Berani Merger Fakultas, Diganjar Dana Rp 30 M

Category: Berita Nasional Written by Super User Hits: 2324

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) kian gencar mendorong PTN (perguruan tinggi negeri) menjalankan merger alias penggabungan fakultas serumpun. Yang berani melakukannya bakal diganjar insentif Rp 30 miliar dan dekannya digaji dua kali lipat.

Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti menuturkan, Menristekdikti Mohamad Nasir sudah menyosialisasikan tawaran merger itu. ’’Kemarin (30/11, Red) beliau sampaikan juga di Unhas Makassar,’’ katanya.

Ghufron menjelaskan, tantangan pengelolaan perguruan tinggi saat ini adalah keterbatasan sumber daya. Baik itu sumber daya keuangan maupun pegawai. Sedangkan untuk tuntutan pembelajaran yang berkualitas, tidak ada batasnya. Dengan demikian, perlu dilakukan efisiensi struktur dan birokrasi. ”Salah satunya dengan merger atau penggabungan fakultas-fakultas yang serumpun,” ujarnya.

Mantan wakil menteri kesehatan itu menuturkan, saat ini dalam satu fakultas dipimpin seorang dekan dan minimal tiga wakil dekan. Misalnya, dalam 1 PTN ada 4 fakultas yang serumpun, berarti ada 4 dekan dan 12 wakil dekan.

Nah, ketika dilakukan merger, tinggal 1 dekan dan 3 wakil dekan saja. Peran dosen yang sebelumnya menjadi pejabat itu dioptimalkan sebagai pengajar sekaligus peneliti. Harapannya, publikasi bisa terdongkrak dan tingkat kekurangan dosen di kampus negeri dapat ditekan.

Ghufron mengakui, imbas dari merger itu adalah tugas dekan semakin berat. Sebab, prodi (program studi) yang dipimpin menjadi lebih banyak dari hasil penggabungan tersebut. Dengan begitu, sangat wajar jika dekan di fakultas hasil merger itu mendapat gaji atau tunjangan lebih besar daripada saat ini.

Dia mencontohkan, untuk rumpun kesehatan saat ini, banyak sekali fakultasnya. Mulai fakultas kedokteran, fakultas kedokteran gigi, fakultas kedokteran hewan, fakultas kesehatan masyarakat, fakultas farmasi, hingga fakultas keperawatan. ’’Dari kesemuanya itu bisa dimerger menjadi fakultas kesehatan dan kedokteran saja,’’ jelasnya.

Direktur Riset Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Totok Amin Soefijanto mengatakan, efisiensi dalam pengelolaan perguruan tinggi merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi, saat ini politik penganggaran pemerintah cenderung untuk infrastruktur.

PTN yang masih mempertahankan birokrasinya yang gemuk akan tergilas perkembangan zaman. ’’Seperti di tol saja sudah cashless. Tidak butuh pegawai banyak-banyak,’’ tuturnya.

Dia menjelaskan, saat ini pengelolaan PTN di Indonesia sudah cukup kuat. Apalagi, pengelolaan teknis akademis sudah berfokus di tingkat program studi (prodi). Karena itu, tidak akan menjadi persoalan kalau nanti sejumlah fakultas dalam satu rumpun dilebur.

Totok berharap, ada PTN yang berani mengambil tantangan dari Menristekdikti itu sehingga bisa dijadikan percontohan bagi kampus-kampus lainnya. Menurut dia, mempertahankan birokrasi yang gendut berisiko bagi PTN, sedangkan anggaran dari pemerintah tidak bertambah. Bahkan, ujungnya untuk menutup biaya operasional kampus menarik dari mahasiswa.

Menurut Totok, uang hasil efisiensi merger fakultas itu bisa dialihkan ke urusan riset. Dia menjelaskan, ke depan kualitas kampus dilihat dari seberapa kuat hasil penelitiannya.

-- https://www.jawapos.com --