1. | Bagian Ketiga Kurikulum
| Bagian Kesatu Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, Standar Kompetensi Dokter/Dokter Gigi dan Kurikulum
| Diubah menjadi bagian kesatu dari BAB III tentang penyelenggaraan pendidikan kedokteran sesuai dengan usulan sistematika DIM Pemerintah.
|
2. | Pasal 20 (1) Kurikulum disusun, dikembangkan, dan disahkan oleh suatu badan standarisasi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan Standar Kompetensi Dokter.
| (1) Kurikulum pendidikan kedokteran/kedokteran gigi dikembangkan oleh penyelenggara pendidikan kedokteran/kedokteran gigi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
| Perbaikan rumusan dengan menyesuaikan dengan undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran yang mengatur bahwa standar pendidikan profesi dokter dan standar kompetensi dokter disusun oleh Kolegium dan disahkan oleh Konsil kedokteran.
|
|
| (2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diarahkan untuk menghasilkan dokter dalam rangka:
| Penambahan substansi baru |
|
| a. pemenuhan pelayanan kesehatan secara umum;
| Penambahan substansi baru |
|
| b. pemenuhan kebutuhan dokter di daerah tertentu; dan
| Penambahan substansi baru |
|
| c. pemenuhan kebutuhan dokter peneliti dan pengembang ilmu.
Penjelasan: Dalam mengembangkan kurikulum, penyelenggara pendidikan kedokteran dapat memilih salah satu “kriteria dokter” di atas sebagai kompetensi pokok (core competency) lulusannya, atau menyediakan ketiganya untuk dipilih oleh peserta didik.
| Penambahan substansi baru |
3. | (2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
| Dihapus, karena disesuaikan dengan UU Sisdiknas
| UU Sisidiknas pasal 29 (4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada Standar Pendidikan Profesi Dokter. |
4. | Pasal 21 Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) paling sedikit meliputi prinsip metode ilmiah, ilmu kedokteran dasar, ilmu kedokteran klinik, ilmu humaniora kedokteran, ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran serta sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan Standar Kompetensi Dokter.
| Pasal 21 Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 paling sedikit meliputi prinsip metode ilmiah, ilmu kedokteran dasar, ilmu kedokteran klinik, ilmu humaniora kedokteran, ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat yang disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran serta sesuai dengan Standar Pendidikan kedokteran dan Standar kompetensi dokter dan dokter gigi.
| Perbaikan rumusan |
5. | Pasal 22 Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan muatan lokal, potensi daerah dan mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis.
| Pasal 22 Kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan disesuaikan dengan kemajuan ilmu kedokteran, muatan lokal, potensi daerah dan mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan dokter, dokter spesialis dan dokter sub-spesialis
| Perbaikan rumusan |
6. | Pasal 23 (1) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) terdiri atas:
| Tetap | Tetap |
7. | a. pendidikan kedokteran; dan
| Tetap
Penjelasan Yang dimaksud dengan “standar nasional pendidikan kedokteran” dalam ketentuan ini sama dengan standar pendidikan profesi dokter yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
| Tetap |
8. | b. pendidikan dokter spesialis.
| b. pendidikan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis | Perbaikan rumusan dengan menambah kata “dokter gigi spesialis”
|
9. | (2) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
| (2) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter dan dokter gigi, Rumah Sakit Pendidikan, wahana pendidikan lain, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.
| Perbaikan rumusan dengan menyatukan dengan DIM No. 97 |
10. | a. standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter, Rumah Sakit Pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;
| Dihapus karena sudah dipindah ke DIM No 96. |
|
11. | b. pengembangan kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan; dan
| (3) standar nasional pendidikan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
| Perbaikan rumusan dan diubah menjadi ayat (3) |
12. | c. pengembangan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, pemantauan dan pelaporan pencapaiannya Pendidikan Kedokteran dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
| (4) pemantauan, pelaporan pencapaian, dan pengembangan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dilakukan dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
| Perbaikan rumusan dan diubah jadi ayat (4) |
13. | (3) Standar Nasional Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
| (5) Standar pendidikan dokter spesialis dan dokter gigi spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
| Perbaikan rumusan dan diubah jadi ayat (5) |
14. | a. standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter spesialis, Rumah Sakit Pendidikan, Pendidik, Tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan;
| a. standar isi, proses, kompetensi lulusan dokter spesialis dan sub-spesialis, Rumah Sakit Pendidikan, wahana pendidikan lainnya, Pendidik, Tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan spesialis dan sub spesialis;
| Perbaikan rumusan dengan penyesuaian untuk residensi |
15. | b. penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala;
| Dihapus
|
|
16. | c. standar kontrak kerja sama antara Rumah Sakit Pendidikan dengan mahasiswa pendidikan spesialis;
| b. standar kontrak kerja antara Rumah Sakit Pendidikan dengan residen pendidikan spesialis dan fellow sub-spesialis.
