UU Pendidikan Kedokteran oleh Kartono Muhammad

Kamis, 14 November 2013 oleh Kartono Mohamad

kartono muhammadSemangat yang melatarbelakangi pembentukan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter agaknya ada tiga. Pertama, Indonesia kekurangan dokter. Kedua, dokter enggan bekerja di daerah. Ketiga, pendidikan dokter sangat mahal.Jadi, UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Dokter menekankan hal tersebut. Semua itu mungkin benar, tetapi ketiganya hanyalah gejala. Bukan penyebab. UU ini berupaya memberi terapi terhadap gejala tersebut dan bukan kepada penyebabnya. Seolah-olah dengan UU ini, semua itu akan terselesaikan. Namun, UU ini justru rancu dan tidak menjamin cita-cita tadi akan tercapai.

Beberapa kerancuan

Kerancuan pertama adalah sebutan "dokter pelayanan primer". Tak ada penjelasan tentang istilah ini. Apakah ia primary care physician ataukah dokter yang bekerja di primary care facility. Ini dua hal yang berbeda. Istilah primary care physician di dunia adalah dokter yang menangani pasien sejak pertama kali datang dan merujuknya ke spesialis tertentu jika ada hal-hal yang memerlukan penanganan spesialistik.American Medical Association menyebut tiga kelompok dokter yang dapat digolongkan primary care physician, yaitu dokter umum, dokter anak (pediatrician), dan dokter kandungan (obstetrician). Bahkan kini ada yang memasukkan internis umum (general internist) sebagai dokter pelayanan primer setelah penyakit dalam ini bercabang-cabang menjadi spesialisasi jantung, paru, ginjal, hati, dan sebagainya.

Dokter pelayanan primer (primary care physician) tidak identik dengan dokter yang bekerja di sarana pelayanan primer (primary care facility). Sarana pelayanan primer adalah jenjang sarana pelayanan, yang selain primer, ada sarana pelayanan sekunder dan sarana pelayanan tersier. Sarana pelayanan primer adalah sarana pelayanan kesehatan dasar, yang kalau di Indonesia disebut puskesmas. Mereka yang bekerja di sarana pelayanan primer juga tidak harus dokter umum atau bahkan tidak harus dokter. Di India, misalnya, ada sarana pelayanan primer yang diisi assistant doctor.

Pada zaman Mao Zedong, China menempatkan barefoot doctors di sarana pelayanan primer yang paling ujung. Mereka tinggal di komune-komune di pedesaan dan melakukan kegiatan kesehatan masyarakat serta pendataan status kesehatan penghuni komune tersebut. Sebaliknya, secara periodik, rumah sakit mengirimkan dokter spesialis ke puskesmas-puskesmas di wilayah binaan mereka, untuk membantu dokter umum yang bertugas di sana. Puskesmas itu sendiri membawahkan beberapa sarana pelayanan primer yang ada di komune-komune.

Kerancuan selanjutnya

UU No 20/2013 menyebut "mendidik dokter pelayanan primer" tanpa menjelaskan yang dimaksud. Apakah itu seperti definisi American Medical Association tentang primary care physician ataukah dokter yang bekerja di sarana pelayanan primer apa pun spesialisasinya? Jika itu merupakan cabang spesialisasi baru, ilmu-ilmu apa yang harus dididikkan kepada mereka?

UU ini disebut UU tentang Pendidikan Dokter, tetapi tidak menjelaskan siapa yang dapat masuk ke jenjang pendidikan ini. Adakah ia harus lulusan SMA ataukah harus lulusan D-3 (college)? Di Amerika, pada umumnya fakultas kedokteran menerima lulusan kolese. Dari jurusan apa saja. Juga ada persyaratan harus lulus ujian bahasa Inggris. UU No 20/2013 tidak menjelaskan hal tersebut. Kemudian ada istilah internship yang tidak jelas apakah itu bagian dari pendidikan ataukah bagian dari memaksa dokter mau bekerja di daerah? Kalau bagian dari pendidikan, siapa yang membimbing dan yang menguji serta ilmu apa saja yang harus diberikan.

