Developing medical professionalism in future doctors: a systematic review

"Selamat pagi, silakan duduk. Dengan Bapak siapa? Apa yang bisa saya bantu Bapak?"

Kira-kira di mana sambutan hangat, perlakuan terhormat dan pelayanan profesional yang sekilas tergambar melalui kutipan kalimat di atas bisa lebih sering Anda dapatkan? Di Bank, atau di rumah sakit? Dari seorang customer service bahkan teller, atau dari dokter?

"Tentu saja di bank. Wajar saja mereka ramah dan profesional, Anda menyerahkan harta Anda untuk dikelola pada bank," mungkin ada yang menjawab demikian. Tetapi bukankah di fasilitas pelayanan kesehatan tidak jarang kita juga menyerahkan harta (uang). Juga menyerahkan raga, bahkan nyawa kita atau keluarga? Untuk dikelola menuju status kesehatan yang lebih baik tentunya. Namun mengapa alih-alih perlakuan professional, malah pelayanan mengecewakan akibat perilaku tidak profesional yang kita dapat? Terbukti, ratusan tuntutan telah dilayangkan pada dokter-dokter Indonesia terkait kerugian yang berhulu pada perilaku tidak profesional. Sudahkah professionalisme secara sadar disiapkan dalam proses pendidikan kedokteran? Atau hanya sebatas jargon yang dihingar-bingarkan pada rapat-rapat dan hari peringatan?

Di Indonesia, pendidikan kurikulum perilaku professional baru mendapatkan perhatian besar dalam sepuluh tahun terakhir. Meskipun belum dilakukan secara merata di fakultas kedokteran seluruh Indonesia. Hingga saat ini belum ada studi yang mengevaluasi efektivitas pendidikan perilaku profesional di kalangan mahasiswa kedokteran. Di berbagai negara maju seperti Inggris, Amerika dan Kanada berbagai inovasi pendidikan perilaku profesional telah dikembangkan.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi pendidikan perilaku profesional untuk mahasiswa kedokteran yang telah dikembangkan di negara-negara maju, kami hadirkan sebuah kajian sistematis berjudul "Developing medical professionalism in future doctors: a systematic review". Selengkapnya