Reportase:

Seminar Kedua  e-Learning Forum 2015

e-learning

Pada hari Senin, 16 November 2015, Pusat Inovasi Kebijakan Akademik (PIKA) UGM bersama dengan Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM dan Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KP-MAK) FK UGM melaksanakan seminar yang bertemakan “Seminar MOOC (Massive Open Online Course), Blended Learning, dan Knowlede Management” di Ruang Senat Fakultas Kedokteran UGM. Seminar ini merupakan rangkaian kedua dari UGM e-Learning Forum yang sebelumnya diadakan pada bulan Oktober dan akan dilanjutkan dengan pameran website Menara Air pada 1-2 Desember 2015 mendatang.

Seminar dibuka oleh pimpinan PKMK FK UGM, Prof. dr. Laksono Trisnantoro. Dalam sambutannya, beliau menyatakan bahwa tujuan akhir dari program ini adalah membangun teknologi untuk mengubah kelas-kelas menjadi studio dan broadcasting kuliah, atau populer dengan sebutan webinar atau online course. Forum e-learning juga dibutuhkan setiap tahunnya untuk monitor posisi UGM dalam teknologi e-learning, apakah UGM sebagai early user atau late user. Sambutan kedua, oleh PIKA, Akhmad Akbar Susamto, M.Phil, Ph.D, menekankan bahwa Statuta UGM memiliki visi sebagai pelopor perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang unggul dan inovatif, salah satunya adalah dalam penggunaan teknologi informasi untuk proses pengajaran. Sambutan ketiga dari Ketua Dies Natalis ke 66 UGM, Prof. Ali Agus dari Fakultas Peternakan, menyatakan bahwa saat ini banyak sumber pembelajaran yang berserakan di UGM, sehingga dibutuhkan e-learning dengan filosofi Menara Air untuk memanfaatkan potensi sumber pembelajaran dengan efektif.

Sesi pertama dimulai dengan presentasi 4 kasus. Kasus pertama dipresentasikan oleh Prof Laksono mengenai pengembangan e-learning di Fakultas Kedokteran UGM. Pengalaman FK UGM dalam mengembangkan e-learning dimulai 5 tahun yang lalu, pada awalnya hanya penggunaan portal sebagai media penyebaran ilmu. Namun, dalam perkembangannya, terdapat 2 jenis pengguna portal, antara lain masyarakat praktisi dan peminat ilmu. Setiap portal harus dapat mengidentifikasi siapa masyarakat praktisinya, kemudian menyesuaikan materi yang diunggah dan menyiapkan media untuk mendiskusikan masalah yang akan dibahas oleh masyarakat praktisi tersebut. Prof Laksono juga membahas mengenai blended learning, yaitu paduan antara kuliah tatap muka dan e-learning. Berbagai macam paduan antara lain webinar yang diikuti dengan kuliah tatap muka atau sebaliknya, dan synchronized learning, dan dapat menyesuaikan dengan anggaran dan pendanaan yang dimiliki oleh masing-masing institusi yang menyelenggarakannya.

Presentasi kasus kedua oleh Erwan Agus Purwanto, Ph.D, Dekan Fisipol UGM. Pada tahun 2014, Fisipol UGM meluncurkan portal FOCUS (Fisipol Open Online Course) yang berisikan rekaman-rekaman kuliah dan materi pembelajaran. Pada pengembangan tahap pertama, telah terunggah 10 mata kuliah, masing-masing terdapat 4-6 sesi video kuliah berdurasi 15-20 menit. Tujuan dari pengembangan tahap pertama adalah sebagai preview bagi mahasiswa Fisipol mengenai mata kuliah yang akan diambil, menjadi kelas umum bagi masyarakat, dan sebagai marketing terhadap calon mahasiswa baru Fisipol. Pengembangan tahap kedua adalah menambah jumlah mata kuliah, memperkaya referensi, membuat aplikasi mobile, dan membangun learning community untuk masyarakat agar dapat aktif belajar secara mandiri. Pengembangan ini juga bermaksud untuk menciptakan interaksi antara Fisipol dan masyarakat sebagai laboratorium sosial. Pengembangan tahap ketiga adalah komersialisasi FOCUS dan menggandeng investor. Tujuannya adalah menjadikan FOCUS sebagai role model social enterpreneurship. Pada pengembangan tahap keempat, FOCUS diharapkan dapat memberikan kontribusinya dalam penyelesaian masalah di tingkat regional dan internasional. Selain mendapatkan pengakuan internasional, Focus juga diharapkan dapat menggandeng MNC dunia untuk menggarap proyek-proyek sosial internasional.

