Pertemuan AIPKI

Pertemuan AIPKI:
Kapasitas Manajemen dan Kepemimpinan Dekan-Dekan FK

hpeqPertemuan fasilitator untuk pengembangan Kapasitas Manajemen dan Kepemimpinan Dekan-Dekan Fakultas Kedokteran oleh Asosiasi Institut Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) telah dilaksanakan di hotel Royal Ambarukmo, pada 27-28 Juli 2013. Pertemuan tersebut dihadiri oleh wakil-wakil dari FK UGM, FK USU, FKIK UMY, FK UMM, FK UAJ, FK UNUD, Unsoed, FK UB, FK UMI, UMJ, FK YARSI, FK UNDIP dan FK Unlam. Pertemuan kali ini membahas modul pengembangan, tujuan utamanya untuk mendukung pengambilan keputusan strategis pada fakultas Kedokteran dalam konteks perubahan Kebijakan Sistem Kesehatan dan Kebijakan Pendidikan. Prinsip pengembangan menggunakan proses identifikasi perubahan lingkungan, pemahaman mengenai perubahan, penafsiran dan menetapkan respon melalui pendekatan manajemen strategis serta manajemen perubahan.

Pengembangan kapasitas manajemen dan kepemimpinan dekan-dekan ini terkait kebijakan baru Pendidikan Kedokteran berupa UU Pendidikan Kedokteran yang baru saja disahkan DPR. Pengesahan UU Pendidikan ini membawa era baru pendidikan kedokteran yang lebih memperhatikan keadilan bagi mahasiswa kedokteran, pemerataan pendidikan, dan peningkatan mutu pendidikan. Era dimana sebuah pendidikan kedokteran dapat dimulai dari program studi minimalis yang tidak memenuhi standar sudah berakhir. Era dimana peran pemerintah juga kecil dalam pendanaan pendidikan, diharapkan juga berakhir. Era dimana pembelajaran pendidikan (termasuk residen) belum, diharapkan juga berakhir.

Diharapkan dengan program pengembangan ini, kapasitas manajemen lembaga pendidikan tinggi kedokteran akan meningkat untuk menghadapi paling sedikit dua front ekstrim. Front pertama yaitu menghasilkan lulusan yang mampu dan tangguh untuk bekerja dengan baik di daerah sulit dan terpencil. Di sisi lain, persaingan pelayanan kesehatan global menuntut adanya fakultas kedokteran yang mampu menghasilkan lulusan yang mampu bekerja dalam lingkungan internasional.

Silahkan klik Modul Program Pengembangan Kapasitas Manajemen dan Kepemimpinan bagi Dekan-Dekan Fakultas Kedokteran yang ditulis Prof. Laksono Trisnantoro.


Student-run clinic, mungkinkah jadi solusi masa depan pendidikan kedokteran kita?

Konstelasi pendidikan kedokteran di Indonesia kini sedang dikisruhi isu pro-kontra program dokter internship di Indonesia. Meski mendapat penolakan dari berbagai pihak atas berbagai kekurangan yang kebanyakan berasal dari peserta pendidikan kedokteran sendiri, Kementerian Kesehatan tetap bersikukuh melanjutkan kebijakan program ini. Beberapa alasan seperti proses penempatan yang kurang transparan, dana santunan kehidupan yang minimal, dan perpanjangan masa persiapan yang dibutuhkan dalam mendapatkan izin praktek sebagai dokter mandiri menjadi fokus utamanya. Baca selengkapnya 


Developing medical professionalism in future doctors, akankah kerinduan pada dokter profesional terobati?

Di Indonesia, pendidikan kurikulum perilaku professional baru mendapatkan perhatian besar dalam sepuluh tahun terakhir. Meskipun belum dilakukan secara merata di fakultas kedokteran seluruh Indonesia. Hingga saat ini belum ada studi yang mengevaluasi efektivitas pendidikan perilaku profesional di kalangan mahasiswa kedokteran. Di berbagai negara maju seperti Inggris, Amerika dan Kanada berbagai inovasi pendidikan perilaku profesional telah dikembangkan.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi pendidikan perilaku profesional untuk mahasiswa kedokteran yang telah dikembangkan di negara-negara maju, kami hadirkan sebuah kajian sistematis berjudul "Developing medical professionalism in future doctors: a systematic review". Selengkapnya 


Pengesahan Undang-undang Pendidikan Kedokteran

Setelah melalui pembahasan panjang sejak 7 April 2011, akhirnya pada rapat paripurna DPR Kamis (11/7/2013) lalu Undang-undang Pendidikan Kedokteran (UU DikDok) resmi disahkan. UU DikDok ini diklaim membuka kesempatan lebih lebar bagi masyarakat menengah ke bawah untuk menempuh dunia kedokteran. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 27 ayat (3), yang menyatakan bahwa seleksi penerimaan calon mahasiswa (kedokteran dan kedokteran gigi) menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Lebih lanjut UU ini juga mendesain keberpihakan bagi para mahasiswa yang memenuhi syarat tertentu untuk memperoleh beasiswa dan bantuan biaya pendidikan.

