Aneh, FK UNG Tarik Sumbangan Rp 50 Juta ke Mahasiswa yang Lulus SBMPTN

Category: Berita Nasional Written by Admin Hits: 2268

Jakarta – Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) diduga melakukan pungutan liar dengan meminta sumbangan sejumlah Rp 50 juta, kepada setiap orang mahasiswa baru yang mendaftar.

Ketika uang sumbangan yang berjumlah Rp 50 juta itu tidak dibayarkan pada 22 sampai 26 Juli kemarin, maka mahasiwa yang mendaftarkan dirinya di FK UNG dianggap mengundurkan diri.

Uang sumbangan sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2017, bahwa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya bisa memungut uang pangkal atau pungutan hanya kepada mahasiswa asing, mahasiswa kelas internasional.

Namun, pungutan itu tidak bisa dimintai kepada mahasiswa yang lolos melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Faktanya, uang sumbangan yang berjumlah Rp50 juta itu tetap dibebankan kepada mahasiswa yang lolos dari jalur pendaftaran SBMPTN. hal itu dibuktikan dengan surat pernyataan kesediaan pembayaran sumbangan orang tua dengan tanda tangan materai 6000 yang disebarkan pihak UNG kepada mahasiswa baru.

Salah satu orang tua mahasiswa yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, permintaan uang Rp 50 juta itu adalah pungli, karena anaknya mengikuti jalur SBMPTN yang seharusnya tidak bisa dimintai sumbangan tersebut.

“Anak saya lulus di SBMPTN, kenapa dimintai seperti itu, ini aneh, kalau anak saya ikut jalur mandiri, itu masuk akal,” katanya kepada reporter Kronologi.id, saat dihubungi via telepon, Rabu (31/7/2019)

Dia mempertanyakan uang sumbangan yang dipaksakan oleh pihak kampus. Bahkan ketika tidak membayar itu, mahasiswa dianggap mengundurkan diri.

“Sumbangan, tapi dipaksakan, apalagi uangnya yang dimintai Rp 50 juta, sementara dalam Peraturan Menteri Nomor 39 Tahun 2017, sumbangan bisa dimintai kepada empat kategori mahasiswa, tapi anak saya tidak masuk di empat kategori itu, kenapa dimintai kepada anak saya, apalagi ketika tidak membayar, anak saya dianggap gugur, ini aneh,” cetusnya.

Setelah dikonfirmasi ke pihak kampus UNG, Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan, Fence M Wantu membenarkan terkait sumbangan tersebut. Namun hal itu menurutnya, bagian perencanaan yang membuat konsepnya.

“Iya, memang ada uang sumbangan itu, tapi itu bagian perencanaan yang lebih tahu mengenai hal itu, karena itu bukan wilayah saya,” kata Fance M Wantu.

Fence mengaku, penetapan mengenai uang sumbangan itu bukan wewenangnya, melainkan bagian perencanaan. Menurut dia, dirinya hanya bagian yang mengesahkan saja.

“Terkait uang sumbangan apakah bisa atau tidak, itu bukan wilayah saya, yang tahu semua itu adalah Wakil Rektor I dan Wakil Rektor IV, silakan tanya ke mereka, jangan tanya ke saya, karena semua tergantung mereka,” ungkap dia.

“Tentang uang yang dibebankan Rp 50 juta ke setiap mahasiswa baru, saya no komen,” sambungnya.

Wakil Rektor I, Mahludin H Baruwadi mengatakan, yang bisa menjelaskan tentang sumbangan uang Rp 50 juga itu adalah pihak Fakultas Kedokteran. Karena, menurutnya, mereka memakai peraturan Menteri Kesehatan untuk penyelenggaraan ilmu kedokteran.

“Coba hubungi pihak fakultas kedokteran, yang membuat pembiayaan tersebut adalah tim dokter dan Wakil Rektor IV, dan hal itu disetujui oleh Wakil Rektor II,” kata Mahludin.

ia mengungkapkan, dirinya sebagai Wakil Rektor I hanya bagian tesnya saja.

