Reportase Seminar Online “Penguatan Layanan Primer dalam Penanganan COVID-19”

penguatan layanan primer dalam penanganan covid 19Seminar online Penguatan Layanan Primer dalam Penanganan COVID-19 yang dilaksanakan pada Kamis, 15 Oktober 2020 diselenggarakan oleh Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Indonesia. Seminar online ini dipandu oleh Dr. dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto MSc.CM-FM, Sp.DLP, FISPH, FISCM. sebagai moderator.

Paparan pertama dibawakan oleh Dr. dr. Yoni F. Syukriani. MSi, SpF, DFM yang menjelaskan tentang pentingnya penguatan layanan primer dalam UU Pendidikan Kedokteran (Lesson learned from covid-19 pandemic). Di awal pandemi, organisasi kesehatan termasuk WHO lebih berkonsentrasi pada kesiapan di faskes sekunder dan tersier, misalnya ventilator di ICU RS. Semakin lama mulai disadari pentingnya pelauanan sektor primer karena harus menjadi benteng untuk pencegahan memburuknya penyakit, memerlukan dukungan fasilitas kesehatan yang ahli dan masih jarang. Bila ingin menuntaskan pandemi secara komprehensif, layanan tingkat primer yang harus lebih disiapkan. Model pelayanan di tingkat primer pun bergeser dari penyakit akut - kronis - pandemic - pasca pandemi.

Reportase Sesi 5 Rekomendasi Kebijakan Pendidikan Residen

Sesi ke-5 adalah sesi terakhir dari Seri Diskusi Online Kebijakan Pendidikan Residen “Mencari Kebijakan yang Tepat untuk Pendidikan Residen Pasca UU Pendidikan Kedokteran 2013 di era Pandemik Covid-19”. Sesi ini akan membahas lebih lanjut tentang beberapa rekomendasi kebijakan untuk pendidikan residen.

Sesi ini diawali oleh Prof. Laksono Trisnantoro yang memberikan sedikit ringkasan tentang permasalahan yang terjadi pada pendidikan residen, yaitu jumlah dan distribusi spesialis yang menyalahi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan pelaksanaan UU Pendidikan Kedokteran 2013. Jumlah dan distribusi spesialis bisa diakses dalam bentuk visualisasi pemetaan di DaSK yang terdapat di web www.kebijakankesehatanindonesia.net. Dapat terlihat bahwa persebaran dokter spesialis terutama sub spesialis sangat tidak merata, bahkan ada spesialisasi dan subspesialisasi yang tidak tersedia di provinsi di luar Jawa. Hal ini menimbulkan ketidak adilan dalam hal akses pelayanan kesehatan. Klaim BPJS pun lebih banyak di kota - kota besar. Namun secara kualitatif, RS - RS  di kota besar mengeluh kekurangan spesialis dan subspesialis, sehingga masyarakat Indonesia yang mempunyai kemampuan, mencari pelayanan ke luar - negeri.

Reportase Sesi 4 Harapan untuk Pimpinan KKI yang Baru dalam Mengurangi Ketidakadilan Pelayanan Medik Spesialistik di era JKN dan Kemungkinan Kekurangan Spesialis dalam Pandemi COVID-19

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK – KMK UGM menyelenggarakan Seri Diskusi Online dalam Forum Kebijakan Residen dan  Forum Kebijakan JKN dengan tema “Harapan Untuk Pimpinan KKI yang Baru dalam Mengurangi Ketidakadilan Pelayanan Medik Spesialistik Di Era JKN Dan Kemungkinan Kekurangan Spesialis dalam Pandemi COVID-19”. Pemateri pertama adalah Insan Rekso Adiwibowo yang membahas tentang kekurangan spesialis paru. Indonesia memiliki kesenjangan geografis yang tinggi dan kebijakannya banyak yang Jawa-sentris. Kesenjangan ketersediaan SDM kesehatan antar daerah berdampak besar dalam mewujudkan jaminan kesehatan semesta, terutama masyarakat rawan (vulnerable). Ketidakmerataan ini tidak hanya terjadi secara nasional tetapi juga di tingkat provinsi, misal di Sumatera Utara, ketimpangan antara Medan (98 dokter paru) dan Tapanuli Selatan (1 dokter paru), dan persebaran dokter spesialis sangat berkaitan dengan persebaran RS. Pandemi COVID-19 akan membawa kesenjangan itu pada level yang fatal, karena akan membuat situasi pandemi ini tidak terkendali dan mengakibatkan lebih banyak korban.

Reportase Zoom Meeting Sesi 1. Membahas Visi Pendidikan Dan Pelatihan Residen Dalam UU Pendidikan Kedokteran 2013

13 Agustus 2020 - Diskusi online sesi 1 bertema Visi Pendidikan dan Pelatihan Residen dalam UU Pendidikan Kedokteran 2013. Prof. Laksono memaparkan tentang realita residen pada saat ini. Pada masa pandemi COVID-19 ini, residen banyak diperbincangkan karena berada di tempat berisiko, ada yang sakit bahkan meninggal dunia, dan soal insentif  untuk mereka yang masih diperjuangkan. Realita ini masih belum sama dengan visi UU Pendidikan Kedokteran 2013. Selain itu, kita menghadapi ketidakmerataan dokter spesialis dan sub spesialis yang datanya bisa dilihat di dalam DaSK (https://pkmk-ugm.shinyapps.io/sdmkesehatan/). Kebijakan JKN tidak berdampak pada pengembangan spesialis dan sub spesialis. Belum ada data jumlah dan tempat asal dan tempat tujuan kerja residen, hal ini menyulitkan pengambilan kebijakan tentang pendidikan residen., apalagi fellow (sub spesialis).

Reportase Zoom Meeting Sesi 3 Kebijakan Pendidikan Residen: Riset Tentang Residen

Melanjutkan pertemuan sebelumnya, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK – KMK UGM menyelenggarakan Pertemuan Seri Diskusi Online Kebijakan Pendidikan Residen. Sesi ketiga ini bertema “Riset Tentang Residen”. Sesi ini membahas tentang hasil penelitian mahasiswa S2 dan S3 FK KMK UGM yang berkaitan dengan residen.

Paparan pertama oleh dr. Diaz yang menjelaskan tentang analisis pemberian insentif residen di 8 negara. Dari 8 negara tersebut, status residen sebagai mahasiswa hanya di Indonesia saja, sedangkan yang lain sebagai pekerja. Untuk rerata jam kerja, paling tinggi di Amerika Serikat yaitu 80 jam/minggu, sedangkan di Indonesia tidak ada data yang tersedia. Rerata besaran insentif terbesar ada di Jepang yaitu sebesar $113.938/tahun untuk residen non universitas, sedangkan di Indonesia pola insentifnya belum diatur regulasinya.