Dampak Pandemi Covid-19 pada Pendidikan Kedokteran Indonesia Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dampak Pandemi Covid-19 pada Pendidikan Kedokteran Indonesia"

Category: Berita Nasional Written by Super User Hits: 4792

BENCANA pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung sekitar 2 bulan sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo. Begitu banyak masalah yang ditimbulkan bencana nasional ini.

Masalah utamanya adalah jumlah penderita dan kematian yang terus meningkat dari hari ke hari. Berbagai keruwetan terjadi pada upaya pencegahan, deteks, dan respons terhadap Covid-19. Permasalahan juga berkembang tidak hanya pada lingkup kesehatan, namun juga masalah pendidikan, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan.

Permasalahan menjadi kompleks karena berbagai aspek ikut terdampak sehingga memerlukan berbagai upaya penataan, penyesuaian, dan perubahan yang cukup bermakna. Salah satu upaya pencegahan penularan adalah kebijakan belajar dan bekerja dari rumah. Tujuannya membatasi aktivitas interaksi fisik antar orang untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19 terutama terkait orang tanpa gejala. Pendidikan kedokteran Salah satu dampak yang paling dirasakan adalah proses pendidikan bidang kedokteran.

Ada dua aspek tidak terpisahkan dalam pendidikan kedokteran, yaitu pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kondisi ini juga terjadi pada pendidikan di bidang kesehatan lainnya. Pendidikan kedokteran dibagi menjadi dua bagian besar yaitu pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Pendidikan akademik terdiri dari program sarjana kedokteran, program magister kedokteran, dan program doktor.

Pendidikan profesi terdiri dari program profesi dokter (ko-ass, dokter muda), program dokter spesialis (PPDS 1), dan program dokter subspesialis (PPDS 2). Pendidikan di kedokteran secara umum mempunyai tujuan meliputi tiga domain, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor.

Seorang dokter mengoperasikan alat bantu pernafasan di ruang ICU Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta, Senin (6/4/2020).

Rumah Sakit darurat COVID-19 tersebut berkapasitas sebanyak 160 tempat tidur dalam ruangan dan 65 kamar isolasi bertekanan negatif untuk merawat pasien positif COVID-19 sesuai standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.(ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT) Afektif berkaitan dengan sikap penerimaan, responsif, penilaian, organisasi, dan karakterisasi. Kognitif adalah proses mengetahui kemampuan pada aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi dan kreasi.

Psikomotor adalah perilaku gerakan dan koordinasi keterampilan motorik meliputi menirukan, manipulasi, presisi, artikulasi dan naturalisasi. Ketiga aspek tersebut sangat berperan dan terhubung erat dalam pendidikan kedokteran. Dalam prosesnya seluruh aspek tersebut terjalin dalam satu rangkaian.

Metode pembelajaran pendidikan dokter secara umum adalah perkuliahan, praktikum, tutorial, keterampilan medik, kegiatan lapangan, kuliah kerja nyata, penelitian, pengabdian masyarakat, skripsi, kegiatan ekstra kurikuler, putaran klinik, dan bimbingan klinik. Sebagian kegiatan dilaksanakan di kampus fakultas kedokteran dan sebagian lagi di rumah sakit pendidikan.

Keseluruhan kegiatan harus memenuhi standar yang terdiri atas: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar rumah sakit pendidikan, standar wahana pendidikan kedokteran, standar dosen, standar tenaga kependidikan, standar penerimaan calon mahasiswa, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,standar penilaian, dan standar penelitian. Dampak Covid-19 Apa dampak bencana Covid-19 terhadap pendidikan kedokteran? Jawabannya adalah pencapaian standar kompetensi.

Standar kompetensi lulusan pada pendidikan akademik dan profesi merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran pendidikan akademik dan profesi. Pembatasan aktivitas fisik hanya memungkinkan pembelajaran jarak jauh terkait aspek kognitif secara online.

Aspek psikomotor dan afektif sulit dilaksanakan sehingga kegiatan praktikum, tugas lapangan, kegiatan di rumah sakit, dan penelitian sulit berjalan. Kegiatan ini tidak dapat tergantikan dengan model pembelajaran jarak jauh secara online. Aspek psikomotor pada jenjang akademik merupakan aspek penting yang paling terdampak bencana ini karena memerlukan kehadiran fisik, misalnya praktikum anatomi, histologi, faal, biokimia, keterampilan medik, dan lain-lain. Pada jenjang profesi, putaran klinik rumah sakit di bagian penyakit dalam, bedah, pediatri, obgin, dan lainnya menjadi sulit atau tidak dapat terlaksana. Kegiatan e-learning dan e-exam di rumah hanya menjangkau aspek kognitif.

Perawat dengan pakaian khusus, merawat satu orang pasien yang diisolasi di RSUD Dokter Iskak Tulungagung Jawa Timur (14/03/2020)(SLAMET WIDODO) Pendidikan akademik pada pendidikan dokter, magister, dan doktor sebagian besar dapat berlangsung secara online. Namun pada pendidikan profesi seperti ko-ass, dan PPDS nyaris tidak berjalan karena hampir seluruh proses belajarnya memerlukan pasien di rumah sakit. Keterbatasan interaksi fisik menjadi kendala utama, disamping bahaya penularan penyakit Covid-19 juga akibat pasien yang berkurang akibat kebijakan prioritisasi kasus gawat darurat dan mengurangi kasus elektif. Bahaya tertular Covid-19 sangat potensial terjadi pada proses pendidikan.

