pengetahuan.

Terkait dengan dalil Pemohon mengenai dualisme lembaga yang melakukan uji kompetensi bagi dokter, Sampurna menjelaskan Pasal 36 UU Pendidikan Kedokteran menyatakan untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter dan dokter gigi. Mahasiswa yang lulus uji kompetensi akan memperoleh sertifikat profesi. Uji kompetensi tersebut dilaksanakan oleh fakultas kedokteran dan fakultas kedokteran gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedoktaran atau fakultas kedoktaran gigi sekaligus berkoordinasi dengan organisasi profesi.

“Kesimpulannya, Bapak Ketua Majelis, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Hakim Yang Mulia, ketentuan DLP dan uji kompetensi pada Undang-Undang Pendidikan Kedokteran sebetulnya sudah sejalan, selaras, dan tidak tumpang-tindiih dengan peraturan perundang-undangan yang lain. DLP dan uji kompetensi merupakan kebutuhan yang tidak terelakkan untuk menghasilkan sumber daya manusia untuk pelayanan kesehatan yang profesional. Sehingga terakhir, ketentuan DLP dan uji kompetensi dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran melindungi masyarakat dengan pelayanan oleh dokter yang berkualitas terstandar,” tutup Sampurna.

Sementara itu Dosen FK UGM, Gandes Retno Rahayu menambahkan terdapat empat prinsip dasar dalam pelaksanaan uji kompetensi, yaitu adanya standar kompetensi, memakai beberapa metode uji, memakai acuan baku, dan adanya jaminan mutu. Melihat banyaknya variasi di setiap FK dari Sabang sampai Merauke yang menyangkut kuantitas maupun kualitas, maka diperlukanlah uji kompetensi dengan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dengan adanya uji kompetensi yang demikian maka maka dapat mengukur hasil proses pendidikan dari berbagai institusi pendidikan dengan kualitas input dan proses yang bervariasi menggunakan ukuran yang sama sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.

Lebih lanjut, Gandes mengatakan uji kompetensi mampu menyaring dokter yang kompeten maupun yang belum kompeten. Selain itu, dengan adanya uji kompetensi kualitas pelayanan terstandar untuk masyarakat dapat ditingkatkan sesuai amanat Konstitusi. Uji kompetensi juga dapat memproteksi dokter asing yang hendak bekerja di Indonesia. Bila dokter asing hendak bekerja di Indonesia maka ia harus lulus uji kompetensi dokter Indonesia terlebih dulu dengan materi yang tidak akan diterjemahkan ke dalam bahasa inggris karena mereka akan melayani masyarakat Indonesia.

Terkait dengan DLP, Gandes mengatakan meski sudah melalui uji kompetensi, DLP yang setara dengan spesialis tetap diperlukan. Sebab DLP bertujuan untuk menguatkan layanan kesehatan primer. Pada ahirnya, dokter yang kompeten dan adanya penguatan layanan kesehatan primer lewat DLP akan meningkatkan derajat kesehatan rakyat secara lebih merata dan pengendalian biaya kesehatan secara menyeluruh. “DLP setara spesialis dalam bentuk pendidikan formal ditujukan untuk lebih memperdalam dan memperluas kompetensi dokter secara terstruktur. Dengan demikian pada akhirnya kita harapkan rakyat Indonesia akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih detail,” tukas Gandes. (Yusti Nurul Agustin)