BAB X KETENTUAN PENUTUP

Category: RUU Pen Kedok Hits: 2238

1.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Diubah menjadi Bab X sesuai dengan sistematika usulan DIM Pemerintah

2.

Pasal 58

Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya yang diperintahkan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.

Tetap

Tetap

3.

Pasal 59

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Tetap

Tetap

4.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Tetap

Tetap

5.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Tetap

Tetap

6.

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

Tetap

Tetap

7.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Tetap

Tetap

8.

PENJELASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

PENDIDIKAN KEDOKTERAN

9.

I. UMUM

Pendidikan kedokteran merupakan salah satu unsur perwujudan tujuan negara yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melalui Sistem Pendidikan Nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Gerakan reformasi di Indonesia telah mendorong prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Kedokteran, prinsip-prinsip tersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada materi, proses, dan manajemen sistem Pendidikan Kedokteran.

Dalam rangka menghadapi tantangan dan tuntutan perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi serta globalisasi perlu dilakukan pembaharuan Pendidikan Kedokteran secara terencana, terarah, dan berkesinambungan agar mampu menghasilkan dokter dan dokter gigi yang baik dan bermutu, kompeten, profesional, bertanggung jawab, memiliki etika dan moral dengan memadukan pendekatan humanistik terhadap pasien dan berjiwa sosial tinggi sebagai komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Pembaruan Pendidikan Kedokteran dilakukan melalui penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang terarah, terukur, dan terkoordinasi. Untuk itu diperlukan rencana strategi dan penyelenggaraan pendidikan kedokteran yang meliputi seleksi peserta didik, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, kurikulum, jenjang pendidikan, rumah sakit pendidikan, kerja sama, dan beasiswa yang diselenggarakan secara komprehensif.

Dalam praktiknya berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem pendidikan nasional belum mengatur secara spesifik dan komprehensif mengenai penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran. Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan suatu Undang-Undang yang secara khusus dan komprehensif mengatur tentang Pendidikan Kedokteran.

Dalam Undang-Undang ini diatur prinsip-prinsip penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran yang mengedepankan nilai manfaat, kemanusiaan, keseimbangan, tanggung jawab, kesetaraan, kesesuaian kurikulum, dan afirmasi dengan tujuan untuk menghasilkan dokter dan dokter gigi yang berkualitas dan beretika, berdedikasi tinggi dan profesional, serta berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Untuk itu, kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan kedokteran adalah kurikulum berbasis kompetensi dan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan muatan lokal, potensi daerah dan mahasiswa kedokteran untuk memenuhi kebutuhan dokter dan dokter spesialis.

Jenjang Pendidikan Kedokteran yang meliputi pendidikan akademis dan pendidikan profesi membutuhkan sarana rumah sakit dengan standar persyaratan tertentu yang dapat digunakan sebagai sarana praktik bagi Pendidikan Kedokteran yakni Rumah Sakit Pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit Pendidikan tersebut, diperlukan kerja sama fakultas kedokteran dengan Rumah Sakit Pendidikan yang memuat secara jelas dan tegas serta berkepastian hukum hak dan kewajiban masing-masing pihak, sehingga para pihak dapat memperoleh manfaat positif dari kerja sama tersebut. Hubungan kerja sama antara fakultas kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan harus harmonis dan terintegrasi secara manajerial dan finansial.

Untuk menjamin pemerataan lulusan terdistribusi ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka perlu adanya suatu kebijakan ikatan dinas, atau wajib kerja sarjana, atau pegawai tidak tetap. Ini membutuhkan pendanaan dalam bentuk beasiswa atau bantuan biaya pendidikan. Pendanaan yang dimaksud dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau lembaga lain dengan mengedepankan kepentingan nasional.

10.

II. PASAL DEMI PASAL

11.

Pasal 1

Cukup jelas.

12.

Pasal 2

Asas penyelenggaraan pendidikan tinggi juga berlaku untuk penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran, meliputi: asas kebenaran ilmiah, otonomi keilmuan, kebebasan akademik, kejujuran, dan keadilan.

13.

Pasal 3

Huruf a

Yang dimaksud dengan asas “manfaat” adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

14.

Huruf b

Yang dimaksud dengan asas “kemanusiaan” adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap memperhatikan keselamatan manusia.

15.

Huruf c

Yang dimaksud dengan asas “keseimbangan” adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran tetap menjaga keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat.

16.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas ”tanggung jawab” adalah dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran dilandasi oleh upaya untuk menghasilkan lulusan yang bermutu, berkompetensi, profesional, beretika, bermoral, humanistik, dan berjiwa sosial dalam menghadapi tantangan perubahan lokal, nasional, dan global.

17.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas “kesetaraaan” adalah kesetaraan mutu lulusan antarfakultas.

18.