Saat ini, di Indonesia, ada sekitar 74 fakultas kedokteran. Siapa yang menjamin bahwa lulusan mereka setara dalam mutu? Pendidikan dokter terdiri dari pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Siapa yang akan memantau mutu lulusan tingkat akademik dan siapa yang memantau mutu lulusan pendidikan profesi. Bagi masyarakat, sekali lulus dokter, semua dianggap sama dalam kemampuan akademik dan profesinya. Namun, benarkah demikian? Dan benarkah dokter lulusan universitas negeri pasti lebih baik dibandingkan dengan universitas swasta?

Kemudian bagaimana pula memantau mereka setelah berpraktik. Seorang dokter harus belajar terus-menerus karena ilmu kedokteran selalu berkembang. Untuk dokter umum, Amerika mengembangkan pendidikan family physician dan Inggris mengembangkan general practitioner. Dua hal yang sama. Ketentuan di sana mengharuskan dokter kelompok itu mengikuti pendidikan berkala setelah lulus dokter. Penyelenggara pendidikan adalah organisasi profesi kedokteran. Bukan kewajiban fakultas setelah mereka lulus dokter dan bukan kewajiban menteri kesehatan karena tak semua dokter bekerja di bawah Kementerian Kesehatan. Selanjutnya UU ini juga tidak menyinggung dokter lulusan luar negeri, baik WNI maupun WNA, yang ingin bekerja di Indonesia. Apa persyaratannya agar pendidikan mereka dapat disamakan dengan pendidikan dokter di Indonesia.

(KARTONO MOHAMAD, Mantan Ketua PB IDI)

Sumber : Kompas Cetak terbitan 14 November 2013

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Berikut ini adalah pasal-pasal yang masih memerlukan aturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Kolom pembahasan akan diisi dengan perkembangan pembahasan dan isu-isu terkait pasal tersebut. Silahkan untuk memberikan komentar melalui kolom paling bawah.

Pasal pada UU Pendidikan Kedokteran

Norma Pengaturan

Aturan lebih lanjut dari UU Dikti/lainnya

Pembahasan

Pasal 8

ayat (5)

Fakultas Kedokteran yang menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis- subspesialis

PP Profesi

Permendikbud penyelenggaraan dan pengelolaan PT

 

Pasal 9

ayat (2)

Kuota nasional mahasiwa prodi kedokteran

Permendikbud penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa

Surat Edaran Dirjen Dikti ttg kuota mahasiswa kedokteran

 

Pasal 17 ayat (3)

Penyelenggaraan program magister dan/atau program doktor

Permendikbud penyelenggaraan dan pengelolaan PT

 

Pasal 19

ayat (4)

Penempatan Mahasiswa program dokter layanan

primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis- subspesialis di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan

Permendikbud penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa

Permenkes tentang program penempatan (Kemkes)

 

Pasal 22 ayat (2)

Warga negara asing yang dapat menjadi Dosen atau dosen tamu

Revisi permendiknas ttg izin pendidik asing pada satuan pendidikan formal

 

Pasal 27 ayat (6)

Seleksi penerimaan calon mahasiswa

Permendikbud penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa

Surat Edaran Dirjen Dikti ttg kuota mahasiswa baru pendidikan kedokteran

 

Pasal 29 ayat (2)

Seleksi penerimaan mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis

Permendikbud penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa

 

Pasal 30 ayat (5)

Calon mahasiswa warga negara asing

Permendikbud penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa

 

Pasal 31 ayat (3)

Hak dan kewajiban Mahasiswa

Permendikbud penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa

 

Pasal 35

Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan

Permendikbud beasiswa dan bantuan biaya pendidikan

 

Pasal 36 ayat (4)

Tata cara pelaksanaan uji kompetensi

Permendikbud Sertifikat Kompetensi

SE Dirjen Dikti untuk UKDI sbg exit exam

 

Pasal 45

Kerja sama FK dengan RSP dan wahana pendidikan kedokteran

PP RSP (Kemkes)

 

Pasal 47

Sistem Penjaminan Mutu

Permendikbud SPM PT

Permendikbud SNPT

Permendikbud Sistem akreditasi

 

Pasal 52

ayat (3)

Standar satuan biaya operasional Pendidikan Kedokteran yang diberlakukan untuk semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran

PP bentuk & mekanisme pendanaan

 

Pasal 58

Ayat (3)

Sanksi administratif

Permendikbud penyelenggaraan dan pengelolaan PT

 

--- dalam pengembangan ---

Peraturan Pemerintah UU Pendidikan Kedokteran

Berikut ini adalah pasal-pasal yang masih memerlukan aturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Kolom pembahasan akan diisi dengan perkembangan pembahasan dan isu-isu terkait pasal tersebut. Silahkan untuk memberikan komentar melalui kolom paling bawah.

