2b. Pengembangan Dosen Pendidik Klinis


  Tujuan pembelajaran

Setelah mengikuti modul ini, para pembaca diharapkan untuk:

  • Memahami mengapa perlu ada dosen pendidik klinis di fakultas kedokteran
  • Memahami hambatan untuk adanya dosen pendidik klinis
  • Memahami skenario jika tidak ada dosen pendidikan klinis

 

  Hand-out

Pengantar

Mengapa ada tenaga pendidik yang disebut Dosen Pendidik Klinis di fakultas kedokteran/kedokteran gigi? Hal ini terkait dengan kompetensi lulusan program studi pendidikan dokter dan pendidikan dokter spesialis yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan klinis yang tinggi. Tidak mungkin sebuah pendidikan dokter tidak menggunakan masa yang cukup di dalam proses mendapatkan kompetensi klinis. DI UU Pendidikan Tinggi (2012) tidak dikenal istilah ini.

Oleh karena itu disamping UU Perguruan Tinggi, ada RUU Pendidikan Kedotkeran yang disusun bersamaan. Akan tetapi RUU Pendidikan Kedokteran ini masih berada di pemerintah, di dalam urusan Menko Kesra.

Dalam proses ini DitJen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan ada perampingan. Dalam usulan tersebut isi mengenai Dosen Pendidik Klinis masih ada. Pasal-pasal tentang dosen klinis tidak dihilangkan, namun dirampingkan. Isi yang dirampingkan mengenai dosen klinis adalah sebagai berikut:

Pasal 11

Pendidik

(1)   Pendidik pendidikan kedokteran terdiri atas :

    1. dosen; dan
    2. dosen klinis.

(2)   Ketentuan mengenai dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)   Dosen klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memenuhi kriteria paling sedikit memiliki:

    1. kualifikasi dokter spesialis-subspesialis atau dokter gigi spesialis-subspesialis, atau dokter atau dokter gigi yang telah lulus program magister dalam keilmuan biomedis, kedokteran klinis, laboratorium bioetika/humaniora *kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, atau kedokteran komunitas/ kesehatan masyarakat;
    2. sertifikat sebagai dosen klinis;
    3. surat tugas sebagai Dokter atau Dokter Gigi di Rumah Sakit Pendidikan; dan
    4. kewenangan klinis di Rumah Sakit Pendidikan, dan/atau Wahana Pendidikan Kedokteran.

Ketentuan lebih lanjut mengenai dosen klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal ini yang dirampingkan dari Pasal 25 (draft RUU sebelum dirampingkan) yang isinya adalah sebagai berikut:


(1) Dosen klinis mempunyai hak dan kewajiban yang setara dengan dosensesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(2) Dalam melaksanakan tugas keprofesian, dosen klinis sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berhak:

    1. memperoleh gaji dan tunjangan sebagai dosen klinis yang dibayar oleh 
institusi asal;
    2. memperoleh insentif kinerja atas pelayanan klinis dan pendidikan yang 
dilakukan; dan
    3. memiliki jenjang jabatan akademik profesi dosen klinis yang terdiri atas 
asisten ahli klinis, lektor klinis, lektor kepala kinis, dan profesor klinis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenjang jabatan akademik profesi dosen klinis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 ayat (2) huruf cdiatur dengan Peraturan Pemerintah.

Perkembangan ini menarik karena ada edaran baru untuk Dosen tidak Tetap dari Menteri Pendidikan di tahun 2012 (terlampir). Isinya adalah untuk menjadi Professor, seorang Dosen Tidak Tetap harus menunjukkan hal yang luar biasa. Isinya adalah sebagai berikut:

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2012


TENTANG
PENGANGKATAN PROFESOR/GURU BESAR TIDAK TETAP

Pasal 1

(1)  Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat sebagai dosen tidak tetap dalam jabatan akademik tertentu pada perguruan tinggi.

(2)  Pengangkatan seseorang sebagai dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing setelah mendapat persetujuan Senat. 


Pasal 2

Menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai profesor/guru besar tidak tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.

 

analisisAnalisis situasi saat ini adalah sebagai berikut:

Permendikbud no 40/2012 tersebut bertentangan dengan filosofi di RUU Pendidikan Kedokteran yang sedang dalam perjuangan. Dalam RUU Pendidikan Kedokteran (Versi belum dirampingkan), seorang Dosen Pendidik Klinis dapat menjadi Professor Klinis. Jenjang ini tidak perlu harus ada predikat Luar Biasa. Semua dosen Tidak Tetap (seperti Dosen Klinis, yang ada di berbagai RS Pendidikan, termasuk di daerah jauh seperti Banyumas) asal memenuhi syarat jenjang kenaikan jabatan akademik dapat menjadi Profesor Klinik. Syarat ini tentu mengacu ke syarat Dosen Tetap (dengan modifikasi untuk karya ilmiah dan pendidikan klinik) . Kriteria prestasi luar biasa ini sulit. Filosofi RUU Pendidikan Kedokteran yang dibutuhkan adalah banyak dosen klinis yang bermutu dengan standar tertentu, tidak perlu luar biasa.

Ada kemungkinan pemerintah masih ada keragu-raguan untuk sebutan Asisten Ahli Klinik, Lektor Klinik. Lektor Kepala Klinik, sampai ke Professor Klinik yang ada di RUU Versi sebelum dirampingkan. Pada RUU Pendidikan Kedokteran versi yang dirampingkan, aturan mengenai Dosen Klinik akan diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Arti praktisnya apa? Kalau RUU Pendidikan Kedokteran yang dirampingkan ini disetujui bersama antara pemerintah dan DPR, ini berarti harus ada perjuangan untuk memasukkan jabatan Professor Klinik di PP. Dengan demikian khusus untuk dosen pendidik klinis, Peraturan Menteri no 40 tahun 2012 akan tidak berlaku apabila dalam PP menyebutkan mengenai Professor Klinik.

bahan bacaan Bahan Bacaan

Reznick, RK., MacRae, H. (2006) ‘Teaching Surgical Skills — Changes in the Wind’, New England Journal of Medicine, vol. 355, 31 December pp. 2664-2669

Steinert, Y., et al. ‘A systematic review of faculty development initiatives designed to improve teaching effectiveness in medical education’ BEME Guide No. 8

 Jagsi, R., Guancial, EA., Worobey, CC., et al (2006 ) ‘The “Gender Gap” in Authorship of Academic Medical Literature — A 35-Year Perspective’, New England Journal of Medicine 2006;355:281-7

 Yedidia, MJ., Bickel, J.(2001) ‘Why Aren't There More Women Leaders in Academic Medicine? The Views of Clinical Department Chair’,Academic Medicine, May, Volume 76, Issue 5, p 453-465, Educating Physicians: Research Reports