Huruf f

Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian kurikulum” adalah bahwa kurikulum harus disusun dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan berbagai daerah.

19.

Huruf g

Yang dimaksud “afirmasi” adalah diantaranya adanya kuota bagi daerah sulit, kesempatan yang sama untuk gender, dan masyarakat yang secara ekonomi kurang mampu.

20.

Pasal 4

Cukup jelas.

21.

Pasal 5

Cukup jelas.

22.

Pasal 6

Cukup jelas.

23.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

24.

Ayat (2)

Cukup jelas.

25.

Ayat (3)

Jalur khusus antara lain dilakukan melalui sistem kuota.

26.

Ayat (4)

Cukup jelas.

27.

Pasal 8

Cukup jelas.

28.

Pasal 9

Cukup jelas.

29.

Pasal 10

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan akademis” adalah mahasiswa yang setelah lulus menyandang gelar sarjana kedokteran.

30.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan profesi” adalah mahasiswa yang setelah lulus menyandang gelar dokter.

31.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Mahasiswa Kedokteran jenjang pendidikan profesi lanjutan atau spesialis” adalah mahasiswa yang setelah lulus menyandang gelar dokter spesialis.

32.

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

33.

Huruf b

Insentif diberikan dalam bentuk honor atau gaji.

34.

Ayat (2)

Cukup jelas.

35.

Pasal 12

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dosen” adalah pendidik pendidikan kedokteran yang tugas utamanya mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dosen dalam hal ini mencakup dosen dalam bidang ilmu kedokteran/kesehatan dan dosen dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kedokteran, misalnya sosiologi, antropologi, dan psikologi.

36.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dokter pendidik klinis” adalah dokter yang mempunyai kompetensi dan memiliki kewenangan untuk mengajar dalam penyelenggaraan pendidikan kedokteran di Rumah Sakit Pendidikan.

37.

Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk pendidik pendidikan kedokteran antara lain Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

38.

Ayat (3)

Cukup jelas.

39.

Pasal 13

Ayat (1)

salah satu cara yang dilakukan dalam proses penyetaraan yaitu dengan cara menambahkan mata kuliah pedagogi sebagai kualifikasi untuk menjadi dosen.

40.

Ayat (2)

Cukup jelas.

41.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

42.

Pasal 14

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

43.

Pasal 15

Cukup jelas.

44.

Pasal 16

Cukup jelas.

45.

Pasal 17

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

46.

Pasal 18

Ayat (1)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur guru dan dosen.

47.

Ayat (2)

Cukup jelas.

48.

Ayat (3)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang yang mengatur ketenagakerjaan.

49.

Pasal 19

Cukup jelas.

50.

Pasal 20

Cukup jelas.

51.

Pasal 21

Yang dimaksud dengan “metode ilmiah” meliputi metodologi penelitian, filsafat ilmu, berpikir kritis, biostatistik, dan evidence-based medicine.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran dasar” meliputi fisika medik, biologi medik, kimia medik, anatomi, histologi, biokimia, biologi sel dan molekuler, fisiologi, mikrobiologi, imunologi, parasitologi, patologi, dan farmakologi.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran klinik” meliputi ilmu penyakit dalam beserta cabang-cabangnya, ilmu bedah, ilmu penyakit anak, ilmu kebidanan dan kandungan, ilmu penyakit saraf, ilmu kesehatan jiwa, ilmu kesehatan kulit dan kelamin, ilmu kesehatan mata, ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan, radiologi, anestesi, ilmu kedokteran forensik dan medikolegal.

Yang dimaksud dengan “ilmu humaniora kedokteran” meliputi ilmu perilaku, psikologi kedokteran, sosiologi kedokteran, antropologi kedokteran, agama, etika dan hukum kedokteran, bahasa, Pancasila serta kewarganegaraan.

Yang dimaksud dengan “ilmu kedokteran komunitas” adalah ilmu yang terdiri atas ilmu kesehatan masyarakat, ilmu kedokteran pencegahan, epidemiologi, ilmu kesehatan kerja, ilmu kedokteran keluarga, dan pendidikan kesehatan masyarakat.

Yang dimaksud dengan “ilmu kesehatan masyarakat” adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan melakukan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisasi untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perseorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, diagnosis dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang dapat mendukung setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang adekuat di dalam menjaga kesehatannya.

52.

Pasal 22

Cukup jelas.

53.

Pasal 23

Cukup jelas.

54.

Pasal 24

Cukup jelas.

55.

Pasal 25

Cukup jelas.

56.

Pasal 26

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

57.

Huruf b

Penyelenggaraan program pendidikan profesi dilakukan setelah menempuh jenjang pendidikan akademik.

58.

Ayat (2)

Cukup jelas.

59.

Pasal 27

Cukup jelas.

60.