Di kedokteran pendidikan berbasis pada pelayanan dan juga pelayanan berbasis pada pendidikan. Keterampilan klinik pada jenjang profesi menjadi hal yang wajib terpenuhi, mengingat dalam kurikulum ada pencapaian kompetensi minimal yang harus dicapai. Bila seorang calon dokter atau calon dokter spesialis tidak mendapat paparan kasus dan keterampilan minimal yang cukup, maka tidak mungkin untuk dapat diluluskan. Keterampilan menjadi menjadi acuan penting penilaian capaian kompetensi. Kriteria pemenuhan kompetensi minimal adalah suatu keharusan untuk dapat dinyatakan lulus dan dapat dilepas ke masyarakat untuk melaksanakan tugas profesi dokter atau dokter spesialis. Penelitian untuk skripsi, tesis, karya akhir, dan disertasi yang menggunakan pasien, materi eksperimen di laboratorium, atau menggunakan rekam medik rumah sakit akan terhambat.

Jalan keluar Perlu dicari jalan keluar karena tidak dapat sekadar mengharap situasi pandemi ini berlangsung singkat. Kita tidak tahu kapan bencana ini akan berakhir sementara dampak yang ditimbulkan berpotensi menambah masa studi mahasiswa dan PPDS. Upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah mengalokasikan seluruh materi pembelajaran kognitif secara online dan lintas semester. Bentuk pembelajarannya meliputi kuliah, penugasan, mengikuti seluruh kegiatan ilmiah rutin dilakukan seperti laporan jaga, laporan mingguan, bacaan jurnal, dan acara ilmiah lainnya.

Aspek psikomotor yang harus dicapai dapat dialokasikan pada semester berikutnya atau secara khusus pada akhir pendidikan. Seluruh komponen keterampilan yang wajib bagi mahasiswa dan PPDS. Bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan keterampilan menggunakan rumah sakit jejaring yang telah resmi dinyatakan sebagai RS Non Covid-19. Dampak umum yang akan terjadi adalah penurunan jumlah lulusan dokter, magister, doktor dan dokter spesialis tahun ini.

Di tengah pandemi Covid-19, Tim Pengabdian Masyarakat Departemen Kimia Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) tengah membuat produk hand sanitizer dalam jumlah banyak untuk dibagikan kepada rumah sakit hingga sekolah.(Dok. Universitas Indonesia) Tentunya ini tidak diinginkan karena pemanjangan masa studi konskuensinya tidak hanya sekedar belum dapat diluluskan untuk terjun ke masyarakat, namun juga terkait beberapa konsekuensi seperti pembayaran SOP, membayar kontrakan, biaya hidup, dan juga kemungkinan lewat terkait batas masa studi yang secara sistem dapat di-drop out. Diperlukan kebijakan dari universitas dan pemerintah menyikapi hal ini. Salah satunya dengan mempertimbangkan memberikan keringanan atau pembebasan SOP dan penggantian berbagai kegiatan lapangan dengan aktivitas yang disesuaikan dengan situasi pandemi ini misalnya penugasan terkait dengan penanggulangan Covid-19 yang telah dikaji aman dari risiko penularan. Penelitian dan karya akhir dapat dialihkan menjadi bentuk ulasan kepustakaan baik dalam bentuk ulasan sistematik (systematic review) maupun meta-analisis (meta-analysis) atau bentuk studi retrospektif. Tidak menghitung pemanjangan masa studi sebagai keterlambatan pendidikan, sehingga cekal atau hilang dari sistem pada mahasiswa yang melewati batas waktu studi tidak terjadi. Ujian akhir untuk jenjang akademik masih dimungkinkan untuk dilaksanakan secara online atau kombinasi online dan offline.

Beberapa universitas telah mengeluarkan kebijakan terkait hal ini. Selain itu juga sedang dikaji oleh kolegium sebagai pengampu keilmuan terkait model yang memungkinkan untuk dapat melaksanakan ujian nasional, yang saat ini banyak yang tertunda. Upaya yang dilakukan membuka celah agar mahasiswa dan PPDS dapat lulus tepat waktu. Situasi pandemi dan berbagai keterbatasan ini bisa jadi akan melahirkan konsep, metode, dan formula baru dalam pendidikan kedokteran. Tercapainya kompetensi minimal masih dimungkinkan sesuai kurikulum sekaligus memenuhi seluruh standar yang telah ditentukan.

Tekanan situasi seperti ini dapat melahirkan standar dan budaya baru dalam pembelajaran akibat berbagai proses penyesuaian untuk kemudian diterima sebagai suatu ketentuan yang disepakati bersama. Semoga bencana pandemi ini segera berakhir sehingga proses pendidikan kedokteran di Indonesia dapat kembali seperti sedia kala. Dengan tambahan bonus kondisi positif yang telah terbangun bisa dipertahankan dan dilanjutkan, untuk menghasilkan para lulusan baru yang akan mengabdi pada nusa dan bangsa. Salam sehat

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dampak Pandemi Covid-19 pada Pendidikan Kedokteran Indonesia", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/30/105540565/dampak-pandemi-covid-19-pada-pendidikan-kedokteran-indonesia?page=all.

Editor : Heru Margianto