Posisi Dokter Layanan Primer Dipersoalkan

JAKARTA - Keberadaan dokter layanan primer (DLP) yang diatur dalam Undang-Undang (UU) 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dinilai statusnya tidak jelas.

Dalam praktik pekerjaan yang dilakukan DLP sama dengan dokter umum. Pernyataan tersebut diungkapkan pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wawang S Sukarya selaku ahli dalam sidang lanjutan pengujian UU 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, kemarin.

Posisi DLP seperti yang diamanatkan UU Pendidikan Kedokteran menjadi tidak jelas ketika DLP dikatakan setara dengan dokter spesialis. Namun, dalam kenyataan, DLP memiliki pekerjaan seperti dokter umum. Surat tanda registrasi (STR) bahkan hanya diperuntukkan bagi dokter spesialis, tidak disebutkan DLP. Dengan begitu, dalam ijazahnya akan tertera apakah seseorang itu dokter umum ataupun dokter spesialis. Sedangkan DLP itu belum tentu ada ijazahnya.

“Itu sejalan dengan UU 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang hanya mengenal dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis. Tidak ada DLP,” ungkap Wawang dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, kemarin. Dia juga menjelaskan, keberadaan DLP hanya bertugas memberikan pelayan dan perawatan kesehatan tahap pertama.

Di berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, DLP bahkan sering dikenal dengan dokter umum. Karena itu, jika dokter dalam hal ini DLP tidak mampu menangani pasien, akan dirujuk ke rumah sakit lain. Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah ketika dokter umum diwajibkan menjalankan pendidikan lagi dengan harga mahal, namun pekerjaannya sama dengan DLP.

Senada dengan Wawang, dokter umum Ardiansyah menyatakan, keberadaan pengaturan DLP justru menafikan keberadaan dokter umum. Ardiansyah menuturkan, setidaknya dirinya harus mengikuti pendidikan lagi minimal dua tahun. Sedangkan faktanya apa yang dikerjakan dokter umum sama dengan DLP.

sumber: koran sindo