Pasal 28

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan rumah sakit meliputi Rumah sakit umum, rumah sakit daerah, rumah sakit internasional, rumah sakit khusus, rumah sakit milik lembaga tertentu, dan rumah sakit swasta, serta pusat kesehatan masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan lain (misalnya: klinik dan balai pengobatan) dan laboratorium.

61.

Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah undang-undang yang mengatur rumah sakit.

62.

Ayat (3)

Cukup jelas.

63.

Pasal 29

Cukup jelas.

64.

Pasal 30

Cukup jelas.

65.

Pasal 31

Cukup jelas.

66.

Pasal 32

Cukup jelas.

67.

Pasal 33

Cukup jelas.

68.

Pasal 34

Cukup jelas.

69.

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas.

70.

Ayat (2)

Yang dimaksud manajerial dan finansial harus terintegrasi adalah tata kelola manajerial dan finansial di bawah satu kendali.

71.

Pasal 36

Cukup jelas.

72.

Pasal 37

Ayat (1)

Cukup jelas.

73.

Ayat (2)

Cukup jelas.

74.

Ayat (3)

Cukup jelas.

75.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “prinsip-prinsip lokal” antara lain dengan mengutamakan kepentingan nasional.

76.

Pasal 38

Cukup jelas.

77.

Pasal 39

Huruf a

Cukup jelas.

78.

Huruf b

Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah undang-undang yang mengatur sistem pendidikan nasional dan undang-Undang yang mengatur praktik kedokteran.

79.

Pasal 40

Cukup jelas.

80.

Pasal 41

Cukup jelas.

81.

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas.

82.

Ayat (2)

Yang dimaksud “beasiswa ikatan dinas” adalah setiap lulusan mahasiswa kedokteran wajib dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud “beasiswa bersyarat” adalah setiap lulusan mahasiswa kedokteran ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan daerah tertentu.

83.

Ayat (3)

Yang dimaksud “bantuan bersyarat” adalah setiap lulusan mahasiswa kedokteran diperbantukan di daerah sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.

84.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

85.

Huruf b

Cukup jelas.

86.

Huruf c

Pihak lain meliputi orang-perseorangan atau kelompok masyarakat ataupun yang berasal dari dunia usaha dan dunia industri baik negeri maupun swasta.

87.

Pasal 43

Cukup jelas

88.

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas.

89.

Ayat (2)

Yang dimaksud “beasiswa ikatan dinas” adalah setiap Pendidik wajib dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud “beasiswa bersyarat” adalah setiap Pendidik ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan daerah tertentu.

90.

Ayat (3)

Yang dimaksud “bantuan bersyarat” adalah setiap Pendidik diperbantukan di daerah sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.

91.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

92.

Huruf b

Cukup jelas.

93.

Huruf c

Pihak lain meliputi orang-perseorangan atau kelompok masyarakat ataupun yang berasal dari dunia usaha dan dunia industri baik negeri maupun swasta.

94.

Pasal 45

Ayat (1)

Cukup jelas.

95.

Ayat (2)

Yang dimaksud “beasiswa ikatan dinas” adalah setiap Tenaga Kependidikan wajib dan bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yang dimaksud “beasiswa bersyarat” adalah setiap Tenaga Kependidikan ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan daerah tertentu.

96.

Ayat (3)

Yang dimaksud “bantuan bersyarat” adalah setiap Tenaga Kependidikan diperbantukan di daerah sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.

97.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

98.

Huruf b

Cukup jelas.

99.

Huruf c

Pihak lain meliputi orang-perseorangan atau kelompok masyarakat ataupun yang berasal dari dunia usaha dan dunia industri baik negeri maupun swasta.

100.

Pasal 46

Cukup jelas.

101.

Pasal 47

Cukup jelas.

102.

Pasal 48

Cukup jelas.

103.

Pasal 49

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan biaya investasi adalah biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.

104.

Ayat (2)

Cukup jelas.

105.

Ayat (3)

Cukup jelas.

106.

Pasal 50

Cukup jelas.

107.

Pasal 51

Cukup jelas.

108.

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “beasiswa khusus” adalah beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa kedokteran yang lahir di daerah tertentu, menyelesaikan pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di daerah kelahirannya, dan setelah lulus dari pendidikan kedokteran kembali ke tempat kelahirannya.

109.

Ayat (2)

Cukup jelas.

110.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas.

111.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

112.

Huruf b

Cukup jelas.

113.

Huruf c

Cukup jelas.

114.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “bantuan lainnya” adalah masyarakat dapat memberikan bantuan penyelenggaraan pendidikan kedokteran berupa penyediaan sarana dan prasarana seperti peyediaan lahan, peralatan yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kedokteran.

115.

Pasal 55

Cukup jelas.

116.

Pasal 56

Cukup jelas.

117.

Pasal 57

Cukup jelas.

118.

Pasal 58

Cukup jelas.

119.

Pasal 59

Cukup jelas.

120.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...