MANAJEMEN RESIDEN DALAM ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL:

Apakah Residen dapat menjadi
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)?
Bagaimana sistem kompensasinya?

Blended Learning di bulan Maret 2014
Seminar di tanggal 16 April 2014 di Yogyakarta


 Latar Belakang

Tanggal 1 Januari 2014, BPJS sudah beroperasi dan Jaminan Kesehatan Nasional memulai era baru.

Dalam konteks tenaga kesehatan yang melayani, di berbagai negara lain misal Amerika Serikat dan Australia, residen merupakan tulang punggung pelayanan yang didanai oleh jaminan kesehatan. Sementara itu di Indonesia, peran residen masih belum jelas, apakah sebagai siswa atau sebagai pekerja (hasil diskusi ASM 2013). Pertanyaan yang sangat sering dikemukakan adalah:

    • Apakah jumlah dokter spesialis cukup untuk menangani pelayanan kesehatan di layanan sekunder dan tersier?
    • Bagaimana posisi dan peran Residen dalam program Jaminan Kesehatan Nasional?
    • Bagaimanakah hak dan kewajiban residen, termasuk hak untuk dibayar?
    • Bagaimanakah posisi hukum seorang residen?

Pada ASM 2013 (bulan Maret 2013) telah diselenggarakan pertemuan awal mengenai peran dan posisi residen, yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di FK UI. Ada beberapa hal yang dapat dicatat dari pertemuan tersebut dan perkembangan terbaru yang terkait, termasuk kasus residen dr A yang dihukum pidana 10 bulan oleh Mahkamah Agung.

A. Fakta-fakta yang terjadi saat ini.

    1. Pendidikan residen cenderung menempatkan residen sebagai peserta didik. Pelaksanaan program pendidikan dokter spesialis di Indonesia saat ini dilakukan di RS pendidikan dan RS jejaring di bawah koordinasi fakultas kedokteran. Penerapan pendidikan dan pelatihan residen dilakukan berdasarkan UU Pendidikan Nasional sehingga disebut sebagai 'university based'. Pendekatan lain yang banyak diterapkan di beberapa negara adalah pendekatan 'hospital based' yaitu pendidikan dokter spesialis diserahkan pengelolaannya kepada rumah sakit dengan koordinasi dari kolegium spesialis terkait. Dengan penerapan program pendidikan dokter spesialis 'university based', sejarah pendidikan residen lebih kuat penekanan sebagai peserta didik (mahasiswa), bukan sebagai pekerja rumahsakit. Residen dalam hal ini harus membayar SPP ke universitas, dan belum mendapat hak sebagai pekerja khususnya pembayaran yang jelas dari rumahsakit pendidikan utama/jaringan tempat bekerja kecuali pelayanan di berbagai rumahsakit yang memang membutuhkan residen.
    2. Dalam konteks pendidikan ini, jumlah residen yang masuk ke RS Pendidikan tidak dihitung berdasarkan kebutuhan. Akibatnya terjadi keadaan dimana tidak ada hubungan antara jumlah pasien di RS Pendidikan utama dengan jumlah residen. Hal ini menyebabkan tidak berfungsinya residen sebagai tenaga kerja rumahsakit yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan.
    3. Hubungan dengan Fakultas Kedokteran, dengan penerapan program pendidikan dokter spesialis yang 'university based' di Indonesia, peran RS pendidikan tetap sangat besar walaupun tidak bertanggung jawab langsung pada mutu pendidikan. Saat ini, tanggung jawab langsung berada di universitas (Fakultas Kedokteran). Dengan demikian situasi yang terjadi adalah residen dapat dilihat dari dua sisi yaitu universitas (FK) dan RS Pendidikan. Telah banyak dilakukan pengembangan di dalam proses pendidikan di FK. Namun di lain sisi, di RS Pendidikan penataan residen belum banyak ditangani. Residen tetap dianggap sebagai siswa, bukan staf medis RS. Sementara itu, kebutuhan residen (yang sudah kompeten) sebagai pekerja RS semakin tinggi, termasuk untuk BPJS dan usaha pemerataan pelayanan rumahsakit. Di negara lain, residen dianggap sebagai tenaga medis di RS dengan hak dan kewajibannya.
    4. Walaupun masih banyak dianggap sebagai mahasiswa, secara de-facto residen telah bekerja. Sebagai gambaran di RS Pendidikan, operasi yang membutuhkan tenaga dokter spesialis anestesi, dikerjakan oleh residen anestesi tanpa kehadiran dosen pendidik di ruang operasi. Demikian juga berbagai pendidikan residen menempatkan residen sebagai pelaku utama pelayanan.
    5. Selain dalam pelayanan, para residen selama ini juga berperan dalam pendidikan dokter di RS pendidikan dan RS jejaring, yaitu melalui pembimbingan untuk mahasiswa kedokteran yang sedang menjalankan rotasi pendidikan klinik di RS. Tugas pembimbingan ini memang menjadi tugas utama para staf pengajar konsultan di masing-masing tempat. Residen berperan besar dalam pendidikan dokter karena berkesempatan untuk berinteraksi dengan para ko asisten dalam kegiatan sehari-hari.
    6. Posisi penting residen dalam pelayanan ini ternyata belum diimbangi dengan kejelasan aspek hukum. Dalam kasus dr. A yang dituntut dan dihukum secara pidana posisi residen sangat memprihatinkan. Terlepas dari tepat atau tidak tepatnya penuntutan pidana, dr. A dan dua orang residen lain dihukum, sementara itu dosen penanggung-jawabnya dapat memperoleh SP3, dan mampu menghentikan penyidikan. Pihak Fakultas Kedokteran dan RS Pendidikan yang terkait dengan dr. A juga tidak terlihat bertanggung-jawab atas kejadian tersebut. Setelah mengalami proses panjang, dr. A dan rekan bebas dari tuntutan hukum. Kasus ini menjadi pembelajaran menarik untuk kita semua.

