Sistem Pendidikan Perlu Dibenahi

http://www.seputaraceh.com/wp-content/uploads/2012/06/fk.jpg

Bukan rahasia lagi bahwa pendidikan dokter merupakan program studi (prodi) yang biayanya sangat mahal. Hanya orang-orang yang memiliki modal cukuplah yang dianggap bisa masuk program tersebut. Namun, di balik mahalnya biaya pendidikan dokter, ternyata masih banyak yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan kedokteran dalam aspek perguruan tinggi (PT)-nya.
 
"Masih banyak yang perlu dibenahi dalam sistem pendidikan kedokteran," ucap Wakil Ketua Pengurus Besar IDI, dr Daeng Mohammad Faqih, kepada Republika.
 
Secara sistem perekrutan, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Daeng berpendapat, hanya mahasiswa-mahasiswa yang benar-benar memiliki prestasi akademik yang baguslah yang patut diterima. Pada aspek psikologis, minat dan motivasi mereka terhadap dunia kedokteran juga harus benar-benar teruji.
 
Di samping perekrutan, akreditasi sekolah kedokteran juga perlu diperketat. Pemerintah harus berani menutup jika menemukan prodi atau sekolah kedokteran yang "abal-abal." Akreditasi ini jelas penting karena berkaitan erat dengan kualitas dosen dan fasilitas yang dimiliki.
 
Daeng menceritakan, terdapat jurusan kedokteran yang tidak memiliki peralatan dan fasilitas yang lengkap. Bahkan, secara rasio mahasiswa dan dosen pun melebihi batas ideal. Menurut dia, prodi atau sekolah-sekolah ini perlu ditertibkan karena kualitas prodi kedokteran itu sangat penting dalam keberlangsungan dokter di dunia lapangan. "Kita kan berhubungan dengan nyawa manusia secara langsung, jadi harus hati-hati," kata Daeng menegaskan.
 
Pada aspek penyebaran, Daeng mengakui, sangat tidak merata di antara semua daerah. Hal ini terutama dibandingkan dengan dokter yang berada di daerah terpencil dan perkotaan. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah daerah (pemda) sebenarnya harus benar-benar terlibat dalam meyakinkan para dokter untuk bertugas di daerah pelosok.
 
Daeng mengutarakan, terdapat banyak masalah yang menyebabkan dokter enggan ditempatkan di pelosok. Keamanan, jaminan kesehatan, dan penghargaan merupakan hal-hal yang membuat dokter sulit ditempatkan di daerah terpencil. "Buktinya ada dokter yang meninggal karena keamanan dan kesehatannya tidak terjamin," ujar Daeng.
 
Selain itu, penghargaan dokter di daerah sangat kecil, yakni Rp 3 juta saja. Angka ini jelas tidak sebanding dengan perjuangan mereka di daerah yang sulit dalam aspek apa pun. Untuk itu, baik pemerintah daerah maupun pusat sudah sepantasnya menambah apresiasi kepada mereka agar lebih bersemangat.
 
Menurut Daeng, pemerintah daerah juga perlu memiliki komitmen untuk menyempurnakan sarana dan prasarana kesehatan di daerah. Kekurangan yang ada di daerah pelosok jelas memengaruhi antusiasme para dokter yang ditugaskan.
 
Di antara semua hal, Daeng menegaskan, terdapat hal yang terpenting dilakukan pemerintah daerah dan pusat. Pemerataan dokter di daerah harus berdasarkan analisis kebutuhan atau penetapan sistem kuota. Setiap daerah harus mengungkapkan jumlah dokter yang benar-benar dibutuhkan secara merata. "Jadi, tidak numpuk di kota besar saja," ucapnya. rep: Wilda Fizriyani  ed: Muhammad Hafil

sumber: republika