Category: Halaman Hits: 3405

e-Learning Forum 2015:

Pemanfaatan e-Learning Dalam Pembelajaran dan
Penyebarluasan Ilmu Pengetahuan di Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, 9 Oktober 2015

Pembukaan

Seminar terkait e-learning telah diselenggarakan pada Jum’at (9/10/2015) di University Club, UGM. Seminar ini bertujuan untuk salah satunya memonitor kegiatan yang dilakukan Pusat Inovasi dan Kebijakan Akademik (PIKA) UGM. Beberapa bulan terakhir, PIKA mendorong seluruh fakultas di UGM untuk mengembangkan e-learning lebih jauh. Hal ini bisa dilakukan dengan pemanfaatan pembelajaran berbasis web yang ada di lingkungan UGM dengan lebih maksimal atau mengembangkan pembelajaran berbasis IT dalam bentuk lain. Sejumlah hal tersebut disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD dalam pembukaan seminar.

Sesi 1.1

Dr. Sri Suning Kusumawardani, ST. MT menyampaikan dalam paparannya bahwa e-learning merupakan proses belajar tanpa batas, hal ini bisa menjadi potensi untuk dilakukan pembelajaran melalui internet. Sementara, definisi e-learning sendiri ialah proses pembelajaran dengan memanfaatkan TI, ini merupakan hasil investigasi yang sistematis dan ada mutu pembelajaran di dalamnya. E-learning memberi akses ke mahasiswa untuk lebih mandiri, dosen sebagai fasilitator dan motivator. Jadi ini penting bagi kita semua. E-learning di UGM sudah diterapkan sejak 1984 melalui program kursus online, proses ini berlanjut hingga 2004 dikembangkan eLisa. Kemudian, eLisa menjadi media untuk berinteraksi dan berdiskusi antar civitas UGM.

E-learning sendiri harus menganut unsur pedagogis, bagaimana semantik bisa berjalan di e-learning tersebut? Sehingga konsep ontologinya, eLisa mampu membangun struktur pengetahuan atau ada knowledge management yang didefinisikan di awal. Hal ini dilihat dari penelitian yang dilakukan Suning, bagaimana melihat gaya dan kepribadian mahasiswa sehingga diperoleh komunikasi dan strategi belajar yang sesuai.

Langkah ke depan, akan dirumuskan naskah akademik yang saat ini sudah diunggah ke web pemvisian.ugm.ac.id, namun masih membutuhkan banyak masukan dari civitas akademika. Strategi yang akan diambil, antara lain perlu meningkatkan motivasi untuk menyusun materi yang menarik, perlu dilakukan peningkatan peran dosen dan mahasiswa, perlu meningkatkan etika komunikasi dan berinteraksi, perlu peningkatan partisipasi staf pendukung, lalu penambahan materi multimedia.

Sesi 1.2

Widyawan, PhD selaku pembicara kedua menyampaikan posisi UGM saat ini masih dekat ke blended learning dan pengayaan. Selain itu, Widyawan juga menegaskan saat ini sudah terjadi standarisasi web di lingkungan UGM. Namun, masih perlu banyak upaya untuk menampilkan konten yang menarik di web-web yang ada di lingkungan UGM.

Diskusi 1

Diskusi di sesi 1 berlangsung cukup menarik, Prof. Laksono mempertanyakan apakah mungkin dibentuk masyarakat praktisi yang akan mendiskusikan e-learning di UGM ini? Suning dan Widyawan sependapat dan menyatakan saat ini baru sebatas grup Whats App dan diskusi formal untuk membahas hal tersebut, sehingga jika memungkinkan ada masyarakat praktisi maka akan sangat menarik.

Sesi 2.1

Wim Polderman dari VU Amsterdam berbagi pengalaman e-learning-nya kepada para peserta. Wim menegaskan harus dilakukan testing dan improving fasilitas kursus online yang ada. Hal ini penting dilakukan untuk evaluasi. Selain itu, konten yang menarik di web untuk kursus online hukumnya mutlak. Di lingkungan Wim bekerja, sudah banyak mahasiswa yang membantu dalam produksi konten kursus ini, salah satunya melalui video yang menarik.

Di Belanda sendiri, sudah dikembangkan kursus online berbasis mobile dan internet di hampir seluruh bagian negara ini sangat mudah diakses (bahkan di ruang publik), sehingga belajar menjadi sangat menyenangkan bagi siapa saja.

Sesi 2.2

Djoko Lukmanto sebagai pembicara kedua menyatakan kursus online atau pembelajaran berbasis IT sangat mendukung pendidikan, namun yang lebih penting ialah mutu dari bahan yang diajarkan. Proses learning dalam e-learning tidak bisa dilakukan instan, maka harus bertahap. Dimulai dengan melihat kompetensi calon mahasiswa, lalu pengembangan kurikulum dan modul yang akan diberikan kepada siswa. Selain mutu, tentu konten yang ditampilkan harus menarik. Di titik ini, Wim dan Djoko memiliki penegasan yang sama. Djoko menyampaikan bahwa di Seoul Cyber University, konten materi pembelajaran yang diupload ke web dipersiapkan dengan sangat matang. Bahkan studio untuk memproduksinya melebihi stasiun tv karena sudah seperti suatu production house.

Catatan Djoko dari penggunaan elisa, dosen tidak harus menguasai TI, namun wajib menjadi ahli di bidangnya. Selain itu, Djoko juga menemukan ironi dimana mahasiswa hanya membutuhkan nilai dan bukan pengetahuannya. Budaya semacam ini yang harus diubah.

Diskusi 2

Diskusi sesi 2 berlangsung cukup menarik, antara lain pertanyaan dari Dwi Umi (Fak. Biologi), apakah memungkinkan sistem eLisa saat ini dibuat seperti Facebook, yaitu ada notifikasi? . Djoko menjelaskan, notifikasi elisa sejauh ini sudah dikirim melalui email, namun sayangnya tidak semua dosen mau menerima notifikasi tersebut. Facebook juga dapat digunakan sebagai penetrasi ide (misal melalui note). Isu terpenting dalam e-learning ialah mutu materi ajar yang diberikan, teknologi hanya pendukung (Wid).

Penutup