3a. Kepemimpinan Struktural (Dekanat, Rektorat)


Tujuan pembelajaran

Setelah mengikuti modul ini, para pembaca diharapkan untuk:

  • Memahami ciri-ciri supportive leader untuk dekanat dan rektorat;
  • Memahami keuntungan dan bahaya mekanisme pemilihan dekan dan rektor berdasarkan demokrasi one man one vote sa
  • Memahami fasilitas standar untuk pemimpin struktural dan pemimpin keilmuan.

Hand-out

Pengantar dari Laksono Trisnantoro

Efektifitas perguruan tinggi merupakan tanggung jawab pemimpin perguruan tinggi (rektorat) atau fakultas. Dalam konteks sistem manajemen yang terdiri para dosen yang independen, sifat pemimpin perguruan tinggi perlu mengacu ke ciri-ciri supportive leader. Para pemimpin universitas diharapkan menjadi leader yang supportive: memimpin lembaga untuk meningkatkan efektifitas sistem manajemen sebagai support pada para dosen yang menjadi ujung tombak kemajuan perguruan tinggi. Kebutuhan ini berbeda dengan pemimpin dalam lembaga birokrasi atau militer. Dalam pemilihan rektor dan dekan diperlukan kriteria sebagai supportive leader yang harus mampu mengelola sistem manajemen perguruan tinggi.

Akan tetapi di Indonesia, kriteria ini dapat disampingkan dengan mudah karena proses pemilihan dekan atau rektor sering diwarnai dengan pertimbangan politis atau popularitias. Di berbagai universitas dan fakultas negeri bahkan dilakukan pemilihan dekan dengan model pilihan kepala daerah yang menggunakan sistem “one man/woman one vote”. Akibatnya terjadi politisasi fakultas yang terkait dengan pemilihan dekan. Atau politisasi universitas dalam pemilihan rektor. Prinsip one-man one vote dalam demokrasi membawa pengaruh pada sifat primordialisme dan politk praktis dalam pemilihan. Dalam jaman komunikasi canggih saat ini, dampak negatif dari pemilihan dekan dan rektor dengan menggunakan one man one vote adalah adanya black campaign, perusakan karakter, terjadinya blok-blok politik di kelompok dosen yang dapat menghancurkan sendi-sendi ilmiah di perguruan tinggi.

Di berbagai belahan dunia, di perguruan tinggi yang maju pendekatan yang dipilih bukanlah model pemilihan politik dengan asas demokrasi. Yang dipergunakan mirip dengan pemilihan CEO sebuah lembaga usaha. Dilakukan kegiatan berupa head-hunter dan meninggalkan pilihan one-man one vote. Dengan kata lain pemilihan leaderdilakukan dengan appointment, bukan election. Dengan pemilihan dekan berbasis appointment, maka harapan untuk mendapatkan pemimpin lembaga akademik yang supportif akan dapat menjadi lebih baik, bukan kontes popularitas.

Bacaan lebih lanjut mengenai kepemimpinan di fakultas kedokteran dapat Anda klik di sini.

 Bahan Bacaan
Bickel, J., Wara, D., Atkinson, BF. Et al(2002 ) ‘Increasing Women's Leadership in Academic Medicine: Report of the AAMC Project Implementation Committee’, Academic Medicine, Volume 77, Issue 10, October, p 1043-1061. Special Theme: Medical Errors: AAMC PAPER

Dannels,SA., Yamagata, H., McDade, SA., et al. (2008) ‘Evaluating a Leadership Program: A Comparative, Longitudinal Study to Assess the Impact of the Executive Leadership in Academic Medicine (ELAM) Program for Women’, Academic Medicine, Volume 83, Issue 5, pp 488-495

Hargreaves, A., Fink, D., (2003) ‘The Seven Principles of Sustainable Leadership’, Maryland Public School, December

Moore, M., Diamond, M., (2000) Academic Leadership: Turning Vision into Reality, USA: Ernst & Young

Norén, K. (2011) Leadership in Academia, now and in the future, 4 April, Sweden: Karlstad University

 Richman, RC., Morahan, PS., Cohen, W., McDade, SA., (2001)‘Advancing Women and Closing the Leadership Gap: The Executive Leadership in Academic Medicine (ELAM) Program Experience’, Journal of Women’s Health & Gender-Based Medicine, vol. 10, no. 3

World Health Organization (2007) Brochure of Strengthening Health Leadership and Management: The WHO Framework, Building leadership and management capacity in health, November, Geneva: World Health Organization