 

B. Bagaimana penanganan residen ke depannya?

Sehubungan dengan penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan penetapan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia, kebutuhan akan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan yang terstandarisasi meningkat. Jumlah spesialis di Indonesia tidak cukup untuk melayani pasien yang dibayar oleh BPJS dan non-BPJS. Oleh karena itu residen semakin dibutuhkan untuk pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional. Mengingat peran residen dalam pelayanan kesehatan selama ini, ada beberapa hal yang harus dipikirkan di masa mendatang, yaitu:

    1. Perlunya residen dimasukkan dalam penyedia layanan kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional;
    2. Perlunya proses penjaminan kualitas yang terjaga melalui credential residen yang berasal dari FK untuk dinilai di RS Pendidikan secara personal dan supervisi yang sistematis, serta kepastian posisi hukum;
    3. Residen perlu untuk mendapatkan renumerasi dari pendanaan oleh BPJS.

Berbagai hal tersebut telah didukung secara hukum oleh UU Pendidikan Kedokteran. Dalam UU tersebut, residen bukan mahasiswa biasa namun mahasiswa khusus yang berhak mendapat hak, termasuk insentif, namun juga mempunyai kewajiban layaknya seorang pekerja profesional. Kewajiban dan tanggung jawab residen dalam pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan di rumah sakit juga perlu disertai diskursus tentang hak para residen yaitu hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan hak untuk mendapatkan imbal jasa (renumerasi). Posisi residen di fungsi pendidikan dan pelayanan serta hak dan kewajibannya, perlu ditelaah. Apakah credential di RS diperlukan bagi residen? Bagaimana prosesnya dapat dilakukan? Apakah residen berhak mendapatkan renumerasi dalam pelaksanaan perannya sebagai pendidik dan penyedia pelayanan kesehatan? Sejauh mana tanggung jawab residen saat terjadi medical mishaps dari kasus yang dikelola? Akankan dokter spesialis konsultan bebas dari pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan residen?

C. Pertanyaan praktis yang timbul: Apakah Residen dapat menjadi Dokter Penanggung Jawab Pasien?

Dokter spesialis konsultan adalah dokter penanggung jawab pasien (DPJP), termasuk di RS Pendidikan. Berdasarkan Permenkes, seluruh tanggung jawab termasuk tanggung jawab hukum akan berada di tangan RS dan DPJP. Dalam hal ini ada beberapa rumahsakit yang menjadi tempat residen bekerja, yaitu:

    1. RS Pendidikan Utama
    2. RS Pendidikan Jaringan
    3. RS yang membutuhkan

Beberapa pertanyaan:

