Telaah Pustaka

II. 1. Sistem Kesehatan dan Perubahan Pembiayaan  

Ketika berbicara mengenai Sistem Kesehatan, pertanyaan pertama adalah apa definisinya. Menurut WHO.....sistem kesehatan merupakan jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand-side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun material. Sistem kesehatan juga bisa mencakup sektor pertanian dan sektor pendidikan yaitu universitas dan lembaga pendidikan lain, pusat penelitian, perusahaan konstruksi, beserta organisasi yang memproduksi teknologi spesifik seperti produk farmasi, alat dan suku cadang.

Definisi sistem kesehatan berdasarkan WHO yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan. Program  yang tercakup di dalamnya adntara lain pelayanan kesehatan formal dan non-formal seperti pengobatan tradisional, pengobatan alternatif, dan pengobatan tanpa resep. Selain itu, ada juga aktivitas kesehatan masyarakat berupa promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, peningkatan keamanan lingkungan dan jalan raya, dan pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan

Berdasar konsep WHO tahun 2009 blok-blok bangunan sistem kesehatan (The building blocks of the health system): tujuan dan atribut-atribut. Blok-blok sistem terdiri dari: (a) Penyediaan pelayanan (service delivery); (b) Tenaga kesehatan (health workforce); (c) Informasi (information); (d) Produk kedokteran, vaksin, dan teknologi (medical products, vaccines and technologies); (e) Pembiayaan (financing); dan (f) Kepemimpinan/ Tata Kelola (leadership/ governance). Blok-blok sistem tadi memberikan cakupan akses (access coverage) dan Jaminan kualitas (quality safety) untuk tujuan secara umum, yaitu:

  1. a.Meningkatkan status kesehatan (level dan pemerataan)
  2. b.Ketanggapan (responsiveness)
  3. c.Proteksi terhadap risiko sosial dan keuangan (social and financial risk protection)
  4. d.Meningkatkan efisiensi (improved eficiency).

 

Pada tahun 2004 bangsa Indonesia mempunyai undang-undang baru tentang Jaminan Kesehatan yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 . UU ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial termasuk Jaminan Kesehatan Nasional merupakan hal wajib bagi seluruh penduduk. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial yang diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program jaminan kesehatan.

Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Implementasi program ini diharapkan bahwa seluruh rakyat Indonesia dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menerita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.

SJSN diselenggarakan dengan prinsip-prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas dan portabilitas dengan kepesertaan bersifat wajib, dana amal dan hasil pengelolaan jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya kepentingan peserta jaminan. Untuk melaksanakan jaminan sosial sesuai Undang-Undang diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang harus dibentuk dengan Undang-Undang. Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial yang dimaksud adalah

  1. a.Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
  2. b.Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN)
  3. c.Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)
  4. d.Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES)

 

Kepesertaan dan Iuran dalam Jaminan Sosial Nasional dibebankan kepada Pemerintah, Pemberi Kerja dan Individu. Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sesuai dengan program Jaminan sosial yang diikuti. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penerima Bantuan Iuran yang dimaksud adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.

Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib peserta. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara ini merupakan transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dinamika perkembangan jaminan sosial.

Tujuh tahun berselang setelah UU SJSN pemerintah baru berhasil menetapkan UU mengenai BPJS. Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban.  Undang-Undang tersebut membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara bertahap akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan sosial.

BPJS mempunyai tugas sesuai Undang-Undang yaitu:

  1. a.Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta
  2. b.Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja
  3. c.Menerima bantuan Iuran dari Pemerintah
  4. d.Mengelola dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
  5. e.Mengumpulkan dan mengelola data peserta program Jaminan Sosial
  6. f.Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial
  7. g.Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan Program Jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat

Dalam melaksanakan kewenangannya, BPJS berhak untuk memperoleh dana operasinal untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/ atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memperoleh hasil monitoring dan evaluasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.

BPJS memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN. Pelaksanaan BPJS di bawah pengawasan lembaga eksternal dan internal. Pengawasan internal BPJS dilakukan oleh Dewan Pengawas dan satuan pengawas internal. Pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh DJSN dan lembaga pengawas independen. DJSN melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial. Lembaga pengawas independen adalah Otoritas Jasa Keuangan.

Adanya UU SJSN di tahun 2004 dan UU BPJS di tahun 2011 menunjukkan adanya perubahan aspek pembiayaan dalam Sistem Kesehatan.  Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia yang biasanya didominasi oleh pembayaran dari kantung pasien (out of pocket)[1] berubah menjadi kearah jaminan kesehatan. Perubahan satu komponen penting dalam sistem kesehatan ini merupakan hal yang sangat menarik karena akan berdampak atau terkait dengan komponen-komponen lain dalam sistem kesehatan.

Pertanyaan penting dalam konteks reformasi sektor kesehatan adalah[2] apakah perubahan dalam komponen pembiayaan ini disertai dengan perubahan-perubahan pada komponen Penyediaan pelayanan (service delivery); Tenaga kesehatan (health workforce); Informasi (information); Produk kedokteran, vaksin, dan teknologi (medical products, vaccines and technologies); dan Kepemimpinan/ Tata Kelola (leadership/ governance). Tanpa ada perubahan di berbagai komponen secara terencana, terstruktur, dan terkait maka perubahan sistem pembiayaan sendiri akan sulit meningkatkan hasil untuk peningkatan kesehatan masyarakat. Riset Monitoring dan Evaluasi Kebijakan ini akan membahas isu reformasi kesehatan secara khusus.



[1] Doosler Eddy et al.

[2] WB and Harvard University. Making the reform right.