DPR tagih aturan teknis pendidikan kedokteran

DPR tagih aturan teknis pendidikan kedokteran

JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta aturan turunan dari Undang-Undang (UU) No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran segera diterbitkan. Pasalnya, hingga lebih dari ketentuan atau dua tahun setelah UU disahkan, beleid turunannya belum juga terbentuk.

Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani mengatakan, salah satu poin krusial dalam peraturan ini adalah menyangkut implementasi program Dokter Layanan Primer (DLP). "Program tersebut sudah berjalan, namun payung hukumnya detailnya belum ada," kata Irma, Minggu (9/10).

Dengan belum adanya payung hukum dari peraturan tersebut, membuat kebijakan tersebut riskan disalahgunakan. Oleh karena itu komisi IX DPR meminta kepada pemerintah untuk merampungkan dulu aturan main yang jelas dari turunan UU itu. Dokter Layanan Primer ini memiliki struktur ditas dokter umum, namun dibawah dokter spesialis.

Menurut Irma, program Dokter Layanan Primer ini masih belum jelas kurikulumnya. Pasalnya, menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang melakukan dengar pendapat ke DPR menyatakan bila dalam masa pendidikan selama tiga tahun, program Dokter Layanan Primer ini bukan lebih mengarah kepada teknis ilmu medis namun lebih ke pendidikan umum.

Irma mengharap, pemerintah mempertimbangkan terlebih dahulu kepada pemangku kepentingan yang berkait sebelum menerapkan kebijakan. "Regulasi dibereskan terlebih dahulu, duduk bersama antara pemerintah, IDI dan komisi IX," kata Irma.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning menyatakan, UU Pendidikan Kedokteran tumpang tindih dengan UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Sekadar catatan dari sebanyak 9.815 puskesmas yang ada di Indonesia masih ada 938 puskesmas yang tidak memiliki dokter umum. Umumnya puskesmas tersebut berada di daerah-daerah terpencil. Sebanyak 4.121 puskesmas juga tidak memiliki dokter gigi, 255 puskesmas tidak memiliki perawat, dan 364 puskesmas tidak memiliki bidan.

Sementara itu, dari sekitar 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, 29% tidak memiliki dokter spesialis anak, dan 27% tidak ada dokter spesialis obstetri dan ginekologi (kandungan dan kebidanan).

sumber: kontan