Selain itu UU DikDok ini juga diklaim mampu mensikronisasi penyusunan dan pelaksanaan pendidikan kedokteran di seluruh Indonesia dengan melibatkan tiga komponen yakni fakultas kedokteran, institusi rumah sakit dan organisasi profesi. Tidak salah jika harapan besar yakni peningkatan kemampuan dan kualitas dokter di tanah air digantungkan pada UU DikDok ini. Selengkapnya, silakan simak berita-berita terkait UU DikDok yang tersaji pada kolom berita di bagian bawah halaman ini.

Faktor lain adalah adanya UU Pendidikan Kedokteran yang  menuntut lembaga pendidikan dalam bentuk Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan lainnya. UU Pendidikan ini menghentikan proses sejarah buruk pendirian pendidikan kedokteran yang melalui jalur program studi yang bukan Fakultas Kedokteran.  Dengan demikian pendirian program baru tidak dapat lagi hanya berbekal program studi yang cenderung minimalis.  Bentuk Fakultas membutuhkan sistem manajemen dan kepemimpinan yang baik. Silahkan Anda klik materi UU Pendidikan Kedokteran terkait hal ini.

Di dalam UU PK ada berbagai pernyataan dan pasal yang menunjukkan adanya keberpihakan kepada ideologi ke arah lebih sosialis. Silahkan Anda klik dan perhatikan kutipan-kutipan di UU ini.

UU Pendidikan Kedokteran menekankan mengenai peran pemerataan dalam pendidikan dan terkait dengan pemerataan tenaga dalam pelayanan kesehatan, namun tetap mengedepankan mutu. Silahkan Anda lihat pasal-pasal yang terkait dengan isu pemerataan. 

Developing medical professionalism in future doctors: a systematic review

"Selamat pagi, silakan duduk. Dengan Bapak siapa? Apa yang bisa saya bantu Bapak?"

Kira-kira di mana sambutan hangat, perlakuan terhormat dan pelayanan profesional yang sekilas tergambar melalui kutipan kalimat di atas bisa lebih sering Anda dapatkan? Di Bank, atau di rumah sakit? Dari seorang customer service bahkan teller, atau dari dokter?

"Tentu saja di bank. Wajar saja mereka ramah dan profesional, Anda menyerahkan harta Anda untuk dikelola pada bank," mungkin ada yang menjawab demikian. Tetapi bukankah di fasilitas pelayanan kesehatan tidak jarang kita juga menyerahkan harta (uang). Juga menyerahkan raga, bahkan nyawa kita atau keluarga? Untuk dikelola menuju status kesehatan yang lebih baik tentunya. Namun mengapa alih-alih perlakuan professional, malah pelayanan mengecewakan akibat perilaku tidak profesional yang kita dapat? Terbukti, ratusan tuntutan telah dilayangkan pada dokter-dokter Indonesia terkait kerugian yang berhulu pada perilaku tidak profesional. Sudahkah professionalisme secara sadar disiapkan dalam proses pendidikan kedokteran? Atau hanya sebatas jargon yang dihingar-bingarkan pada rapat-rapat dan hari peringatan?

Di Indonesia, pendidikan kurikulum perilaku professional baru mendapatkan perhatian besar dalam sepuluh tahun terakhir. Meskipun belum dilakukan secara merata di fakultas kedokteran seluruh Indonesia. Hingga saat ini belum ada studi yang mengevaluasi efektivitas pendidikan perilaku profesional di kalangan mahasiswa kedokteran. Di berbagai negara maju seperti Inggris, Amerika dan Kanada berbagai inovasi pendidikan perilaku profesional telah dikembangkan.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai situasi pendidikan perilaku profesional untuk mahasiswa kedokteran yang telah dikembangkan di negara-negara maju, kami hadirkan sebuah kajian sistematis berjudul "Developing medical professionalism in future doctors: a systematic review". Selengkapnya 

Student-run clinic, mungkinkah jadi solusi masa depan pendidikan kedokteran kita?