Pasal pada UU Pendidikan Kedokteran

Norma Pengaturan

Aturan lebih lanjut dari UU Dikti/lainnya

Pembahasan

Pasal 6 ayat (6)

Syarat dan ketentuan pembentukan

Fakultas Kedokteran serta penambahan program studi

PP Profesi

Permendikbud penyelenggaraan dan pengelolaan PT

 

Pasal 7 ayat (9)

Program dokter layanan primer

PP Profesi

 

Pasal 7 ayat (9)

Program dokter internship

Permenkes Internship

 

Pasal 21 ayat (4)

Kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen di Rumah sakit pendidikan dan wahana pendidikan kedokteran

PP penugasan dosen dan pemberian insentif

PP jabatan fungsional dosen dan angka kreditnya (kemenpan)

 

Pasal 45

Kerjasama FK dengan Rumah sakit Pendidikan (RSP) dan wahana pendidikan kedokteran

PP RSP

 

-- dalam pengembangan ---

Referensi Aturan Lanjutan UU Pendidikan Kedokteran

Daftar Referensi Aturan Lanjutan UU No.20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran

No

Judul

Kategori

1

The development of a more equitable approach to resource allocation and manpower planning for undergraduate teaching in a UK medical school

 dokdiknis, manajemen mutu

2

What do students actually do on an internal medicine clerkship? A log diary study

 hak dan kewajiban mahasiswa

3

The perceptions of attending doctors of the role of residents as teachers of undergraduate clinical students

 hak dan kewajiban mahasiswa

4

The Effect of Financial Incentives and Access to Services on Self-funded Admissions to Long-term Care

 pembiayaan

5

More Than a Matter of Time

 hak dan kewajiban mahasiswa

6

Supervisor-trainee relationship boundaries in medical education

 hubungan dokdiknis dengan mahasiswa

7

Consultant attitudes to undertaking undergraduate teaching duties: perspectives from hospitals serving a large medical school

 rumah sakit pendidikan

8

Influence of clerkship experiences on clinical competence

 hak dan kewajiban mahasiswa

9

Learning from Mistakes Factors that Influence How Students and Residents Learn from Medical Errors

 hak dan kewajiban mahasiswa

10

Pre-Test And Post-Test Evaluation Of Students' Perceptions Of A Collaborative Clinical Education Model On The Learning Environment

 manajemen mutu

11

Reinventing Practice and Education Partnerships for Capacity Expansion

 manajemen mutu

12

Quality of clinical supervision as perceived by attending doctors in university and district teaching hospitals

 rumah sakit pendidikan

13

What can we expect of clinical teachers Establishing consensus on applicable skills, attitudes and practices

 dokdiknis

14

Do patients have an obligation to participate in student teaching?

 rumah sakit pendidikanmanajemen mutu

15

Medical students’ experiences with medical errors: an analysis of medical student essays

 hak dan kewajiban mahasiswa

16

Rural learning is more than marks: Sensitised to knowledge

 rural doctor

17

Capacity of hospitals to partner with academia to meet experiential education requirements for pharmacy students

  rumah sakit pendidikanmanajemen mutu

18

More students, less capacity? An assessment of the competing demands on academic medical staff

 manajemen mutu, recruitment

19

An opportunity to reinforce ethical values: declarations made by graduating medical students in Australia and New Zealand

 hak dan kewajiban mahasiswa

20

Training the intern: The value of a pre-intern year in preparing students for practice

 hak dan kewajiban mahasiswa

21

Clinical teachers’ approaches to nursing

 dokdiknis

22

A medical student’s perspective of participation in an interprofessional education placement: An autoethnography

 hak dan kewajiban mahasiswa, manajemen mutu

23

What is the financial state of medical students from rural backgrounds during tuition fee deregulation?

