Kepemimpinan Keilmuan dan Tantangannya

Kerangka Acuan Kegiatan

Diskusi Manajemen Perguruan Tinggi

Kepemimpinan Keilmuan dan Tantangannya

Yogyakarta, Kamis, 2 April 2015

Latar Belakang

Menjadi dosen yang baik tentunya mempunyai kinerja sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu : Mendidik, Meneliti, dan Mengabdi. Indikator kinerja dosen adalah jumlah jam mengajar, jumlah penelitian dan penulisan yang hasilnya bisa dalam bentuk jurnal, buku, grant penelitian, dan sebagainya. Secara tidak langsung, indikator kinerja universitas berada pada tangan dosen. Tanpa dosen yang berkinerja baik, perguruan tinggi akan menurun performanya. Akan tetapi, ada tantangan yang signifikan yaitu : apakah Perguruan Tinggi mempunyai banyak dosen yang handal dan dapat disebut sebagai Pemimpin Keilmuan.

Sebelum menjawab tantangan tersebut, sebenarnya apa ciri seorang pemimpin ilmu? 

Apa saja ciri-ciri seorang Pemimpin Keilmuan?

Istilah Kepemimpinan Keilmuan dinyatakan untuk membedakan dengan pemimpin struktural seperti Dekan atau Rektor. Pemimpin Keilmuan adalah pemimpin dalam bidang ilmu yang mempunyai berbagai ciri khusus yang berbeda dengan Pemimpin Struktural. Dari berbagai referensi awal, pengalaman,  serta pengamatan, ada beberapa ciri dan kebiasaan Pemimpin Keilmuan:

  • Mempunyai visi, dedikasi tinggi dan passion pada pengembangan ilmunya;
  • Memimpin para peneliti/ilmuwan di universitas/tempat bekerjanya;
  • Dihargai oleh peers-nya di level fakultas/universitas, nasional, dan internasional, misal diundang dalam seminar nasional/internasional sebagai pembicara;
  • Mempunyai pengaruh dalam pengembangan ilmu sehingga mempunyai follower di dunia akademik;
  • Melakukan regenerasi secara sistematis untuk mengembangkan ilmu melalui mentoring dan nurturing (merawat) asisten dan generasi baru ilmuwan;
  • Menyebarkan hasil penelitian dan ilmunya melalui jurnal-jurnal, buku, atau media lainnya.
  • Mempunyai kemampuan Networking;
  • Tidak mempunyai ambisi menjadi pemimpin structural, politik, ataupun unit-unit lain di luar bidang ilmunya.
  • Mempunyai pendapatan di luar gaji yang berasal dari kepakarannya. Pendapatan mungkin melebihi tunjangan structural seorang Dekan atau Rektor.
  • Mematuhi birokrasi perguruan tinggi, termasuk system keuangannya dan sebagainya

Ciri-ciri ini yang perlu dikembangkan terus menerus melalui pengalaman dan penelitian.

Di lain pihak, pengembangan kepemimpinan ilmu di universitas saat ini  analog dengan di manajemen rumahsakit sekitar 20 tahun yang lalu. Dulu yang disebut sebagai pemimpin di rumahsakit adalah direktur rumahsakit saja. Namun sekarang sudah berkembang. Disamping direktur rumahsakit, ada pemimpin lain, yaitu clinical leader. Para pemimpin klinis yang berada di SMF masing-masing sudah banyak yang mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan klinisnya sehingga mempunyai berbagai ciri, termasuk ada followernya. Direktur RS hanya satu. Tapi pemimpin klinik bisa puluhan.  Seorang klinisi misal ahli penyakit dalam di RS Sardjito menjadi acuan dari para dokter SpPD di ribuan rumahsakit di Indonesia.  Seorang ahli diare anak di RSS menjadi acuan para dokter anak dan dokter umum di seluruh Indonesia mengenai diare. Kita bisa bayangkan di rumahsakit, pemimpin klinis bisa ratusan.

Sama dengan di rumahsakit. Dekan hanya satu orang, namun pemimpin keilmuan bisa puluhan.  Salah satu tugas dekan adalah mensupport pengembangan pemimpin keilmuan. Sementara itu  tugas para dosen adalah mengembangkan keilmuan yang secara bersama akan meningkatkan indicator lembaga yang secara structural dipimpin dekan. Jadi sebenarnya ada hubungan simbiose mutualistis antara pemimpin structural dengan pemimpin ilmu. Oleh karena itu indicator kinerja dosen-dosen sebaiknya juga menjadi sebagian dari indicator kinerja dekan secara keseluruhan. 