Konstelasi pendidikan kedokteran di Indonesia kini sedang dikisruhi isu pro-kontra program dokter internship di Indonesia. Meski mendapat penolakan dari berbagai pihak atas berbagai kekurangan yang kebanyakan berasal dari peserta pendidikan kedokteran sendiri. Beberapa alasan seperti proses penempatan yang kurang transparan, dana santunan kehidupan yang minimal, dan perpanjangan masa persiapan yang dibutuhkan dalam mendapatkan izin praktek sebagai dokter mandiri menjadi fokus utamanya. Namun demi melanjutkan pemerataan sebaran dokter dan menjaga kualitas pelayanan kesehatan Kementerian Kesehatan RI tetap bersikukuh melanjutkan kebijakan program dokter internship ini.

Program dokter internship sendiri merupakan respon pemerintah terhadap berbagai keluhan dinas kesehatan daerah yang intinya adalah keterampilan dan kesiapan dokter-dokter baru yang bertugas di daerah dianggap belum memadai. Melalui program dokter internship pemerintah bermaksud meningkatkan kesiapan dokter baru dengan memberi kesempatan langsung terjun ke wahana pelayanan kesehatan di masyarakat di bawah supervisi dokter setempat. Namun sayangnya skenario ini justru semakin memperpanjang proses para dokter muda menuju jenjang karir dokter paripurna yang sebelumnya mereka bayangkan. Jika memang sudah lulus program pendidikan profesi dokter mengapa masih harus dimagangkan? Bukankah menjadi dokter yang siap pakai merupakan bagian dari proses pendidikan yang seharusnya menjadi tanggung jawab si "produsen dokter" yakni fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan? Lalu bagaimana institusi pendidikan kedokteran dapat mempersiapkan calon dokter dengan keterampilan dan kesiapan mental lebih dini?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, terutama poin terakhir, kami hadirkan sebuah laporan evaluasi program Student-Run Clinic (SRC) di Kanada. Program SRC di Kanada merupakan bagian program pendidikan dokter yang menggabungkan dua aspek utama, yakni pendidikan dan pelayanan kesehatan. Pelayanan yang disediakan oleh mahasiswa kedokteran tahun pertama, didukung mahasiswa profesi kesehatan lain dan ditujukan kepada kelompok masyarakat ekonomi lemah ini, berbuah solusi multi-domain; pendidikan kedokteran, pelayanan kesehatan, dan pembiayaan kesehatan dalam waktu bersamaan. Menjamurnya program Student-Run Clinic di Kanada telah diklaim mampu meningkatkan pemerataan dan menyediakan layanan kesehatan cuma-cuma bagi yang tidak mampu. Bagi mahasiswa kedokteran dan profesi kesehatan lain SRC menjadi instrument pendidikan yang efektif dalam membentuk perilaku klinik yang profesional. Sebuah terobosan dalam meningkatkan kualitas lulusan dokter melalui improvisasi kurikulum pendidikan, bukan mereparasinya setelah diluluskan.

Untuk membaca jurnal silahkan

Merayakan Ekonomi Kesehatan (Celebrating Health Economics)

Merayakan Ekonomi Kesehatan (Celebrating Health Economics)

Judul di atas tentunya menjadi pertanyaan. Apa yang dirayakan? Dalam hal ini Asosiasi Ekonomi Kesehatan Dunia merayakan sebuah paper fenomenal yang ditulis oleh Kenneth J Arrow pada tahun 1963. Paper ini memberi inspirasi pada pengembangan ilmu ekonomi kesehatan yang menjadi cabang dari ilmu ekonomi dengan aplikasi di sektor kesehatan. Lima puluh tahun setelah publikasi paper tersebut, Ekonomi Kesehatan telah berkembang menjadi sebuah disiplin baru yang kongres dunianya dihadiri ribuan peserta.

Ekonomi Kesehatan dipraktekkan di berbagai negara, walaupun masih belum maksimal penggunaannya di negara-negara yang sedang berkembang. Saat ini Board of Directors IHEA dipimpin oleh Anne Millis dari London School of Hygiene and Tropical Medicine. International Health Economics Association (IHEA) juga berkembang pesat dan webnya dapat dilihat di www.healtheconomics.org 

Struktur Kongres Dunia di Sydney terdiri atas Pre Congress, Congress, dan Post Congress. Kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan di Sydney Convention Center pada tanggal 7 - 10 Juli 2013 di daerah Darling Harbour yang sangat indah. 

panahkk Pembicara dari Indonesia

 

panahkk Mengapa ada laporan ini ?
 
panahkk Anda dapat mengikuti beberapa sesi yang dilaporkan dengan cara klik icon reportase di Struktur Kongres

 

panahkk Catatan akhir mengikuti Kongres di Sydney