 financing

24

Maximising the potential of part-time clinical teachers

 dokdiknis

25

Assessing the Quality of Clinical Teachers A Systematic Review of Content and Quality of Questionnaires for Assessing Clinical Teachers

 dikdiknis

26

Students’ Response to Disaster: A Lesson for Health Care Professional Schools

 lain-lain, hak dan kewajiban mahasiswa

27

Travelling educational workshops for clinical teachers: are they worthwhile?

 dokdiknis

28

What does it mean to be a good teacher and clinical supervisor in medical education?

 dokdiknis, manajemen mutu

29

A multi-professional evidence-based practice course improved allied health students’ confidence and knowledge

 hak dan kewajiban mahasiswa 

30

Healthier Students Are Better Learners: High-Quality, Strategically Planned, and Effectively Coordinated School Health Programs Must Be a Fundamental Mission of Schools to Help Close the Achievement Gap

 hak dan kewajiban mahasiswa

31

Comparison of three clinical environments for pre-clinical clinical skills training

 manajemen mutu

32

Student doctors taking responsibility

 manajemen mutu, hak dan kewajiban mahasiswa

33

The good student is more than a listener – The 12+1 roles of the medical student

 hak dan kewajiban

34

Why does a rural background make medical students more likely to intend to work in rural areas and how consistent is the effect? A study of the rural background effect

 rekruitment

35

The ACGME’s 2011 Changes to Resident Duty Hours: Are They an Unfunded Mandate on Teaching Hospitals?

 hak dan kewajiban mahasiswa

36

Cost Implications of ACGME’s 2011 Changes to Resident Duty Hours and the Training Environment

 pembiayaan, hak dan kewajiban mahasiswa

37

General practice: the DREEM attachment? Comparing the educational environment of hospital and general practice placements

 rumah sakit pendidikan, manajemen mutu

38

Factors influencing residents’ evaluations of clinical faculty member teaching qualities and role model status

 hak dan kewajiban mahasiswa

39

Nature or nurture: The effect of undergraduate rural clinical rotations on pre-existent rural career choice likelihood as measured by the SOMERS Index

 lain-lain

40

Medical students’ views and understanding of a career in academic medicine

 manajemen mutu, hak dan kewajiban mahasiswa

41

Job satisfaction of nurses in a Saudi Arabian university teaching hospital: a cross-sectional study

 rumah sakit pendidikan, manajemen mutu

42

Pediatric Pain Management Education in Medical Students: Impact of a Web-Based Module

 lain-lain

43

Student centredness in clinical learning: the influence of the clinical teacher

 rumah sakit pendidikan, dokdiknis

44

Problems and perceived needs for medical ethics education of resident physicians in Alexandria teaching hospitals, Egypt

 hak dan kewajiban mahasiswa

45

International students in United States’ medical schools: does the medical community know they exist?

 rekruitmen

46

A study of ‘Rational Use of Investigations’ in a tertiary hospital

 lain-lain

47

Supervisory needs of research doctoral students in a university teaching hospital setting

 rumah sakit pendidikan, dokdiknis, manajemen mutu

48

Does salary affect the choice of residency in non-university teaching hospitals? A panel analysis of Japan Residency Matching Programme data

 hak dan kewajiban mahasiswa (insentif)

49

An Assessment Program Using Standardized Clients to Determine Student Readiness for Clinical Practice

 hak dan kewajiban mahasiswa

50

Impact of a recruitment campaign on students’ applications to medical school

 hak dan kewajiban mahasiswa

51

Transforming Teacher Education through Clinical Practice: A National Strategy to Prepare Effective Teachers

 dokdiknis

52

Role of Residents in Medical Student Teaching

 hak dan kewajiban mahasiswa

53

Thailand special recruitment track of medical students: a series of annual cross-sectional surveys on the new graduates between 2010 and 2012

 rekruitmen

54

Impact of Extended-Duration Shifts on Medical Errors, Adverse Events, and Attentional Failures

 hak dan kewajiban

55

The Impact of Graduate Medical Education on Teaching Hospital Efficiency

 rumah sakit pendidikan

56

Impact of a teaching attending physician on medical student, resident, and faculty perceptions and satisfaction

 dokdiknis