Presentasi kasus ketiga adalah penjelasan mengenai MOOC yang telah ada di Indonesia dan Dunia, Dr. Sri Suning Kusumawardhani, ST, MT.  Massive Open Online Course merupakan kursus online yang bertujuan untuk mengajarkan materi ke peserta yang jumlahnya tidak terbatas dengan berbasis web. Contoh pertama adalah TED Talks (Technology, Entertainment, Design), didirikan oleh Sapling Foundation yang bertujuan untuk mengumpulkan tokoh-tokoh inspiratif dunia dari berbagai bidang dan membicarakan sesuai dengan bidangnya. Contoh kedua adalah Coursera, yang didirikan oleh Stanford University pada tahun 2012. Saat ini telah terdapat 16 juta orang learner dari seluruh dunia, 1471 course, dan memiliki 136 partner. Contoh ketiga adalah IndonesiaX, yang diinisiasi oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh. IndonesiaX saat ini bekerjasama dengan UI, ITB serta lembaga lain seperti Rumah Perubahan, BEI, BI, dan Net TV dalam meberikan kuliah kepada masyarakat. Saat ini telah memiliki 10.000 pembelajar dari seluruh Indonesia. MOOC memiliki potensi yang besar di Indonesia, karena MOOC dapat menjembatani masalah geografis dan demografis, pengguna internet yang semakin meningkat, dapat menjadi alternatif pembelajaran dan proses pembelajaran yang fleksibel. MOOC juga dapat menekan biaya kuliah tatap muka, menjadi sarana bagi peneliti untuk memublikasikan penelitiannya, menambah daftar pengetahuan & skill di CV pada course yang tersertifikasi, dan penekanan biaya sertifikasi industri yang mahal.

Presentasi kasus keempat adalah Pembelajaran Daring Indonesia Terbuka dan Terpadu (PDITT) oleh Warsun Najib, ST, M.Sc, dari Fakultas Teknik. Beliau menyatakan bahwa saat ini ada berbagai macam kendala pendidikan tinggi di Indonesia, antara lain kapasitas atau daya tampung perguruan tinggi, sebaran perguruan tinggi yang tidak merata, terbatasnya sumber daya pendidikan yang berkualitas, belum setaranya perguruan tinggu dalam memberikan layanan perguruan tinggi yang bermutu, dan belum terjaminnya semua permintaan pendidikan tinggi yang bermutu. PDITT memiliki konsep yang terbuka, yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan tinggi yang bermutu dan merata. Saat ini UGM telah membuka 5 kelas di PDITT dan diikuti berbagai mahasiswa dari universitas lainnya dari seluruh Indonesia.

Pada sesi kedua, peserta dibagi dalam 3 working group dan mendiskusikan masalah-masalah yang ada di UGM. Group pertama, difasilitasi oleh Ibu Suning, membahas mengenai kebijakan makro UGM terhadap proses e-learning dan masalah-masalah yang kemungkinan akan dihadapi serta penyelesaiannya. Group kedua, difasilitasi oleh Bapak Warsun Najib, membahas mengenai masalah-masalah teknis penyelenggaraan e-learning, seperti pemanfaatan teknologi dan sumber daya. Group ketiga, difasilitasi oleh Ibu Bella Donna dari PKMK dan Bapak David sebagai narasumber dari MMTC, membahas mengenai e-learning dari aspek multimedia dan broadcasting.

Seminar diakhiri dengan sambutan dari Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan UGM, Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D. Beliau menyatakan bahwa UGM sebagai knowledge storage harus mengupgrade pengetahuan masyarakat Indonesia, karena pengetahuan adalah hak seluruh masyarakat, salah satunya dengan e-learning. Selain pemberdayaan dosen, mahasiswa juga dapat dimanfaatkan untuk membuat proses e-learning ini, dimulai dengan diwajibkannya membuat blog bagi mahasiswa. Prof Iwan juga menyatakan komitmen rektorat dalam membangun e-learning di UGM.

Arsip Video :