Hubungan dengan Perguruan Tinggi

Seorang pemimpin keilmuan mempunyai pemikiran yang bebas. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu dikaji dalam  hubungannya dengan perguruan tinggi tempat bekerja:

-              ideology

-              Pemikiran

-              Posisi bekerja

Dalam konteks ideology pribadi seorang Pemimpin Keilmuan dapat mempunyai ideology yang mungkin berbeda dengan perguruan tinggi tempat dia bekerja. Ideologi ini dapat bervariasi, mulai dari yang kiri sampai ke kanan. Pertanyaan pentingnya adalah apakah Perguruan Tinggi yang bersangkutan membebaskan dosen-dosennya untuk mempunyai ideology atau tidak.

Ketika baru-baru ini ada demo penduduk di Kabupaten Rembang mengenai pemikiran seorang dosen UGM dalam konteks  tenaga ahli dalam sidang pengadilan, pertanyaannya adalah: Apakah seorang dosen perguruan tinggi harus  minta ijin ke lembaganya kalau memberikan pendapat termasuk kesaksian ahli?

Logikanya tidak, kecuali kalau PT yang bersangkutan diminta pendapatnya. Pendapat resmi perguruan tinggi tentunya ditanda-tangani oleh yang berhak misal Dekan atau Rektor.

Dimana Pemimpin Keilmuan bekerja?

Mereka bekerja di:

-       Laboratorium

-       Studio

-       Pusat-pusat di universitas

-       Pusat-pusat di fakultas

-       Kelompok-kelompok kerja

Ada yang menjadi manajer laboratorium, namun juga ada yang tidak ingin mengelola. Lebih ingin berfungsi sebagai peneliti, atau tenaga ahli. Kedudukannya berada di Dewan Ahli.

Apakah dosen-dosen tertarik dengan konsep Scientist Leader?

Pertanyaan ini menarik; apakah dosen-dosen membutuhkan dan berkeinginan menjadi scientist leaders di level fakultas/universitas, nasional, dan mungkin internasional?

Jika jawabannya Tidak , tentunya diskusi kita berhenti di sini. Kita cukup menjadi dosen yang baik, tanpa mempunyai keinginan menjadi pemimpin keilmuan di level fakultas ataupun nasional. Mengapa harus susah-susah memikirkan hal ini.

Jika jawabannya Ya, kemudian pertanyaannya berikutnya adalah:

  1. Bagaimana caranya? Apakah perlu ada pelatihan secara sistematis.
  2. Apakah system manajemen dan dekanat perguruan tinggi masing-masing sudah mendukung para dosen agar menjadi pemimpin ilmu di bidangnya?

Ada beberapa langkah dalam pengembangan ini sebagai berikut:

  1. Brainstorming dan menggali berbagai referensi dan pengalaman mengenai apa ciri pemimpin ilmu;
  2. Melakukan assessment untuk melihat kebutuhan pengembangan kepemimpinan ilmu di kalangan dosen;
  3. Melakukan pelatihan sistematis dan langsung mengelola pengembangan Pemimpin Keilmuan.

Jadwal dan Tempat Acara

Diskusi menarik ini akan dilaksanakan pada :

Hari, tanggal   : Kamis, 2 April 2015,

Waktu              : 12.30 – 14.30 WIB

Tempat            : Fakultas Kedokteran UGM

(peserta dari luar domisili Yogyakarta dapat mengikuti secara webinar dengan mendaftarkan terlebih dahulu untuk mendapatkan link webinar).

Waktu

Acara

Keterangan

12.30 – 13.00

Pendaftaran

 

13.00 – 13.05

Pembukaan

MC

13.05 – 13.15

Pemaparan Materi Pokok Diskusi :

Ringkasan Topik

Bagaimana ciri-ciri Kepemimpinan Keilmuan?

Bagaimana ideology seorang Pemimpin KeIlmuan

Bagaimana hubungan pemimpin keilmuan dengan perguruan tinggi masing-masing. Kasus dosen PT didemo oleh masyarakat

Bagaimana cara meningkatkan kinerja Pemimpin Keilmuan? Apakah perlu pelatihan-pelatihan?

Apa yang diharapkan untuk Dekanat dan Rektorat

Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

13.15 – 13.45

Pembahasan (masing – masing 5 – 10 menit)

  1. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M
  2. Ika Dewi Ana, Ph.D.

Moderator :

Dr. drh. Wisnu Nurcahyo

13.45 – 14.30

Diskusi Umum

Moderator :

Dr. drh. Wisnu Nurcahyo

14.30 – 14.35

Penutupan

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D

Peserta yang diharapkan untuk mengikuti kegiatan ini

-              Peserta Blended Advocacy pada Monitoring dan Evaluasi JKN 2015 bagi Lembaga

-              Dosen-dosen UGM yang berminat

-              Mahasiswa S2 MMPT

INFORMASI

Wisnu Firmansyah

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Gedung IKM Sayap Utara Lantai 2

Jalan Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281

Telp/Faks : 0274 – 549425 (hunting)

Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.