1. Apakah Residen dapat menjadi DPJP di RS Pendidikan Utama?

Secara konseptual, DPJP di RS Pendidikan Utama adalah para spesialis. Namun faktanya, tidak semua spesialis berada di bangsal, di ruang periksa, ataupun di ruang operasi. Sebagai gambaran jumlah dokter spesialis anestesi ataupun bedah tidak mampu menangani seluruh operasi yang dilakukan. Dokter spesialis pendidik sering merangkap bekerja di luar RS Pendidikan. Sebagai catatan, UU Praktek Kedokteran memperbolehkan dokter spesialis praktek di tiga tempat. Salah satu pertanyaan praktisnya: apakah residen anestesi di ruang operasi yang tidak didampingi secara fisik oleh spesialis anestesi merupakan DPJP? Jika bukan DPJP, apakah dokter spesialis anestesi yang DPJP namun tidak berada di ruangan akan bertanggung-jawab secara keseluruhan termasuk aspek hukum pidana dan perdata, serta administratifnya? Bagaimana dengan jasa profesi yang ada di dalam INA-CBG. Apakah akan diberikan penuh ke residen, atau sebagian besar, atau sebagian kecil, atau tidak sama sekali?

2. Apakah Residen dapat menjadi DPJP di RS Pendidikan Jaringan dan di RS yang membutuhkan?

Selain berada di RS Pendidikan Utama, residen juga mendapatkan penugasan ke RS jejaring atau RS lain pada suatu tahap tertentu, terutama pada saat tahap mandiri. Dalam kerangka penugasan ini, residen dianggap sebagai tenaga dokter spesialis yang dapat membantu secara penuh proses pelayanan di RS tersebut. Meskipun residen melaksanakan peran pelayanan kesehatan yang besar, proses pelayanan tersebut merupakan bagian dari proses pendidikan. Dalam proses pendidikan yang umumnya terdiri dari tahap awal, tahap menengah dan tahap mandiri, residen memperoleh supervisi secara bertingkat dari para dokter spesialis konsultan di RS pendidikan. Apakah residen ini yang berada di tempat jauh dapat menjadi DPJP? Dalam konteks ini, memang residen dapat memiliki tanggung jawab penuh dalam pengelolaan pasien sesuai dengan penugasan yang diterimanya (clinical appointment) dari RS. Kemudian, hal yang masih dipertanyakan yaitu apakah residen dapat bertanggung jawab penuh secara hukum bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (medical mishaps).

Catatan penting tentang Standar Rumah Sakit Pendidikan Utama

Saat ini berbagai RS Pendidikan sedang bekerja keras untuk memenuhi standar CI sebagai rumahsakit akademik. Dalam standar tersebut, pendidikan kedokteran dan penelitian klinis sangat penting untuk upaya organisasi dalam meningkatkan kualitas dan keselamatan pasien (JCI 2013). Dengan demikian standar JCI perlu diperhitungkan dalam diskusi mengenai bisa tidaknya DPJP untuk residen.

   Tujuan Workshop


 Berdasarkan latar belakang tersebut, ada beberapa tujuan Workshop, diantaranya:

    1. Tercapainya pemahaman tentang predikat DPJP dan implikasi hukumnya untuk residen yang bekerja di RS Pendidikan Utama dan RS Pendidikan Jaringan/yang membutuhkan;
    2. Tercapainya pemahaman tentang kewajiban Residen di RS Pendidikan Utama dan Jaringan, termasuk credential dan clinical appointment-nya;
    3. Tercapainya pemahaman tentang hal residen dalam penerimaan jasa profesi di sistem Jaminan Kesehatan Nasional.
    4. Menyusun Rencana Tindak Lanjut dan Usulan Kebijakan bagi pemerintah untuk Pengembangan Residen dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

Siapa yang diharapkan menjadi peserta dalam Workshop ini? Diharapkan peserta workshop adalah kelompok yang mewakili:

    • RS Pendidikan Utama
    • RS Pendidikan Jaringan
    • RS tempat bekerja Residen
    • Kantor Regional BPJS
    • Pejabat Dinas Kesehatan/Kementrian Kesehatan
    • Tim Konsultan

Siapa yang diharapkan menjadi peserta dalam Workshop ini? Diharapkan peserta workshop adalah kelompok yang mewakili:

    • RS Pendidikan Utama
    • RS Pendidikan Jaringan
    • RS tempat bekerja residen
    • Kantor Regional BPJS
    • Pejabat Dinas Kesehatan/Kementrian Kesehatan
    • Tim Konsultan

Peserta  diharapkan secara berkelompok mendaftarkan diri untuk mengikuti secara jarak-jauh. Kelompok ini harus menyiapkan diri dengan perangkat teleconference yang spesifikasinya dapat dilihat disini 

Bagi yang hanya ingin  mengikuti untuk Tatap Mukasaja, dipersilakan mengikuti selama satu hari.

