IDI: Cabut Izin 8 Fakultas Kedokteran Baru

Category: Berita Nasional Written by Super User Hits: 7886

 Prof dr Bambang Supriyatno SpA (K)

PKMK - Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan beberapa organisasi serta asosiasi pendidikan kedokteran lainnya menolak pembukaan fakultas kedokteran ( FK) baru. Mereka khawatir, pemberian izin tersebut akan menimbulkan masalah baru dalam pendidikan kedokteran.

"Masih banyak fakultas Kedokteran di Indonesia yang kualitasnya belum baik. Mereka saja belum sempat dibina, pemerintah kok sudah kasih izin baru," kata Ketua KKI, Prof dr Bambang Supriyatno SpA (K) dalam penjelasan kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (31/3).

Bambang menegaskan, meski pembukaan FK baru itu merupakan kewenangan Kementerian Ristek dan Dikti, namun harus dipertimbanhkan berbagai faktor yang terkait dengan mutu dan kesinambungan proses pendidikan. Guna menghasilkan dokter dan dokter gigi yang kompeten dan profesional.

"Untuk menjamin mutu dokter dan dokter gigi diperlukan pengawalan dari hulu hingga ke hilir  hingga mereka bekerja di masyarakat. Perlu dipikirkan bagaimana prosesnya agar tidak asal lulus, tetapi juga memiliki kompetensi sebagai dokter dan dokter gigi yang berkualitas," ucap Bambang Supriyatno menegaskan.

Sekadar informasi, KKI adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2004 dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik kedokteran dan kedokteran gigi yang tidak kompeten.

KKI beranggotakan perwakilan dari Organisasi Profesi, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran/Kedokteran Gigi, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, Kolegium Kedokteran dan Kedokteran Gigi serta tokoh masyarakat.

Bambang Supriyatno mengemukakan fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini dari 75 FK yang ada tersebar di seluruh Indonesia hanya 21 persen menyandang Akreditasi A dan sisanya  B sebesar 43 persen dan C sebesar 36 persen.  

"Dari hasil visitasi untuk evaluasi pelaksanaan standar pendidikan kedokteran dalam beberapa tahun terakhir ini,  ditemukan banyak sekali proses belajar-mengajar yang tidak berjalan lancar karena dosen serta fasilitas pendidikannya sangat minim," ujarnya.

Dengan demikian, ucap Bambang Supriyatno, hasil akhir sudah dapat diramalkan bahwa kualitas dokter yang dihasilkan perlu dipertanyakan. Hal itu terindikasi dari tingkat kelulusan uji kompetensi profesi dokter secara nasional yang berkisar antara 20 sampai 97 persen.

"Angka itu memiliki variasi nilai yang sangat luas dan linier terhadap kualitas lembaga pendidikan kedokteran. Jika ditambah lagi, dikhawatirkan akan menambah keterpurukan nilai itu," ujarnya.

Menurut Bambang Supriyatno, solusi atas masalah itu adalah segera melakukan perbaikan dan pembinaan terhadap institusi pendidikan kedokteran, agar dapat menghasilkan dokter yang kompeten dan profesional. Selain tetap melakukan moratorium terhadap pembukaan fakultas kedokteran.  

"Dari 8 FK baru, sebagian besar tidak memenuhi persyaratan bila ditinjau dari kesiapan dan jumlah tenaga pengajar, sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan atau dukungan pendanaan," kata Bambang Supriyatno menegaskan.  

Padahal, lanjutnya, rasio dosen dan mahasiswa, rumah sakit pendidikan merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam proses pendidikan dokter dan dokter gigi.  

Untuk itu, Bambang Supriyatno mengimbau orangtua agar berhati-hati dalam memilih FK. Agar tidak kecewa di masa depan, karena biaya di FK sangat mahal. Sementara anaknya tidak mendapat pendidikan dokter yang berkualitas.

"Indonesia memerlukan banyak dokter, tetapi tidak berarti kita harus membangun sebanyak-banyaknya FK tanpa memperhatikan kualitas," katanya menegaskan.

Kepada pemerintah, KKI berharap pemerintah memperhatikan persyaratan pembukaan yang objektif. Karena proses penilaian yang tidak sesuai dengan standar akan berpotensi menjadi beban berkepanjangan baik bagi pemerintah, stakeholder dan masyarakat.

"Karena rekomendasi dari KKI sebenarnya FK yang layak dibuka di 3 PT. Ternyata izin diberikan di 8 PT. Ini sungguh disayangkan," kata Bambang Supriyatno menandaskan.

Hal senada dikemukakan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Dr Oetama Marsis, SpOG. Pihaknya sudah melayangkan surat keberatan atas pemberian izin 8 FK baru tersebut kepada Menristekdikti.

"Kami berharap izin itu dicabut saja, dibanding menimbulkan masalah di masa depan," katanya.

Prof Marsis menilai, kebutuhan dokter umum untuk layanan primer di Indonesia sudah cukup, hanya distribusinya yang belum merata. Untuk itu lebih baik tangani dulu masalah ketidakmerataan itu, ketimbang mem"produksi" dokter-dokter baru. (TW)