“Wakil rektor tidak masuk membahas pembiayaan mahasiswa, untuk bagian perencaaan. Itu bagian Wakil Rektor IV, karena tentang pembiyaan itu, dibicarakan oleh Wakil Rektor IV, Wakil Rektor II, dan bagian kedokteran, hasilnya disampakan ke saya sebagai Wakil Rektor I,” jelasnya.

Tim Penyusun Perencanaan Penganggaran Kedokteran, Rio Monoarfa, mengatakan, pendidikan dokter adalah satu-satunya pedidikan yang diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran.

“Dokter itu merupakan yang bisa menentukan kesehatan masa depan masyarakat, sehingga dokter harus memiliki kompetensi yang handal, serta alat penunjang kedokteran harus diperhatikan juga, tapi hal itu harus memiliki anggaran yang besar, sehingga dimintai sumbangan semacam itu,” kata Rio Monoarfa.

Undang-undang nomor 20 tersebut, ungkap dia, menjadikan pembiayaan pendidikan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, institusi, dan masyarakat. Menurutnya, sumbangan itu merupakan inovasi masyarakat.

“Undang-undang nomor 20 itu, pendidikan kedokteran itu, harus didapatkan dana dari masyarakat, berupa hibah atau sumbangan, atau bentuk apapun, karena urgensi pedidikan kedokteran harus membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” jelasnya.

Selain itu, ia menjelaskan, sumbangan tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, di mana masalah pembiayaan bisa diambil dari masyarakat.

“Fakultas yang terbilang masih baru, sehingga harus memerlukan pembiayaan tambahan, disampaing uang kuliah tunggal (UKT), sehingga sumbangan yang dimintai dari orang tua mahasiswa itu ada, karena itu bagian dari inovasi masyarakat,” ujarnya.

Tak Hanya itu, lanjut dia, sebelum sumbangan itu diminta, pihaknya harus melihat kemampuan dari orang tua mahasiswa baru yang mendaftar di fakultas kedokteran, dan uang sumbangan yang diberikan itu tergantung orang tua mahasiswa.

“Sumbangan itu bukan pungutan, kita hanya meminta inovasi kepada masyarakat, dan itu tidak ditentukan harganya dan jumlahnya,” ungkapnya.

Terkait uang dengan jumlah Rp 50 juta yang diminta dengan konsekuensi pengunduruan diri ketika tidak membayar itu, dia mengaku tidak mengetahuinya.

“Uang Rp 50 juta itu saya tidak tahu, apakah itu kesepakatan antara orang tua dan pihak kampus atau tidak, karena peraturan yang kami buat itu hanyalah sumbangan, karena kalau uang sumbangan itu bukan uang pangkal dan bukan uang iuran,” ungkap dia.

“Dengan sumbangan itu, banyak pihak yang menyetujui itu, namun ketika ada tekanan-tenakanan tentang sumbangan itu, minimal yang kita lakukan pengembangan pendidikan kedokteran dengan niatan baik,” tuturnya.

Berdasarkan surat keputusan rektor, ia menjelaskan tidak ada besaran yang dicantumkan dalam pembiyaan sumbangan dari orang tua mahasiswa yang masuk di Fakultas Kedokteran.

“Kalau praktek di lapangan sudah ada dicatumkan harga sampai Rp 50 juta, kami tidak tahu menahu, karena itu sudah di luar jangkauan kami, dan kita tidak mencantumkan harga begitu,” kata salah satu tim Tim Penyusunan Perencanaan Penganggaran Kedokteran.

Mengenai surat pernyatakan yang dilayangkan kepada masyarakat, itu menurutnya merupakan bukti persetujuan antara orang tua dan pihak kampus.

“SPP untuk kedokteran itu ada yang Rp 10 juta, tapi sebagian kecil ada yang di bawah itu, tapi besaran sumbangan kita tidak targetkan,” jelasnya.

Dia menegaskan, sumbangan itu bukan pungli. Karena, menurutnya, hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 20 tahun 2013, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012.

“Fakultas kedokteran ini fakultas baru, sehingga sumbangan itu adalah inovasi masyarakat,” tutupnya.

Sumber: https://kronologi.id/2019/07/31/aneh-fk-ung-tarik-sumbangan-rp-50-juta-ke-mahasiswa-yang-lulus-sbmptn/