 Bentuk Kegiatan


 Kegiatan Workshop ini diselenggarakan dalam  waktu 4 minggu dengan menggunakan pendekatan campuran (blended) antara jarak-jauh dan tatap muka. Para peserta diharapkan mendaftar secara berkelompok.

  • 7 Maret 2014: Seminar Pembukaan. Silahkan 
  • 7 maret- 15 April 2014: Sesi awal dengan menggunakan Pendekatan Jarak-Jauh: Penyampaian Materi awal mengenai fakta-fakta dan pemahaman-pemahaman konseptual.
  • 16 April 2014: Sesi akhir dengan tatap muka selama 1 hari: Membahas diskusi mengenai bisa tidaknya menjadi DPJP dan hak serta kewajiban residen, serta usulan kebijakan mengenai manajemen residen di era JKN.

Tatacara:

    1. Peserta bekerja secara kelompok.
    2. Peserta menyiapkan teknologi teleconference-nya pada tanggal 10-14 Maret 2014. Persiapan peralatan teleconference ini diharapkan agar dapat diikuti oleh satu tim.
    3. Peserta diharapkan mengikuti kegiatan per minggu yang diberikan setiap Selasa pagi.
    4. Peserta kelompok mempelajari materi dan membahas secara mandiri mengenai apa yang menjadi tugas mingguan.
    5. Di beberapa kesempatan, akan ada webinar dengan peserta.
    6. Pada saat tatap muka terakhir (16 April 2014) diharapkan para peserta dapat hadir di UGM atau menggunakan webbinar.

committeeDetil Blended Learning


   MINGGU 0 (10 – 14 Maret 2014)

  MINGGU 1 (17 - 22 Maret 2014)

  MINGGU 2 (24 - 28 Maret 2014)

  MINGGU 3 (31 Maret - 4 April 2014)

  MINGGU 4 (7 - 11 April 2014)

  Tatap Muka dan Live Streaming (16 April 2014)

 

   Biaya Registrasi


 Mengikuti Workshop selama 1 bulan melalui tele-training: Rp 5.000.000,- untuk satu tim, disarankan tim di RS Pendidikan bersama dengan FK. Harapannya anggota tim adalah:

    1. Dekanat FK dan Direksi RS (sekitar 4 orang)
    2. Anggota Bakordik
    3. Kepala Diklit
    4. Bagian atau Konsultan Hukum RS
    5. Ka PPDS.
    6. ....
    Jumlah ideal sekitar 10 orang yang akan membahas berbagai hal.
  1. Jika tidak mengikuti Workshop selama 1 bulan, maka untuk menghadiri pertemuan tatap muka selama 1 hari pada tanggal 16 April 2014 adalah sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per orang dan mendapatkan fasilitas konsumsi selama meeting, dan sertifikat.

Pendaftaran pada:

Intan Farida Yasmin
Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2, Fakultas Kedokteran UGM
Jl. Farmako, Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Ph. /Fax : +62274-549425 (hunting)
Mobile : +628129017065
Email : This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. 
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net / www.pendidikankedokteran.net 

Pembayaran dilakukan melalui Virtual Account FK UGM nomor:

Nomor : 9888807171130003 
Nama : Online Course/Blended Learning FK UGM 
Bank : BNI 46


Catatan:

Proses pembayaran melalui Virtual Account:

    1. Peserta melakukan pembayaran ke Virtual Account resmi Blended Learning FK UGM (Bank BNI Nomor : 9888807171130003)
    2. Pembayaran yang telah dilakukan oleh peserta disertai dengan bukti transfer.  Mohon peserta dapat mengirimkan bukti transfer melalui email ke Sdri. Intan (This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. ) atau dapat di-upload langsung melalui website dan kemudian akan diterima oleh admin.