Hasil Minggu 1 BL Residen

Hasil Diskusi Webinar Blended Learning Pengembangan Residen, Jumat 21 Maret 2014

 

 

Hal-hal yang dapat disimpulkan mengenai fakta-fakta:

Fakta 1: Alur Penanganan Residen

Ada 2 model penanganan residen, yaitu

model 1 model 2 kombinasi
 Model 1  Model 2

Kedua model menunjukkan bahwa cara dokter  masuk ke dalam pendidikan menjadi spesialis (menjadi residen) berdasarkan UU Pendidikan nasional adalah melalui fakultas kedokteran (universitas). Dengan demikian Indonesia menerapkan model university-based. Yang menarik dalam sistem ini adalah status residen sebagai peserta didik (yang harus membayar) ada pada fakultas kedokteran.Selanjutnya, residen dikirim ke RS Pendidikan Utama dan/atau RS Pendidikan Jaringan. Dalam pengiriman ini, mekanismenya ada 2 model, sebagai berikut:

Model 1 adalah:
Fakultas Kedokteran mengirimkan residennya ke RS Pendidikan Utama. Dari RS Pendidikan Utama, residen akan dikirim ke berbagai RS Pendidikan Jaringan atau RS yang membutuhkan. Model ini digunakan oleh RSUP  Sardjito, RS Moewardi, dan RS Saiful Anwar.

Model 2 adalah:
Fakultas Kedokteran mengirimkan residen ke RS Pendidikan Utama, akan tetapi sebagian lainnya dapat dikirimkan langsung ke RS Pendidikan Jaringan. Proses ini tergantung pada Bagian-Bagian Klinik masing-masing. Model 2 ini digunakan oleh RSUP  Cipto Mangunkusumo, RS Karyadi

Fakta 2: Pemenuhan Kebutuhan Residen di Rumah Sakit Pendidikan

Fakta menarik dapat dikumpulkan mengenai bagaiman RS Pendidikan Utama memperoleh residen dari fakultas kedokteran. Ada beberapa dasar penghitungan jumlah residen yang dibutuhkan, antara lain:

      1. Menggunakan rasio jumlah konsulen (dosen pendidik klinis)  dibandingkan dengan jumlah residen, yang saat ini menggunakan rasio 1 : 5. Model ini dipakai di RSUP Dr Sardjito, RS Moewardi dan RS Saiful Anwar.
      2. Menggunakan target kompetensi pada saat ujian masuk, dengan tidak mempertimbangkan kuota. Model ini digunakan di RSCM.
      3. Menggunakan model negosiasi antara FK dengan RSP untuk menentukan jumlah residen yang diterima. Model ini digunakan di RS Karyadi.

Fakta 3. Ada dan Tidaknya Proses Credentialing untuk Residen

Definisi credential di sini adalah:

Is the process of initial evaluation of a new applicant based largely on historical data supplemented by the current opinions of individuals who shared in that history
Daniel A Lang, Medical Staff Peer Review, Motivation and Performance in the era of Managed Care

Menurut Prof. Herkutanto,  credential ini dilakukan oleh Komite Medik bagi seluruh tenaga medik yang bekerja di rumahsakit.

Dalam diskusi di Webinar disebutkan bahwa:

    1. Tidak ada proses kredensialing yang khusus untuk residen. Residen dibekali SIP untuk RSP dan RS Jejaring. Sistem ini dipakai di RSCM.
    2. Tidak ada kredensialing khusus untuk residen. Pelaksanaan credential tergantung masing-masing prodi dan yang menentukan adalah KPS. Sistem ini digunakan di RS Karyadi.
    3. Ada proses kredensialing pada saat penerimaan residen baru (seleksi masuk). Sistem ini digunakan di RS Moewardi.

Pencarian fakta berikutnya adalah ada tidaknya Clinical Privilege bagi Residen. Definisi Privileging (JCAHO) adalah:

the process whereby a specific scope and content of patient care services (clinical privileges0 are authorized for a healthcare practitioner by a healthcare organization based on evaluation of the individual’s credentials and performance.

Pemberian Clinical Privilege seharusnya dilakukan oleh Komite Medik untuk setiap tenaga medik.
Hasil diskusi di Webinar menyebutkan bahwa apa yang dimaksud dengan Clinical privilegeadalah hal-hal dalam surat kompetensi yang dikeluarkan oleh KPS sesuai dengan tahapan pendidikan residen yang dikirimkan (RSCM, RS Moewardi, dan RS Karyadi). Dalam hal ini tidak ada credential yang dilakukan oleh Komite Medik setiap RS Pendidikan Utama.

Fakta 4: Residen sebagai DPJP

  1. Residen belum bisa menjadi DPJP apabila di RS Jejaring tersebut memiliki dokter spesialis (RS Sardjito, RSCM, RS Moewardi, RS Karyadi, dan RS Saiful Anwar). RS Moewardi tidak pernah mengirimkan residen ke RS yang tidak memiliki dokter spesialis.
  2. Ketika dokter spesialis di RS Jejaring berhalangan, maka DPJP akan dipegang oleh Direktur RS. Sistem ini dilakukan di RS Karyadi.
  3. Pada kasus RS tidak memiliki dokter spesialis, maka residen bisa menjadi DPJP di RS Penugasan Khusus dan Sister Hospital. Sistem ini digunakan di RSCM dan RS Saiful Anwar.

Fakta 5. Insentif untuk Residen

  1. Residen yang ada di RS Pendidikan utama dan jejaring tidak mendapatkan pembayaran jasa medis.(RS Sardjito, RSCM, RS Karyadi, RS Saiful Anwar)
  2. Residen mendapatkan jasa pelayanan yang besarannya tergantung kebijakan direktur RS Pendidikan Utama (RS Moewardi)
  3. Residen yang dikirim Kemenkes ke RS Penugasan khusus dan sister hospital mendapatkan jasa pelayanan sesuai dengan ketentuan. (RS Saiful Anwar)
  4. Di RSCM, pengiriman residen ke RS yang sudah menjalin kerjasama dengan RSCM-FKUI besaran insentif sesuai dengan kesepakatan. (RSCM)
  5. Belum ada peraturan pemberian insentif kepada residen di JKN ini.

Kesimpulan:
1.    Dalam pencarian fakta tersebut terlihat bahwa sistem manajemen residen belum menempatkan residen sebagai tenaga kerja medik di RS Pendidikan Utama dan Jaringan.
2.    Proses Credential dan Clinical Priviledge untuk Residen belum dilakukan oleh RS Pendidikan.
3.    Status sebagai DPJP masih belum jelas.
4.    Insentif sebagai residen belum jelas, kecuali kalau residen diperbantukan ke rumahsakit yang membutuhkan seperti di program Sister Hospital NTT.