Penjelasan Yang dimaksud dengan “Fellow” dalam ketentuan ini adalah peserta didik untuk program pendidikan kedokteran subspesialis
| Standarisasi kontrak antara penyelenggara pendidikan kedokteran dengan rumah sakit pendidikan ditujukan untuk dapat memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran dapat berjalan dengan baik |
17. | d. standar pola pemberian insentif untuk mahasiswa pendidikan spesialis atas kinerjanya sebagai pemberi pelayanan kesehatan;
| c. standar pola pemberian insentif untuk residen pendidikan spesialis dan fellow sub-spesialis atas kinerjanya sebagai pemberi pelayanan kesehatan.
| Standarisasi pola pemberian insentif bagi residen dan fellow ditujukan untuk memastikan adanya remunerasi yang tepat bagi pemberi pelayanan kesehatan.
|
18. | e. pengembangan kurikulum, Pendidik, Tenaga Kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan;
| Tetap
| Tetap
|
19. | f. pengembangan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran, pemantauan dan pelaporan pencapaiannya Pendidikan Kedokteran dalam rangka penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan.
| Tetap
| Tetap
|
|
| Pasal 23A Standar pendidikan dokter subspesialis atau dokter gigi subspesialis disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
Penjelasan: Yang dimaksud dengan “Konsil Kedokteran Indonesia” dalam ketentuan ini adalah Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai praktik kedokteran.
| Penambahan substansi baru dengan penyesuaian terhadap undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik Kedokteran
|
20. | Pasal 24 Standar Kompetensi Dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) paling sedikit memuat:
| Tetap
| Tetap
|
21. | a. etika, moral, medikolegal, profesionalisme, dan keselamatan pasien;
| Tetap
| Tetap
|
22. | b. komunikasi efektif;
| Tetap
| Tetap
|
23. | c. keterampilan klinis;
| Tetap
| Tetap
|
24. | d. landasan ilmiah ilmu kedokteran;
| Tetap
| Tetap
|
25. | e. pengelolaan masalah kesehatan;
| Tetap
| Tetap
|
26. | f. pengelolaan informasi; dan
| Tetap
| Tetap
|
27. | g. pengembangan wawasan dan pengembangan diri.
| Tetap
Penjelasan Pasal 24 Pencapaian tingkat kedalaman standar kompetensi dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan jenjang pendidikan magister kedokteran.
| Tetap
|
|
| Pasal 24A Standar kompetensi dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) paling sedikit memuat:
| Penambahan substansi baru |
|
| a. profesionalisme;
| Penambahan substansi baru |
|
| b. penguasaan ilmu pengetahuan kedokteran dan kedokteran gigi;
| Penambahan substansi baru |
|
| c. pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatik;
| Penambahan substansi baru |
|
| d. pemulihan fungsi stomatognatik;
| Penambahan substansi baru |
|
| e. kesehatan gigi dan mulut masyarakat; dan
| Penambahan substansi baru |
|
| f. manajemen praktik kedokteran gigi.
| Penambahan substansi baru |
|
| Pasal 24B Penetapan dan perubahan standar kompetensi dokter atau dokter gigi disusun disusun oleh kolegium kedokteran atau kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan disahkan oleh KKI.
| Penambahan substansi baru |
28. | Pasal 25 Fakultas kedokteran wajib menerapkan kurikulum berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran dan Standar Kompetensi Dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1).
| Pasal 25 (1) Penyelenggara pendidikan kedokteran wajib menerapkan kurikulum berdasarkan Standar nasional pendidikan kedokteran dan standar kompetensi dokter/dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
| Perbaikan rumusan |
29. | (1) Fakultas kedokteran yang tidak menerapkan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa:
| (2) Program Studi Kedokteran dan Kedokteran Gigi yang tidak menerapkan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa:
| Perbaikan rumusan |
30. | a. peringatan tertulis;
| Tetap
| Tetap
|
31. | b. penutupan sementara; dan
| Tetap
| Tetap
|
32. | c. pencabutan izin.
| Tetap
| Tetap
|
|
| Pasal 25A Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan dan evaluasi penerapan standar nasional pendidikan, kurikulum, dan standar kompetensi dokter/dokter gigi serta penindakan pelanggaran diatur oleh Menteri.
| Perbaikan rumusan |